Elsham: UU Intelijen dan Rezim yang Memata-matai Rakyat

Meski mendapat banyak tentangan publik, pada akhirnya DPR tetap memaksakan untuk melakukan pengesahan terhadap RUU Intelijen Negara pada Rapat Paripurna DPR, 11 Oktober 2011.

Direktur Eksekutif Elsham Indriaswati D Saptaningrum menjelaskan di Jakarta, Selasa (11/10/2011), pembentukan UU Intelijen Negara sebagai salah satu mandat reformasi justru melenceng dari yang diharapkan.

“Undang-undang ini terlalu prematur dan tidak cukup menjadi pedoman bagi reformasi intelijen, yang di masa lalu banyak melakukan praktik-praktik hitam, yang melanggar hak asasi dan merampas kebebasan warga negara,” kata Indriaswati.

Sikap DPR dan pemeritah itu kian menunjukkan ketidapekaan sekaligus ketidakpahaman pembentuk undang-undang terhadap buruknya materi RUU Intelijen Negara, yang mengancam perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan sipil warga negara.

Menurut Indriaswati, salah satu ketentuan di dalam UU Intelijen Negara yang memiliki potensi ancaman tinggi bagi perlindungan kebebasan warga negara, khususnya terkait dengan perlindungan hak-hak privasi, adalah munculnya pengaturan mengenai penyadapan-intersepsi komunikasi yang tidak cukup memberikan batasan.

Ketentuan penyadapan yang diatur di dalam Pasal 32 UU Intelijen Negara, meski terkesan memberikan batasan dan syarat bagi intelijen, dalam menggunakan kewenangan penyadapan, hal itu belum cukup untuk memberikan perlindungan bagi warganegara.

Meski secara prinsipil, dilihat dari fungsi dan kewenangannya, lembaga intelijen negara sepatutnya diberikan wewenang untuk melakukan intersepsi komunikasi, penyadapan, aturan yang muncul di dalam RUU, justru memiliki potensi pada terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. (kompas.com, 11/10/2011)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*