HTI Tolak RUU Intelijen

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen telah memasuki babak akhir, dan tak lama lagi disahkan. Meski sudah banyak mengalami perubahan dari naskah aslinya, RUU tersebut tetap memuat sejumlah pasal yang bila tidak diwaspadai bisa melahirkan kembali rezim represif yang menindas rakyat. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Lampung pun secara tegas menolak RUU tersebut.

Humas HTI Lampung Akhiril Fajri mengatakan, ada beberapa alasan penolakan itu. Pertama, ada kalimat atau frasa yang tidak didefinisikan dengan jelas sehingga berpeluang menjadi pasal karet. Seperti frasa ’’ancaman nasional” dan ’’keamanan nasional”.

Termasuk frasa ’’ketahanan ideologi” yang tidak jelas apa kriterianya. ’’Rumusannya tidak jelas, kabur, dan cenderung multitafsir ini sangat mungkin disalahgunakan. Bisa jadi, sikap kritis atas kebijakan pemerintah akan dibungkam dengan dalih mengancam keamanan nasional,” beber Akhiril kepada Radar Lampung kemarin (5/10).

Dikatakan, usaha menyuarakan penerapan syariah misalnya dianggap mengganggu ketahanan ideologi. Padahal, perjuangan itu penting dilakukan sebagai lawan dari ideologi kapitalisme yang sekarang ini diterapkan.

Alasan kedua, masih terdapat pasal yang memberikan kewenangan penyadapan. Meski dibatasi paling lama enam bulan dan harus dilakukan atas persetujuan pengadilan, tetap saja bisa membuka peluang penyalahgunaan wewenang ini untuk memata-matai komunikasi rakyat atas nama kegiatan intelijen.

Apalagi penyadapan itu didasarkan pada alasan yang meski telah disebutkan terkait kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase, tetapi definisi, kriteria, dan tolok ukurnya tidak dijelaskan, kabur, dan multitafsir sehingga bisa bersifat subjektif dan tergantung selera. ’’Apalagi ditambah ada frasa yang menyebut mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, makin kaburlah ketentuan ini. Akibatnya warga akan terancam hak privasinya,” tukas dia.

Dasar penolakan ketiga menyangkut hak rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi. Dalam RUU itu tidak ada mekanisme pengaduan dan gugatan bagi individu yang merasa dilanggar haknya oleh lembaga intelijen. Rakyat berpotensi menjadi korban tanpa ruang untuk mendapatkan keadilan.

Berkenaan dengan soal ini, HTI berpendapat, memang benar intelijen diperlukan dalam sebuah negara. Tetapi mestinya bukan untuk memusuhi rakyat. Juga tidak boleh menjadi alat kekuasaan untuk kepentingan kekuasaan semata-mata. ’’Apalagi jika intelijen digunakan untuk memberangus setiap usaha memperjuangkan syariah Islam. Masa rezim Orde Baru dengan intelijennya cukuplah menjadi pengalaman pahit bagi rakyat, khususnya umat Islam,” pungkas Akhiril. (radarlampung.co.id, 6/10/2011)

One comment

  1. M. Nurhidayat

    Mana suara partai islam kok tidak ada yang menentang RUU ini?, padahal RUU ini jauh lebih bahaya. Kok yang digadang2 RUU makanan halal (bukan ini tidak penting), tapi RUU yang akan digolkan ini, akan menghalangi dakwah islam dan memadamkan cahaya Alloh swt. Mudah2an orang2 yang mewakili partai islam di senayan sadar akan bahaya ini.Tapi apa itu mungkin?, kelihatannya saya pesimis dengan orang2 yang duduk di senayan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*