Maktab I’lamiy
Hizbut Tahrir Indonesia
NO: 212/10/11
04 Oktober 2011/06 Dzulqo’dah 1432 H
PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TOLAK RUU INTELIJEN
Pembahasan RUU Intelijen telah memasuki babak akhir, dan tak lama lagi akan segera disahkan. Meski sudah banyak mengalami perubahan dari naskah aslinya, RUU tersebut tetap memuat sejumlah pasal yang bila tidak diwaspadai bisa melahirkan kembali rezim represif yang menindas rakyat.
Pertama, ada kalimat atau frase yang tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga berpeluang menjadi pasal karet, seperti frase “ancaman nasional” dan “keamanan nasional”. Juga frase “ketahanan ideologi”, tidak jelas apa kriterianya. Rumusan yang tidak jelas, kabur, cenderung multitafsir ini sangat mungkin disalah gunakan. Bisa jadi, sikap kritis atas kebijakan pemerintah akan dibungkam dengan dalih mengancam “keamanan nasional”. Sementara usaha menyuarakan penerapan syariah misalnya, dianggap mengganggu ketahanan ideologi, padahal perjuangan itu penting dilakukan sebagai lawan dari ideologi kapitalisme yang sekarang ini diterapkan.
Kedua, masih terdapat pasal yang memberikan kewenangan penyadapan. Meski dibatasi paling lama 6 bulan dan harus dilakukan atas persetujuan pengadilan, tetap saja bisa membuka peluang penyalahgunaan wewenang ini untuk memata-matai komunikasi rakyat atas nama kegiatan intelijen. Apalagi penyadapan itu didasarkan pada alasan yang meski telah disebutkan terkait dengan kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase, tapi definisi, kriteria dan tolok ukurnya tidak dijelaskan, kabur dan multi tafsir sehingga bisa bersifat subyektif dan tergantung selera. Apalagi ditambah ada frasa yang menyebut “yang mengancam keselamatan, keamanan dan kedaulatan nasional”, makin kaburlah ketentuan ini. Akibatnya warga akan terancam hak privasinya.
Ketiga, meski ada hak rehabilitas, kompensasi dan restitusi tapi dalam RUU itu tidak ada mekanisme pengaduan dan gugatan bagi individu yang merasa dilanggar haknya oleh lembaga intelijen. Rakyat berpotensi menjadi korban tanpa ruang untuk mendapatkan keadilan.
Berkenaan dengan soal ini, Hizbut Tahrir Indonesia berpendapat, memang benar intelijen diperlukan dalam sebuah negara. Tapi mestinya bukan untuk memusuhi rakyat. Juga tidak boleh menjadi alat kekuasaan untuk kepentingan kekuasaan semata-mata. Apalagi jika intelijen digunakan untuk memberangus setiap usaha memperjuangkan syariah Islam. Masa rezim Orde Baru dengan intelijennya, cukuplah menjadi pengalaman pahit bagi rakyat, khususnya umat Islam.
Karena itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
- Menolak RUU Intelijen tersebut. Dalam pandangan syariah Islam, negara haram memata-matai rakyat. Allah SWT berfirman: dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (QS al-Hujurat [49]: 12). Dan Rasul saw bersabda: Sesungguhnya seorang amir itu, jika ia mencari keragu-raguan (sehingga mencari-cari kesalahan) dari rakyatnya, berarti ia telah merusak mereka (HR Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan al-Baihaqi).
- Menegaskan kepada seluruh umat bahwa hanya dengan penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah sajalah, negara tidak akan menjadi musuh rakyat, tidak penuh curiga kepada rakyat dan tidak sibuk memata-matai rakyat. Dengan itu pemerintah dan rakyat akan menyatu menjadi kekuatan besar demi terwujudnya rahmat bagi semua.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nashiir
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com
intelijen dlm Islam menjaga dan melindungi umat sebaliknya intelijen dlm kapitalis meresahkan dan membelenggu pejuang umat.Hasbunallah wani’mal wakiil ni’mal maula wai’mannashiir.