DPR akhirnya membatalkan rencana pembangunan gedung baru. Dana pembangunan gedung itu pun dilaporkan telah dikembalikan kepada kas negara. Namun, tidak seluruhnya, hanya Rp682 miliar dari total anggaran Rp800 miliar. Sisanya sebesar Rp118 miliar dinyatakan telah dipakai untuk keperluan awal pembangunan.
“Itu konsekuensi pembatalan yang tidak bisa kita tuntut karena waktu itu semuanya kan sudah dalam proses,” kata Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, kemarin.
Marzuki menambahkan, sisa uang yang telah dipakai oleh DPR otomatis hangus. Namun, Marzuki menegaskan, meski uangnya hangus, dokumen-dokumen perencanaan pembangunan gedung baru tidak akan hilang. Pasalnya, dokumen itu masih bisa digunakan jika wacana pembangunan gedung kembali dikumandangkan.
Menkeu Agus Martowardojo mengatakan pembatalan pembangunan gedung baru DPR itu memang sejalan dengan komitmen DPR dan pemerintah untuk tidak membangun gedung atau fasilitas yang bukan prioritas. “Artinya, itu sejalan dengan komitmen DPR untuk tidak membangun gedung atau fasilitas yang bukan prioritas,” tutur Agus di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Terkait dengan dana yang telah dikembalikan ke pemerintah, kata Agus, itu bisa digunakan untuk program lain atau pengurangan penerbitan utang.
Soal pertanggungjawaban dana Rp118 miliar yang telah digunakan, ia menyatakan belum bisa berkomentar.
Tidak transparan
Dalam menanggapi hal itu, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan DPR sangat tidak transparan dalam penggunaan dana Rp118 miliar. “Pembatalan gedung baru DPR memang keputusan bijak, tetapi tidak mengabaikan pertanggungjawaban atas anggaran yang sudah digunakan,” kata Roy, kemarin.
Menurut Roy, sungguh aneh jika pimpinan DPR baru mengumumkan ke publik bahwa ternyata DPR hanya mengembalikan Rp682 miliar dari anggaran seluruhnya, Rp800 miliar.
DPR, tambah Roy, tidak pernah melaporkan kepada publik mengenai perincian pengeluaran dana tersebut. Apalagi, sebelumnya publik mengetahui bahwa DPR hanya mengeluarkan dana pembangunan gedung sebesar Rp14 miliar untuk sayembara desain gedung. Dana Rp14 miliar itu pun dipersoalkan karena tidak jelas penggunaannya. “Kenapa sekarang malah dinyatakan bahwa dana yang sudah digunakan adalah Rp118 miliar?”
Karena itu, Roy meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengaudit penggunaan uang Rp118 miliar tersebut. DPR harus bersedia diaudit sebagai bagian dari akuntabilitas lembaga publik.
Menurut Roy, penggunaan Rp118 miliar itu merugikan keuangan negara. Sebab, dengan Rp118 miliar itu rakyat bisa mendirikan sedikitnya 1.400 ruang kelas baru. “Masak Rp118 miliar hanya untuk dokumen dan maket. Itu harus dijelaskan DPR kepada publik dan diaudit BPK.” (mediaindonesia.com, 26/10/2011)
ada aja cara untuk cari duit, kalian dpr memang hebat kalo bikin sandiwara untuk bagi2 duit……
Coba kalo yang untuk bangun gedung DPR tersebut untuk kemakmuran dan menumbuhkan home industri seluruh wilayah Indonesia, pastilah Indonesia dan rakyatnya akan segera keluar dari kemiskinan, Bagaimana para pejabat sipakah anda ?