Gerakan Islam Moderat, Mainan Untuk Jauhkan Islam dari Pemerintahan

Umat Islam saat ini tidak bebas dari penindasan kolonialisme. Namun tidak lama lagi, insya Allah, akan segera terwujud janji Allah SWT dan kabar gembira dari Rasulullah Saw. Agar benar-benar terbebaskan, maka umat harus membersihkan pengaruh dan dominasi kaum kafir Barat terkait politik, ekonomi dan militer! Benar, kaum kafir Barat telah menjajah umat dalam semua hal. Kebijakannya dalam hal ini tidak dapat disembunyikan, baik perbuatan maupun perkataan!

Inilah Frank Carlucci, Presiden Carlyle Group, perusahaan raksasa AS, Menteri Pertahanan terakhir pada pemerintahan Ronald Reagan, Penasihat Keamanan Nasional AS dan sangat dekat dengan mantan Menteri Pertahanan “Rumsfeld”. Ia berkata sebelum perang kolonialisme di Irak: “Mereka bertanya apakah kita benar-benar memiliki strategi tertinggi yang layak untuk mereka ketahui, dan bahwa perang berikutnya ini merupakan langkah yang sejalan dengan strategi tertinggi itu.”

Kemudian Carlucci melanjutkan: “Menurut laporan yang dikeluarkan kemudian oleh Dewan Hubungan Luar Negeri di New York,” bahwa “Kami memiliki strategi tertinggi yang sangat sederhana, yaitu kami ingin rezim di negeri itu setia kepada kami, tidak menolak kehendak kami, lalu kami ingin kekayaan di negeri ini tanpa ada penentang, dan pada puncaknya kami ingin menjamin keamanan (Israel) karena ia satu-satunya teman yang dapat diandalkan di kawasan Timur Tengah ini!

Meskipun demikian besarnya permusuhan terhadap umat Islam dan dalam situasi yang sangat sulit hingga titik kritis yang menyelimuti umat ini, namun tampaknya ada tanda-tanda bahwa umat sedang berusaha mencari jalan untuk keluar dari dominasi ini.

Sementara Barat yang dipimpin oleh Amerika tahu dengan pasti bahwa umat sudah cukup muak dengan kepalsuan rezim-rezim yang didukung oleh Barat sendiri. Bahkan Barat juga tahu bahwa umat ini senang dengan Islam sebagai alternatif satu-satunya. Oleh karena itu,  kelompok pusat penelitian-pusat-pusat penelitian di Amerika dan yang lainnya, yang bertanggung jawab untuk memberikan saran dan alternatif yang sesuai dengan kebijakan AS dan Barat pada umumnya-mengajukan proposal dengan menawarkan rezim-rezim yang tunduk pada Barat. Rezim-rezim itu dimunculkan seolah-olah sebagai alternatif dan mengenakan pakaian Islam. Itu semua dilakukan dalam rangka memuluskan pencurian Barat di tengah kegelisahan umat, dan revolusi yang diimpikannya, yang saat ini benar-benar telah menjadi kenyataan; serta dalam rangka menjauhkan umat dari kebangkitan yang sesungguhnya yang dapat mewujudkan penerapan Islam sepenuhnya. Sungguh, berbagai pernyataan para politisi Barat menegaskan untuk mengadopsi rencana-rencana tersebut.

Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah, bahwa Barat dengan berbagai institusi dan para politisinya tidak akan terpaksa menggunakan rencana itu kecuali karena adanya opini publik yang sangat kuat menginginkan Islam di tengah-tengah umat. Jadi, tujuan utamanya adalah untuk menipu umat yang mulia ini sehingga pada tahun-tahun terakhir umat kembali mundur dan jauh dari kebangkitan yang sesungguhnya, melalui berdirinya rezim-rezim yang mengusung slogan-slogan Islam, akan tetapi memimpin dengan sistem kehidupan Barat, serta loyalitas terhadap barat, sebagaimana sebelumnya, bedanya yang ini dengan baju baru.

Berikut ini paparan beberapa di antara rencana-rencana tersebut:

1. Dengan judul “Politik Luar Negeri AS dan Pembaruan Islam” yang dikeluarkan oleh Institut Amerika untuk Perdamaian, United States Institute of Peace (USIP).

Penelitian tahun 2006 tentang peran Amerika Serikat dalam kerangka kerja yang memberikan kontribusi dalam menentukan sifat diskusi dan perdebatan saat ini dalam masyarakat di negeri-negeri Islam, antara apa yang disebut dengan arus fundamentalis Salafi dan arus pembaruan Islam.

Penelitian ini mengatakan bahwa gerakan pembaharuan Islam membawa kesempatan emas bagi Amerika Serikat untuk memperbaiki reputasinya di dunia Islam dan menempatkannya di kawasan Timur Tengah, bahwa mendukung reformasi dan menghadapi ideologi ekstremis melalui kerjasama dengan gerakan pembaruan Islam akan memberikan kredibilitas besar bagi Amerika Serikat.

Rencana tersebut benar-benar merupakan alternatif yang ideal bagi pilihan-pilihan yang lain seperti kebijakan perubahan rezim, kerjasama keamanan dengan pemerintah yang otoriter, atau mendukung demokrasi dengan konsep-konsep Barat sekuler, yang asing bagi budaya politik di dunia Islam.

Penelitian ini menegaskan bahwa tidak ada keraguan lagi bahwa korelasi antara Islam dan politik merupakan keniscayaan, di mana cepat atau lambat Amerika Serikat harus menerimanya. Namun pertanyaan yang tersisa: visi Islam manakah yang akan menang dalam pergolakan antara ekstremisme dan pembaharuan, visi radikalisme dan intoleransi agama, atau visi toleransi, kesetaraan dan pembangunan? Pergolakan ini dapat diselesaikan untuk kepentingan visi terakhir jika politik Amerika mendukung para pengemban pembaharuan Islam.

Kemudian penelitian Institut Amerika untuk Perdamaian ini mengusulkan sejumlah rekomendasi untuk restorasi politik AS terhadap dunia Islam, dan untuk menghadapi apa yang disebutnya sebagai bahaya ekstremisme agama. Berikut adalah poin yang paling penting dalam rekomendasinya:

  • Mendirikan sebuah organisasi independen dengan nama “Lembaga Islam Internasional” untuk mempromosikan perdamaian, pembangunan dan kemakmuran, serta keterbukaan dalam masyarakat dan negara-negara Islam.
  • Menyediakan hibah khusus untuk kelompok AS guna mendukung penelitian dan kajian yang menyoroti karya-karya dan ide-ide “modernisasi Islam”.
  • Partisipasi partai-partai Islam berdasarkan standar, dan menfokuskan dialog pada isu-isu politik yang penting seperti kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak-hak perempuan dan minoritas, daripada banyak menyibukkan atas isu pemilihan umum yang bebas.
  • Menekankan perlunya reformasi pada isu-isu sosial, ekonomi dan isu agama yang krusial.
  • Re-formulasi struktur, optimalkan semua program diplomasi publik, serta mendukung demokrasi dan bantuan untuk memperbaiki status gerakan reformasi dan pembaruan Islam.
  • Mempertimbangkan untuk mendukung lembaga-lembaga sosial yang memiliki identitas keagamaan yang dapat membantu untuk memperkuat moderasi keagamaan di dunia Islam.

Pada tahun 2007 Institut yang sama mengeluarkan hasil penelitian seputar “Islam Moderat” berjudul “Integrasi Para Aktivis Islam Dan Promosi Demokrasi: Sebuah Penilaian Awal“. Ini merupakan usaha awal bagi penilaian upaya-upaya Amerika yang dibuat dalam rangka mempromosikan dan mendukung demokrasi di negara-negara Arab.

Di sini penelitian mulai memutuskan bahwa pertempuran Amerika Serikat dengan arus kekerasan dan ekstremisme harus dilakukan dengan mendukung dan memperkuat proses demokratisasi di dunia Arab, sekalipun hal itu menyebabkan munculnya para aktivis Islam “moderat”. Bahkan, penelitian menegaskan pentingnya mendukung para aktivis Islam “moderat” ini, sebab mereka sebagai dinding pertahanan pertama dalam menghadapi para ekstrimis dan radikal. Oleh karena itu, penelitian menuntut pentingnya AS terus mendukung demokrasi di Timur Tengah, dan mempromosikan integrasi para aktivis Islam dalam kehidupan politik Barat.

2. Lembaga “RAND Corporation” yang didirikan pada tahun 1948, dalam bidang politik luar negeri, di mana pada awalnya hanya difokuskan pada Uni Soviet. Namun, kemudian ruang cakupannya diperluas meliputi wilayah-wilayah lain di dunia. Setengah dari aktivitas lembaga ini fokus pada pertahanan dan keamanan nasional, dan setengahnya lagi fokus pada kebijakan dalam masalah-masalah lokal di bidang pengembangan sosial dan ekonomi.

Proyek ini bermula dari kebutuhan Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) untuk membangun Pusat Penelitian yang bekerja untuk memberikan arahan dan masukan bagi pertahanan Amerika. Dan bekerja sebagai konsultan di beberapa proyek lembaga ini adalah mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, Brent Scowcroft, serta tiga mantan pejabat dari Departemen Pertahanan AS, yaitu Harold Brown, Frank Carlucci dan William Perry. Sehingga “RAND Corporation” ini mencerminkan sebagai model yang jelas dan langsung dalam berbagai kontrak penelitian (atau para kontraktor pemerintah) bersama dengan Departemen Pertahanan AS.

Charlie Benard–Peneliti Yayasan “RAND”-telah membuat laporan hasil penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2004. Di mana dalam laporannya itu ia mengklasifikasikan “Islam Politik” menjadi beberapa bentuk, dan yang paling penting adalah “Islam Moderat”.

Pada tahun 2007,  Yayasan “RAND” menerbitkan sebuah hasil penelitian komprehensif tentang “Building Moslem Moderate Network, Membangun jaringan kaum Muslim moderat di dunia Islam”. Penelitian ini melibatkan empat peneliti, yang dipimpin oleh Cheryl Benard, Angel Rabasa, Lowell H. Schwartz dan Peter Sickle.

Penelitian ini dimulai dari teori dasar bahwa konflik dengan dunia Islam dasarnya adalah “pergolakan pemikiran”. Dan tantangan utama yang dihadapi Barat adalah apakah dunia Islam akan berdiri melawan gelombang jihad fundamentalis, atau akan jatuh korban akibat kekerasan dan intoleransi.

Teori Barat ini dibangun atas dua faktor utama: “Pertama, bahwa meskipun kuantitas para aktivis Islam radikal besar di dunia Islam, namun pengaruh dan akses mereka hanya di wilayah-wilayah berpenduduk Muslim, baik di Eropa atau Amerika Utara. Kedua, lemahnya arus gerakan Islam moderat dan liberalisme karena tidak memiliki jaringan luas di seluruh dunia seperti yang dimiliki oleh kaum fundamentalis.”

Berangkat dari teori ini, maka temuan penting penelitian ini adalah “Perlunya Amerika Serikat menyediakan dan memberikan dukungan bagi para aktivis Islam moderat dengan membangun jaringan yang luas, serta memberikan dukungan materi dan moral kepada mereka untuk membangun sebuah benteng guna melawan jaringan fundamentalis.”

Penelitian ini mengatakan bahwa para pembuat kebijakan di Amerika menghadapi tiga tantangan utama yang sama sekali berbeda dengan apa yang terjadi selama Perang Dingin: Tantangan pertama adalah kesulitan memilih antara strategi bertahan (defensif) atau menyerang (ofensif). Dalam hal ini, beberapa orang lebih suka untuk menggunakan strategi menyerang (ofensif) dalam rangka untuk mengacaukan rezim komunis di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet, dengan cara menciptakan jaringan internal untuk menyerang semua pemerintahan komunis. Sementara beberapa orang lainnya masih meyakini pentingnya menggunakan strategi bertahan (defensif) dengan cara mengadopsi strategi al-ihtiwâ’ “penghadangan” melalui dukungan terhadap pemerintah demokratis di Eropa Barat, Asia dan Amerika Latin.

Tantangan kedua adalah bagaimana mekanisme mempertahankan kredibilitas para sekutu lokal di depan rakyat mereka karena hubungannya dengan AS. Oleh karena itu, mereka benar-benar berusaha untuk membuat jarak yang jelas antara setiap kegiatan mereka dan hubungannya dengan Washington.

Tantangan ketiga adalah terkait bentuk dan bangunan koalisi yang dapat dibangunnya dalam menghadapi Komunisme, yaitu apakah melalui hubungan dengan para mantan kaum sosialis yang telah berbalik melawan komunisme, namun mereka  juga masih kritis terhadap kebijakan luar negeri AS, atau masih mencari sekutu-sekutu yang lain? Pada akhirnya, AS terpaksa untuk membangun koalisi besar yang melibatkan semua orang yang mengkritik ideologi komunisme. Oleh karena itu, dibentuklah apa yang disebut dengan “Kongres untuk Kebebasan Budaya, Congress of Cultural Freedom“.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sekutu yang paling penting (potensial) dalam menghadapi apa yang disebutnya dengan “Islam radikal” adalah kaum Muslim liberal dan sekuler yang percaya pada nilai-nilai liberal Barat dan cara hidup masyarakat Barat modern. Bahkan “mereka bisa digunakan untuk melawan ideologi Islam militan dan radikalisme, serta dapat memiliki peran yang berpengaruh dalam perang pemikiran”. Jadi inilah beberapa karakteristik kaum Muslim moderat menurut kaca mata Barat, yaitu “kaum liberal dan sekuler”. Semua tahu bahwa dua karakteristik ini adalah bagian budaya Barat.

Namun penelitian ini menegaskan keharusan untuk menyediakan semua sumber pendanaan yang memungkinkan kaum moderat menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka, sehingga mereka mendapatkan para pendukung dan penolong dalam masyarakat Muslim, serta memberi dukungan politik dengan menekan pemerintah otoriter supaya memungkinkan mereka untuk bergerak bebas dan tanpa ada pembatasan.

3. Kertas kerja yang diajukan oleh seorang peneliti Kristina Kausch, dan diterbitkan oleh FRIDE, yaitu sebuah think tank Eropa untuk tindakan global, yang memberikan pemikiran inovatif dan analisis ketat dari perdebatan kunci dalam hubungan internasional. Kertas kerja itu membicarakan topik-topik seputar dunia Arab dan Islam yang dipublikasikan melalui situsnya; masalah dialog langsung antara para aktivis Islam moderat di Timur Tengah dan Afrika Utara (wilayah Arab) dengan pemerintah negara-negara Uni Eropa. Penelitian ini didasarkan pada percakapan rahasia, sehingga tidak mengungkapkan sumber-sumbernya. Percakapan itu berlangsung antara perwakilan Uni Eropa dan politisi Islam mengenai hubungan mereka, keterlibatan mereka dan politik mereka. Peneliti Kristina Kausch berkata: “Dialog langsung dengan gerakan-gerakan politik Islam pada umumnya adalah tabu bagi pemerintah negara-negara Uni Eropa, namun beberapa tahun terakhir telah membuktikan bahwa keterbatasan dari pendekatan yang ditempuh oleh Uni Eropa ini, serta isu bekerjasama dengan para penguasa, dan mengabaikan komunikasi dengan gerakan-gerakan Islam, sekalipun dari jauh, untuk memastikan stabilitas di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta membela kepentingan strategis negara-negara Uni Eropa di sana.”

Eropa, meskipun menyadari ketika memanfaatkan gerakan-gerakan memberatkan popularitas dan politik. Namun mereka tidak merasa yakin akan arahnya, dan tidak percaya akan niat dan tujuannya. Mereka khawatir akan konsekuensi dari keterlibatannya dalam dialog langsung dengan mereka, agar tidak membangkitkan kecurigaan dan kemarahan pemerintah-pemerintah Arab, yang dengan siapa mereka memiliki persahabatan dan hubungan kerjasama yang erat di berbagai bidang vital.

Tapi ini tidak mencegah munculnya beberapa kontradiksi dalam hal ini, di mana sejumlah sikap telah berubah, dan Eropa pun mulai mencari politik alternatif untuk berhubungan dengan apa yang mereka sebut sebagai para aktivis Islam “moderat”.

Sebenarnya, ada kebutuhan untuk menempuh kebijakan alternatif. Sehingga hal ini benar-benar membuat para pembuat kebijakan Eropa mengubah sikapnya pada aktivis Islam moderat. Dan mereka sadar bahwa kekuatan untuk mengarahkan jalan kebijakan Uni Eropa di kawasan itu sedikit. Sementara pencegahan ekstremisme merupakan bagian integral dari strategi Uni Eropa untuk memerangi terorisme. Bahkan, gagasan dialog antara Uni Eropa dan kekuatan Islam, awalnya diciptakan untuk alasan keamanan.

Uni Eropa percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas di negara-negara Timur Tengah, termasuk juga Afrika Utara adalah melakukan tekanan terhadap gerakan-gerakan Islam dari dalam, melalui apa yang sering mereka sebut sebagai partai-partai Islam “moderat”, yang mencari kekuasaan melalui proses demokrasi, dan memiliki peran aktif dalam membangun pengaruh  dan perubahan.

Penelitian ini berpendapat bahwa integrasi beberapa kelompok Islam “moderat” dalam kebijakan nasional, pertumbuhan potensinya, dan capaian dukungan yang luas dari masyarakat, serta beberapa keberhasilan dalam pemilu, menjadikannya layak untuk menjadi poros politik yang diperhitungkan.

4. Surat Kabar “Asy-Syarq Al-Ausath“, No 11770, 18 Februari 2011 menerbitkan sebuah artikel berjudul: “Masa Depan Demokrasi Mesir“, ditulis oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Condoleeza Rice. Dalam artikelnya ia mengatakan sebagai berikut: “Langkah yang paling penting sekarang adalah mengekspresikan kepercayaan pada masa depan demokrasi Mesir. Rakyat Mesir bukan rakyat Iran. Revolusi Mesir tidak sama dengan revolusi Islam Iran yang meletus pada tahun 1979. Lembaga-lembaga Mesir lebih kuat, dan sekularismenya lebih mendalam. Dan yang perlu dipertimbangkan adalah partisipasi Ikhwanul Muslimin dengan kehendak rakyat dalam pemilihan umum yang bebas dan adil. Mereka harus dipaksa untuk mempertahankan visi mereka untuk Mesir. Akan tetapi, apakah Ikhwanul Muslimin akan berusaha untuk menerapkan hukum Syariah? Apakah mereka bertujuan memberikan masa depan dengan bom bunuh diri dan perlawanan dengan kekerasan terhadap Israel? Apakah mereka akan menggunakan Iran sebagai model politiknya, atau menggunakan model “al-Qaeda”? Apakah Mesir akan menyediakan fungsi-fungsi kerja bagi rakyatnya? Dan apakah mereka berencana untuk meningkatkan kondisi kehidupan Mesir yang terpisah dari masyarakat internasional melalui kebijakan yang dirancang untuk menggoyahkan stabilitas di kawasan Timur Tengah?”

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pada 24 Februari 2011 menegaskan bahwa pemerintah AS tidak akan menentang kelompok Ikhwanul Muslimin Mesir untuk menduduki kekuasaan selama mereka meninggalkan kekerasan, berkomitmen untuk demokrasi dan hak-hak semua anggota masyarakat. Ia menambahkan bahwa harus dijamin bahwa konstitusi di Mesir harus benar-benar demokratis.

5. Politik Amerika ini mulai terlihat jelas buahnya (lepas landas) melalui dua fenomena: Pertama, vaksinasi gerakan-gerakan Islam dengan ide-ide sekuler gaya Barat. Hal ini tampak jelas dikatakan oleh beberapa anggota gerakan Islam di Kuwait, Mesir dan Jordan bahwa tidak ada larangan partai “Islam” menerima anggota dari warga negara non-Muslim. Salah seorang anggota partai “Islam” terkemuka di Mesir mengatakan bahwa slogan “al-Qur’an konstitusi kami” hanyalah “slogan emosional tidak mencerminkan pendekatan bagi aktivitas politik kami”. Ini berarti bahwa Amerika sedang berusaha untuk menjadikan partai-partai Islam seperti partai-partai Kristen di Barat. Sebagai contoh, Partai Uni Demokratik Kristen, dan Uni Sosialis Kristen.  Jadi, partai akan menyebutkan agama pada nama partainya, namun karakter akitivitas politiknya sekuler. Dan baru akan berpikir dengan beberapa sentimen agama jika dalam keadaan tertentu yang memang mengharuskannya.

Kedua, upaya pemerintah AS untuk berkomunikasi dengan beberapa gerakan-gerakan Islam. Dan ini telah menjadi sesuatu yang bukan rahasia lagi, yang dipublikasikan oleh surat kabar dan media lainnya, seperti komunikasi dengan beberapa gerakan di Mesir, Suriah, Kuwait, Lebanon dan Palestina. Dalam hal ini, terkadang dilakukan dengan para pejabat senior Amerika, dengan delegasi dari Kongres, atau di waktu lain dengan para pengusaha Amerika. Bahkan, Eropa telah memasuki jalur komunikasi dengan beberapa gerakan Islam, yang dalam hal ini terkadang dilakukan dengan terbuka, dan di waktu lain dengan setengah terbuka. Di antaranya, sejumlah pertemuan rahasia dengan beberapa pemimpin kelompok Islam moderat yang dilakukan oleh diplomat Amerika Edward Djerejian, dalam bukunya: “Risiko dan Peluang: Sebuah Perjalanan Duta Besar AS di Timur Tengah“. Di mana ia mengatakan dalam bukunya, dua contoh yang tidak terbayangkan dalam pikiran: Hassan al-Turabi dan Rasyid Ghannouchi.

1. Turabi mengunjungi Menteri Luar Negeri AS secara rahasia. “Pada awal tahun 90-an ketika saya masih menjadi asisten Menlu untuk Urusan Timur Dekat, Hassan Turabi mengunjungi saya di kantor. Ia seorang pemimpin politik Sudan terkemuka. Di awal karir politiknya, ia adalah anggota Gerakan Ikhwanul Muslimin (dan kemudian ia keluar dengan cerdas dan menjadi independen, sebab ia melihatnya sebagai gerakan kaku dan mundur secara intelektual). Pada saat Turabi mengunjungi saya di kantor, di Washington, ia mengenakan jas mewah terdiri dari tiga bagian. Apa yang dilakukannya tidak berbeda dari para pengusaha yang berpengalaman di Timur Tengah, yang saya kenalnya di Beirut. Selama pembicaraan kami, saya menyadari bahwa ia memiliki pengetahuan luas dan mendalam bagi sebagian besar isu-isu Timur Tengah, serta hubungan Amerika Serikat dan Barat dengan isu-isu tersebut. Hal ini tidak mengherankan, sebab kami tahu bahwa ia Doktor (dalam bidang hukum) dari Paris-Sorbonne University. Dan yang mengejutkan, bahwa ia berbicara dengan fasih bahasa Perancis, Inggris (dan Jerman). Namun yang benar-benar menarik perhatian saya bahwa ia berbicara tentang perlunya menghapus perbedaan antara Syiah dan Sunni, perluasan hak-hak perempuan di dunia Islam, dan juga berbicara secara positif dan percaya diri tentang keberadaan “demokrasi Islam”. Ia adalah tokoh yang sama, yang mendirikan Konferensi Bangsa Arab Islam, yang dipimpin oleh Sudan. Ia mengenakan pakaian tradisional dan sorban, serta sering menjadi tamu kehormatan para pemimpin gerakan ekstrimis dari seluruh dunia.”

2. Ghannouchi juga mengirim surat pada Amerika secara rahasia! “Demikian pula, setelah saya menyampaikan pidato di “Meridian House”. Saya menerima sepucuk surat panjang dari Rasyid Ghannouchi, seorang pemimpin Islam (Ikhwanul Muslimin), oposisi rezim Tunisia yang melarikan diri ke London pada tahun 1989, agar selamat dari hukuman penjara seumur hidup. Ghannouchi, dalam suratnya mengungkap rasa senangnya kepada saya, bahwa isi pidato saya menjelaskan di mana Amerika Serikat benar-benar tidak menganggap Islam sebagai musuh. Ini adalah sebagian dari apa yang ia tulis kepada saya: “Kaum Muslim tidak memiliki perasaan benci bagi Anda, sebagai orang Amerika, dan bukan karena kedudukan Anda sebagai negara adidaya. Namun kami ingin kebebasan kami di negara kami. Kami ingin hak untuk memilih sistem yang kami puas dan senang dengannya. Kami ingin hubungan kami dengan Anda dibangun berdasarkan persahabatan, bukan ketergantungan atau ketundukan. Sehingga, ada kemungkinan untuk bertukar ide dan informasi antara kita, dan pertukaran informasi dan budaya dalam era yang dikuasai oleh landasan kompetisi dan kerjasama, bukan landasan dominasi dan ketundukan.”

Djerejian mengatakan: “Saya sepenuhnya menyadari bahwa tujuan Ghannouchi tidak langsung, yaitu meraih simpati agar mendapatkan visa untuk memasuki Amerika Serikat, di mana kami selalu menolaknya melalui Kementerian Luar Negeri kami untuk memberikan visa kepadanya. Dan ini mencerminkan kata-kata cerdas, yang tentunya AS ingin mendengarnya dari seorang pemimpin Islam yang terkenal. Jika ada bukti konkret atau alasan untuk percaya bahwa suratnya mencerminkan kenyataan ide-idenya! Namun, orang seperti Turabi, yang begitu dihormati oleh Ghannouchi, ia selalu memiliki wajah lain. Ia mendukung revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini, bahkan sering menggunakan istilah Khomeini yang menggambarkan Amerika sebagai “Setan Besar”. Dia juga menggambarkan pemerintahan Bush Senior sebagai “ancaman terbesar bagi peradaban, agama dan perdamaian dunia”. Dan sayangnya, selama badai perang menyapu padang pasir, Ghannouchi mendukung Saddam Hussein.”

Apa itu moderat di mata Barat?

Pertama, American Enterprise Institute (AEI) menerbitkan hasil penelitian dengan judul: “Upaya Untuk Mencari Para Aktivis Islam Moderat” yang dipublikasikan dalam majalah Amerika “Commentary” pada Februari 2008. Sementara rangkuman hasil penelitian itu dipublikasikan di situs “The Washington Report“:

Apa itu Islam moderat dan di mana menemukannya?

Kata “moderat” digunakan untuk jumlah atau tingkat yang lebih sedikit dari sesuatu. Misalnya, kelompok kiri moderat, maka itu tidak terlalu jauh dari kiri. Apakah “seorang Muslim moderat” itu bukan seorang Muslim yang saleh dan benar?.

Dengan mengambil cara ini, berarti pengakuan bahwa Islam bertentangan dengan Barat. Dan masalahnya adalah kebencian yang kuat. Dengan demikian tidak bisa menerima implikasi bahwa terorisme adalah hasil alami dari kesetiaan penuh terhadap akidah Islam. Ini adalah tolok ukur yang harus kami tolak, seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian.

Penelitian ini mencoba untuk memaksa ide “Islam moderat” melalui penyampaian keyakinan-keyakinan baru untuk menginstal sebuah standar Barat bagi “Islam moderat”, yang tidak berbeda dengan standar awal yang dibuat oleh hasil penelitian “Rand”, bahwa eksistensi standar-standar ini berasal dari satu sumber pemikiran Barat. Di mana penelitian mengatakan: “Jika pertempuran kita melawan terorisme berdasarkan bahwa kaum Muslim harus menjadi orang yang kurang beriman dan bertakwa, maka peluang keberhasilan akan minimal dan buruk. Apa yang kita inginkan tidak terkait dengan semangat kaum Muslim terhadap keyakinan agama, melainkan terkonsentrasi pada penerimaan atau penolakan terhadap pluralisme.”

Sebagai bagian dari jawaban untuk pertanyaan “di mana kita menemukan Islam moderat?” Maka hasil penelitian menunjukkan ada empat kelompok kaum Muslim moderat:

Pertama, mencakup semua warga biasa di negeri-negeri kaum Muslim yang mempraktekkan simbol-simbol agama mereka, namun tanpa fokus pada politik dalam kehidupannya. Mereka juga tidak terlibat dalam aksi kekerasan, dan bahkan cenderung tidak mendukungnya.

Kedua, “kaum moderat” dan meliputi juga para rezim, di mana kaum moderat yang berkoalisi dengan Barat termasuk di dalamnya.

Ketiga, termasuk di dalamnya adalah kaum liberal sekuler yang sangat bersimpati dengan nilai-nilai politik dan budaya Barat.

Keempat, termasuk di dalamnya adalah berbagai kelompok Islam yang menggambarkan diri mereka sebagai kelompok yang menentang kekerasan.

Penelitian ini mengatakan bahwa meskipun keberadaan kelompok pertama dan kedua itu penting, namun keduanya tidak memainkan peran penting dalam perang melawan “terorisme”. Mungkin di antara dua kelompok yang ketiga dan keempat ini ditemukan sumber kekuatan baru dalam perang ini, di mana kelompok sekuler liberal yang paling relevan dengan demokrasi dan nilai-nilai Barat. Penelitian ini menambahkan, sayangnya pandangan mereka tidak dibungkus dengan loyalitas, terutama ketika berdiri melawan kekuatan gerakan Islam yang terus berkembang dan tumbuh dengan kuat. Hal ini jelas di Mesir dan di Otoritas Nasional Palestina (kekalahan Fatah dalam pemilihan tahun 2006, sangat menguntungkan bagi Hamas).

Kedua, Khalil Al-Anani di situs Amerika “The Washington Report” mengatakan “Barat masih diselimuti kecemasan akan ekstrimisme Islam, dan masih banyak lembaga dan pusat-pusat penelitian Amerika yang melakukan sejumlah penelitian dan penelitian tentang bagaimana untuk mencapai spesifikasi “Islam moderat”. Penelitian ini menunjukkan bahwa titik awal yang utama, yang harus bagi Amerika Serikat adalah mulai membangun jaringan aktivis Islam moderat yang bersembunyi dalam definisi dan identifikasi mereka, para aktivis Islam. Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa mungkin bisa mengatasi kesulitan dalam menentukan apa hakikat mereka kaum moderat melalui klasifikasi yang dibuat oleh beberapa penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari Institut “RAND”, seperti penelitian Cheryl Benard “Islam Sipil Demokratis“, dan penelitian Angel Rabasa “Dunia Islam Setelah Peristiwa 11 September“.

Dan untuk tujuan ini, penelitian telah membuat beberapa ciri-ciri utama yang dengannya dapat menentukan apa hakikat “Islam moderat” menurut standar Barat. Dan yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. Menerima demokrasi: Menerima nilai-nilai demokrasi Barat merupakan indikator penting untuk mengidentifikasi “Islamis moderat”. Beberapa aktivis Islam menerima demokrasi dengan membuang kata Barat. Sementara yang lain menerima sebagian yang sesuai dengan dengan prinsip-prinsip Islam, terutama prinsip “Syura”, dan mereka berpendapat bahwa “Syura” sinonim bagi demokrasi.

Juga, dengan meyakini demokrasi, maka sama artinya dengan menolak gagasan negara Islam yang dikendalikan oleh para ulama. Oleh karena itu, para aktivis Islam moderat percaya bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki hak bicara mewakili “Allah”.

2. Menerima sumber-sumber tanpa “fanatik” pada undang-undang hukum. Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa salah satu perbedaan utama antara Islam “radikal” dan “moderat” adalah sikap terkait masalah penerapan syariah. Tafsir (interpretasi) tradisional terhadap syariah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, dan tidak menghormati hak asasi manusia. Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa melalui sebuah artikel yang dibuat oleh seorang penulis Sudan, Abdullah bin Nu’aim yang mengatakan bahwa pria dan wanita, orang beriman dan tidak beriman tidak memiliki hak yang sama dalam hukum Islam.

3. Menghormati hak-hak perempuan dan agama minoritas: Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa “kaum moderat” lebih bisa menerima perempuan dan minoritas dari berbagai agama. Mereka berpendapat bahwa kondisi diskriminatif atas perempuan dan minoritas dalam Quran harus dipertimbangkan kembali, karena keadaan yang berbeda dari keadaan yang ada selama zaman Nabi Muhammad. Mereka membela hak-hak perempuan dan minoritas agar mendapatkan semua manfaat dan hak-hak dalam masyarakat.

4. Meninggalkan terorisme dan kekerasan yang ilegal: Di sini, penelitian menegaskan bahwa “Islam moderat” percaya-seperti halnya dalam agama-agama besar-pada pemikiran (ide) “perang yang adil”, akan tetapi harus menentukan sikap terhadap penggunaan kekerasan, kapan penggunaannya dianggap legal dan ilegal?

Pada akhir bagian ini, penelitian membuat serangkaian pertanyaan, semacam tolok ukur yang memisahkan antara “akitivis Islam moderat”, dengan mereka yang “bersembunyi di balik argumen moderasi dan demokrasi, seperti halnya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir,” kata penelitian tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah tes untuk membuktikan sejauh mana kemoderatan dari setiap kelompok Islam atau tidaknya. Dan hal ini dapat tergambar melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Apakah kelompok (jamaah) menoleransi “kekerasan” atau melakukannya? Dan jika tidak menoleransinya, apakah pernah melakukannya di masa lalu?
  • Apakah kelompok (jamaah) mendukung demokrasi sebagai “hak” di antara hak asasi manusia?.
  • Apakah kelompok (jamaah) menghormati semua hukum dan undang-undang internasional untuk perlindungan hak asasi manusia?
  • Apakah kelompok (jamaah) memiliki pengecualian dalam hal hak asasi manusia (seperti kebebasan beragama, misalnya)?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini bahwa seseorang berpindah agama merupakan “hak asasi manusia”?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini pentingnya negata menerapkan hukum pidana (hudud) sesuai dengan hukum Islam?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini pentingnya negara memberlakukan hukum perdata yang sesuai dengan syariah. Dan apakah kelompok (jamaah) meyakini hak orang lain untuk tidak berhukum pada undang-undang seperti ini, dan ingin hidup dalam hukum sekuler?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini pentingnya agama minoritas mendapatkan hak-hak yang sama seperti halnya mayoritas?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini “hak” agama minoritas untuk membangun rumah ibadah sendiri di negeri-negeri kaum Muslim?
  • Apakah kelompok (jamaah) meyakini bahwa sistem hukum didasarkan pada prinsip-prinsip non-agama?

Sekutu potensial: kaum sekuler, liberal dan sufi.

Penelitian menunjukkan bahwa ada tiga sektor penting dalam dunia Islam yang dapat mewakili “inti yang baik” untuk membangun jaringan “aktivis Islam moderat” dalam rangka menghadapi “kaum ekstrimis Islam”. Sektor-sektor ini adalah “kaum sekuler, para aktivis Islam liberal dan moderat, serta kaum tradisional termasuk di antaranya kaum sufi.

Adapun hal khusus terkait kaum sekuler, maka penelitian menunjukkan bahwa arus sekulerisme di dunia Islam, terutama di negara-negara Arab yang sedang menderita kelemahan dan marginalisasi, dengan memperhatikan hubungan erat yang berkembang antara sekulerisme dan rezim totaliter. Penelitian ini menunjukkan adanya tiga jenis kaum sekuler:

Pertama, mereka adalah kaum liberalisme sekuler. Mereka adalah orang-orang mendukung penerapan hukum sekuler di negara-negara Islam. Mereka meyakini nilai-nilai sekularisme Barat, yang didasarkan pada apa yang disebut dengan “agama sipil”.

Kedua, kaum sekuler, dalam hal ini penelitian menyebutnya dengan nama “Attaturkisme”, yang dihubungkan dengan sekularisme Turki, yang melarang setiap manifestasi agama dalam kehidupan publik, seperti di sekolah atau tempat umum. Model yang paling dekat dengan ini adalah Perancis dan Tunisia, sementara contoh terbaik dalam hal ini adalah sikap mereka terhadap masalah hijab.

Ketiga, adalah apa yang oleh penelitian disebut dengan “kaum otoriterisme sekuler”, dan termasuk dalam daftar mereka adalah kaum Baath, Nashiriyin dan neo-komunis. Meskipun sekulerismenya terlihat jelas, namun mereka terkadang memegang beberapa simbol-simbol agama dalam bentuk formalitas saja untuk mendapatkan simpati rakyat.

Adapun aktivis Islam liberal, meskipun mereka tidak setuju dengan ideologi politik kaum sekuler, namun mereka mengemban agenda pemikiran dan politik yang sepenuhnya kompatibel dengan nilai-nilai Barat. Mereka ini datang dari kalangan para aktivis Islam modernisasi.

Penelitian berpendapat bahwa mereka memiliki bentuk khusus dari liberalisme Islam yang kompatibel dengan demokrasi liberal Barat, khususnya yang berkaitan dengan demokrasi, bentuk negara, hak asasi manusia dan pluralisme politik.

Bahkan lebih dari itu, bahwa sikap mereka terhadap masalah penerapan syariah “maju dan membangun” menurut sebuah penelitian, karena mereka melihat hukum Islam (syariah) sebagai sebuah produk historis dan beberapa hukumnya sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sekarang.

Sedangkan “kaum Islam tradisional” dan mistis (sufi), maka penelitian menunjukkan bahwa mereka merupakan sebagian besar penduduk di dunia Islam. Mereka menggambarkan Islam konservatif, mempertahankan jejak pendahulunya, dan berpegang teguh dengan aspek spiritual Islam. Mereka berpegang pada empat mazhab (pendapat) terkait pemahaman mereka tentang Islam.

Lihatlah Beberapa Pemikiran (Ide) Dari Para Pemimpin Gerakan Moderat.

1. Partai an-Nahdhah Tunisia: Pemimpin Gerakan an-Nahdhah di Tunisia, Rasyid Ghannouchi berusaha untuk menghilangkan kekhawatiran yang diungkapkan oleh kaum liberal (para penyeru kebebasan) di Tunisia, ketika Gerakan an-Nahdhah berhasil meraih kekuasaan, dan memberlakukan belenggu Islam atas model kehidupan Barat mereka. Ghannouchi berkata seperti yang dilansir oleh surat kabar Inggris The Times: “Jika Gerakan Islam an-Nahdhah berhasil memerintah (berkuasa) di Tunisia, maka ia akan terus mempertahankan Tunisia sebagai tujuan wisata, dan tidak akan melarang alkohol, atau wanita mengenakan bikini di pantai.”

Ghannouchi berkata: “Saya telah mengunjungi ibukota pariwisata di Tunisia, kota Hammamet. Saya bertemu para pekerja di sektor pariwisata dan pemilik hotel di sana. Mereka bertanya tentang visi saya terkait pariwisata. Saya katakan pada mereka bahwa Islam bukan agama tertutup. Dan kami ingin negara kami terbuka untuk semua negara. Saya katakan pada mereka bahwa kami akan melakukan segala yang kami bisa demi mensukseskan musim pariwisata, bahkan kami ingin menarik wisatawan sebanyak mungkin. Namun, pada saat yang sama kami khawatir terhadap tradisi lokal, dan kami berusaha untuk menempatkannya secara proporsional.”

Menurut laporan pers, Ghannouchi menggarisbawahi bahwa “ini tidak berarti bahwa kami mendorong alkohol. Sebab alkohol ini adalah sesuatu yang haram, dan kami tidak menginginkannya. Namun kami tidak bisa memperlakukan masyarakat dengan kekerasan, tetapi dengan meyakinkan mereka. Tujuan kami bukan untuk menutup alkohol, melainkan mengurangi permintaannya.”

Surat kabar itu menambahkan bahwa Ghannouchi menolak adanya rencana apapun untuk gerakannya, yang dilakukan demi mengejar sebuah majelis konstituante, atau niatnya untuk menjadi presiden, atau bahkan Perdana Menteri. Ia berkata “Aku ingin menjauh dari politik dan bekerja sepenuhnya untuk sosial dan pengembangan intelektual.”

2. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Turki: Erdogan mengatakan: “Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) bukan partai lokal, melainkan model global yang akan membuktikan kepada dunia bahwa Islam dan demokrasi sejalan dan tidak saling berbenturan.” Dan dalam perjalanannya menuju mimpi Turki ini, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mampu memperluas basis pendukungnya dan menarik pendukung dari luar arus Islam, yaitu mereka yang percaya dengan pemerintahnya dan program-program yang membela kepentingannya.

Abdullah Gul berbicara tentang partainya dengan mengatakan: “Kami tidak punya apa-apa untuk disembunyikannya. Masyarakat telah memilih kami, dan mereka tahu siapa kami. Kami tidak menyangkal bahwa kami kaum Muslim yang berkomitmen untuk agama kami. Kedudukan kami sama dengan jutaan rakyat Turki di negeri ini. Kami tidak menyangkal bahwa kami pernah menjadi bagian dari partai dengan orientasi Islam, namun kami mengumumkan kepada publik bahwa kami telah berevolusi dari pemikiran kami, setelah kami belajar dari pengalaman yang kami lalui. Kami telah melakukan kritikan dan koreksi sendiri terhadap langkah yang kami tempuh, dan juga terhadap pemikiran kami. Kami telah menerjemahkan sikap-sikap baru kami ke dalam partai kami yang ingin menjadi sebuah partai konservatif untuk mempertahankan nilai-nilai dasar dalam masyarakat, dan berangkat dari sikap untuk rekonsiliasi dengan apa yang telah kokoh dan stabil, bukan menciptakan konflik atau benturan dengannya. Jika Eropa telah mendirikan Partai Uni Demokratik Kristen (CDU), lalu mengapa kami tidak meniru pengalaman mereka dalam berdemokrasi, dan mendirikan Partai Demokratik Islam. Kami sangat menentang gagasan tentang negara agama. Kami tidak berbicara tentang negara Islam dalam konsep yang umum. Namun kami mengajak untuk mendirikan negara demokrasi sejati, yang menghormati kebebasan rakyat, martabat dan kepercayaan mereka, tanpa ada pembedaan atau diskriminasi.”

Gul menambahkan: “Kami menghormati konstitusi negara yang memberikan komitmen terhadap sekularisme. Namun kami menemukan bahwa istilah tersebut telah menjadi longgar sehingga berpotensi banyak interpretasi, beberapa saling bertentangan, lebih khusus, ada sekulerisme  yang memusuhi agama dan kebebasan, dan yang lain berjalan seiring dengan agama dan membela kebebasan. Sementara kami berada sejalan dengan yang terakhir ini,  dan menolak semua ekstremisme, baik Islam atau sekuler.”

3. Gerakan Islam di Sudan: Sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Forum Al Jahedh yang berkantor pusat di ibukota Tunisia, pada 13 Mei 2011 M. Seminar itu mempresentasikan dan mendiskusikan ide-ide dari Dr Hassan Turabi yang terakhir, yang mengundang kontroversi besar. Prof. Shalahuddin Joursyi menyebutkan ide-ide Turabi yang terakhir, sebagai berikut:

Kebebasan individu dan masyarakat: Dalam hal kebebasan individu dan masyarakat, Turabi membahas sifat negara. Pandangannya merupakan yang pertama dalam pemikiran politik Islam, yang mengadopsi konsep kewarganegaraan, dan menyerukan kesetaraan di antara sesama warga negara. Sebagai wujud dari penerapan pandangannya ini, maka Turabi mendirikan organisasi pertama yang anggotanya terbuka bagi non-Muslim. Dan hal itu ditegaskan dalam AD/ART Front Islam Nasional (NIF). Ia menganggap bahwa hak non-Muslim untuk mencalonkan diri dalam setiap jabatan politik, termasuk kepala negara. Bahkan ia menyatakan bahwa hukum murtad tidak ada dasarnya dalam syariah. Dan yang jelas, setiap warga negara berhak untuk mengubah agamanya.

Dalam bidang etika publik, Turabi menganggap bahwa masyarakat yang menetapkan etika, bukan undang-undang dan ketertiban umum. Dengan demikian, pintu (jalan masuk) perubahan itu bukanlah otoritas atau konstitusi, melainkan masyarakat.

Masalah perempuan: Dalam masalah perempuan, Joursyi mengatakan bahwa Turabi dikenal sangat menolak pemisahan dua jenis kelamin ini. Bahkan ia menyerukan untuk mempertimbangkan kembali masalah menjaga pandangan. Dalam masalah perempuan ini, ia telah melompat jauh sekali dari fiqih Islam. Ia memberikan hak penuh pada perempuan, termasuk bolehnya untuk memimpin negara. Dan ia berani menyentuh beberapa masalah yang sudah ada nashnya, seperti kesaksian seorang wanita, yang menurutnya sama dengan kesaksian seorang laki-laki, bahkan dalam banyak kasus, kesaksian seorang wanita lebih kuat, lebih signifikan dan lebih realistis.

Dalam kasus seorang wanita Muslim dinikahi oleh seorang laki-laki non-Muslim, Turabi menganggapnya bahwa hak seorang wanita Muslim untuk menikah dengan non-Muslim. Joursyi mengatakan bahwa masalah ini bermula dari pertanyaan yang disampaikan oleh salah seorang wanita Amerika Negro, yang baru ini masuk Islam. Ia bertanya kepada Turabi: Apakah ia harus meninggalkan suaminya atau tetap tinggal bersamanya? Dan jawababn Turabi adalah, tetap tinggal bersamanya. Kemudian perkembangan sikap ini menarik bagi semua wanita Muslim.

Joursyi menganggap bahwa sikap Turabi atau fatwanya tentang diperbolehkannya seorang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non-Muslim merupakan solusi bagi masalah yang menimpa puluhan ribu pemudi Muslim yang telah menikah dengan orang asing atau non-Muslim.

Sementara terkait masalah hijab, Turabi menganggap bahwa hijab adalah yang menutupi dada. Dan terkait dengan shalat, Turabi membolehkan wanita menjadi imam laki-laki, dengan syarat bahwa wanita itu yang paling alim (pintar) dari semua orang yang menjadi makmumnya.

Islam Tidak Akan Sampai Pada Kekuasaan Melalui Moderatisme Atau Kaum Moderat!

Amerika sangat ahli dan piawai dalam pencurian revolusi. Amerika benar-benar telah merancang rencana kotor dan mitra keji untuk menjerumuskan gerakan-gerakan Islam dalam perangkap dan konspirasinya, dengan keterlibatannya dalam kekuasaan melalui permainan pemilihan (demokrasi). Dan pada saat itu, maka jadilah gerakan-gerakan itu bagian dari sistem. Selanjutnya gerakan-gerakan Islam itu akan bekerja untuk memelihara sistem, bukan berusaha untuk mengubahnya. Ia akan menjadi alat untuk memoles sistem busuk dan rusak yang ditegakkan di negeri-negeri kaum Muslim, serta fakta bahwa gerakan-gerakan ini akan mengubah kulitnya secara bertahap selama mereka masih menjadi bagian dari sistem. Inilah di antara berbahaya terbesar ketika berpartisipasi dalam sistem kapitalisme sekuler demokratis. Di mana masuknya gerakan Islam dengan mengusung simbol Islam, dan pendukungnya begitu berharap penerapan Islam. Namun, kemudian gerakan Islam beralih pada upaya mencari pembenaran, pembuatan masalah dan asyik di dalamnya, sehingga umat dipaksa agar puas dengan realitas yang ada. Dan umat akan terus diselimuti keadaan ini hingga ada thaghut lain yang memerintah atas nama Islam, padahal menjadikan demokrasi sebagai asas merupakan bentuk perlawanan terhadap Islam?!

Dan yang telah terjerumus ke dalam perangkap ini adalah gerakan Islam di Sudan. Gerakan itu berusaha untuk bisa menerapkan dengan cara kufur, sungguh ini tidak mungkin terjadi? Sebab mesin kufur tidak akan menghasilkan kecuali kekufuran juga. Sedang demokrasi adalah sistem kufur, dengan akidah yang memisahkan agama dari kehidupan; serta menjadikan kedaulatan milik rakyat, bukan milik syariah. Oleh karena itu, demokrasi adalah hukum buatan manusia, bukan hukum dari Tuhan yang menciptakan manusia.

Juga, Amerika mampu menunda penerapan hukum Islam di Sudan, dengan bersandarnya gerakan Islam yang kemudian menjadi “Konferensi Nasional” pada sistem republik, yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Sementara keputusan yang dihasilkannya adalah merobek Sudan menjadi dua bagian, dan mendirikan negara yang bercorak Kristen di selatan. Dan Amerika masih menyuarakan pemisahan Sudan melalui tata pemerintahan yang demokratis!

Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan Partai An-Nahdhah di Tunisia sedang dalam bahaya besar, karena Amerika sedang mempersiapkan untuk keduanya tempat penyembelihan, sebagaimana Amerika menyembelih Mubarak, dan juga Amerika berusaha untuk menghancurkan Sudan. Agar penyembelihan itu dari urat leher hingga urat leher, maka Amerika dan sekutunya benar-benar menunda berdirinya sistem Khilafah yang sesuai syariah. Bahkan akan memperlama penundaannya ketika umat sudah merasa sangat putus asa terhadap gerakan-gerakan Islam yang telah menipunya, bahwa mereka ingin menerapkan syariah Islam, tanpa memberitahu umat bahwa sistem republik demokratis adalah penyebab ketidakadilan, dan bertentangan dengan syariah Islam, bahkan menghalangi penerapan syariah Islam. Bagaimanapun seorang mengklaim bahwa ia akan menerapkan Islam dengan sistem demokrasi, maka ia adalah pendusta. Islam adalah keadilan, sementara demokrasi adalah ketidakadilan itu sendiri, sebab demokrasi berhukum pada manusia dan undang-undang thaghut, bukan pada Sang Pencipta Manusia, yaitu Allah SWT.

Tentang manusia ini Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (TQS. Al-Ahzab [33] : 72). Dan bagi siapa saja yang berhukum pada selain hukum-Nya. Allah SWT berfirman: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan siapakah yang lebih baik daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?.” (TQS. Al-Maidah [5] : 50).

Amerika sedang mencoba untuk memadamkan bara api Islam yang membakar jantung kaum Muslim, dan Amerika berusaha menghambat momentum menuju penerapan Islam melalui sistem Khilafah. Oleh karena itu, Amerika memperlihatkan pada kami bahwa Islam telah berhasil meraih kekuasaan melalui gerakan-gerakan Islam, yang sampainya pada kekuasaan karena pemberian Amerika.

Sistem pemerintahan dalam Islam adalam sistem yang unik dan istimewa, tidak menerima distorsi atau penipuan. Sistem pemerintahan Islam tidak lain adalah sistem Khilafah yang memerintah melalui apa yang diturunkan Allah. Sistem Khilafah adalah sistem yang dipilihkan Allah untuk hamba-Nya, bahkan Allah mewajibkannya. Sistem Khilafah ini yang telah diterapkan oleh Rasulullah Saw, dan dijalankan oleh para Khulafa ar-Rasyidin sesudah beliau, serta setiap Khalifah yang adil sesudahnya. Sistem ini akan kembali, Insya Allah, sebagai bukti kebenaran hadits Rasulullah Saw, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: “…. Kemudian akan ada lagi Khilafah yang tegak di atas metode kenabian.

Siapa saja yang berpartisipasi dalam sistem pemerintahan yang menerapkan hukum selain apa yang diturunkan Allah, maka hal itu akan menjadikan penguasa itu kafir, jika meyakini bahwa Islam tidak layak untuk mengatur masalah pemerintahan. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS. Al-Maidah [5] : 44). Dan menjadikan penguasa itu fasik dan zalim ketika ia tidak menerapkan Islam, namun masih menyakini kelayakan Islam. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (TQS. Al-Maidah [5] : 45); dan “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik .” (TQS. Al-Maidah [5] : 47). Artinya, status minimal bagi siapa saja yang berpartisipasi dalam pemerintah yang menerapkan hukum selain yang diturunkan Allah, adalah zalim dan fasik, di mana keduanya sama-sama mencelakakan. Namun masih ada bahaya lain, bahwa pemerintahan itu melayani kebijakan AS di kawasan itu. Jadi, berpartisipasi dalam sistem ini merupakan kegelapan di atas kegelapan.

Tidak dapat dikatakan bahwa Amerika telah membolehkan para bonekanya untuk melibatkan gerakan-gerakan Islam dalam pemerintahan untuk melayani Islam dan kaum Muslim! Atau bahwa Amerika sepakat membenci gerakan ini, namun karena khawatir akan aksi kekerasan, maka Amerika setuju untuk bernegosiasi dengan mereka dan melibatkan mereka dalam kekuasaan! Tidak dikatakan demikian, bahkan masyarakat umum dan awam, yang sama sekali jauh dari dunia berpikir dan politik, semua tahu bahwa Amerika Serikat bernegosiasi dengan gerakan-gerakan ini dan melibatkannya dalam pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan Amerika dan kepentingan para penguasa pelanggan boneka Amerika di wilayah itu, serta memasukan pendekatan Barat pada gerakan-gerakan ini, lalu menguasainya, dan sama sekali tidak untuk menerapkan Islam dalam realitas kehidupan kaum Muslim. Bukankah Carlucci telah mengatakan seperti yang disebutkan di awal pembahasan ini?

Sungguh, revolusi besar yang telah digelar kaum Muslim harus dijaga dan diwaspadai agar jangan terjebak dengan rencana-rencana Amerika, dan seluruh negara-negara kafir Barat, yakni jangan sampai masuk perangkap yang sengaja dibuat untuk kaum Muslim, khususnya organisasi-organisasi Islam. Oleh karena itu, jangan tertipu oleh pernyataan-pernyataan manis dan negosiasi-negosiasi palsu. Namun kita harus memperkokoh pintu melawan negara-negara kafir penjajah yang dipimpin Amerikan. Mereka semua adalah racun yang membinasakan dan penyakit yang mematikan. Allah SWT berfirman: “Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.” (TQS. Ali Imran [3] : 118).

Sebagai penutup kami tegaskan bahwa Rasulullah Saw telah menyampaikan kabar gembira kepada umat Islam, bahwa Khilafah pasti tegak kembali dengan izin Allah. Khilafah akan menang dengan bantuan Allah, dan tidak hanya menang atas Amerika, pemimpin kekufuran, melainkan juga semua sekutunya yang terlibat dalam memerangi negeri-negeri kaum Muslim, seperti Inggris. Dan terlebih dahulu melenyapkan anak tiri mereka, yaitu negara Yahudi. Kemudian kemenangan akan dirasakan oleh kaum Muslim di mana saja berada yang telah lama menunggu kemenangan itu.

Selain itu, revolusi kemenangan kami ini harus memberikan penghargaan kepada para syuhada yang telah mengorbankan nyawa mereka, yaitu mengganti kezaliman dengan keadilan. Sedang keadilan tidak akan tegak, kecuali dengan sistem Islam. Adapun sistem republik demokratis (pemerintahan oleh rakyat), maka itu adalah sebuah pintu masuknya para thaghut, yang melahirkan thaghut-thaghut yang lain. Karena manusia kebanyakan sangat zalim. Sedang para penguasa melakukan permainan demokrasi melalu pendekatan di antara mereka yang beraktivitas dalam partai dengan mengorbankan rakyat, sehingga memulai rangkaian kezaliman yang baru.

Sesunguhnya, sistem demokrasi itu menciptakan konflik di antara partai-partai terhadap kekayaan dan kekuasaan. Sedang rakyat tertipu bahwa rakyat diperintah oleh dirinya sendiri, padahal ia harus tunduk pada konstitusi dari selain Allah. Dan tidak ada bagi para penguasa demokratis, hingga remah-remah sekalipun, semuanya dikenai beban pajak yang tinggi.

Dan keadilan itu hanya dengan sistem Khilafah, yang merupakan perpanjangan bagi pemerintahan Rasulullah Saw. Khalifah adalah pengganti Rasulullah Saw dalam mengurusi masalah pemerintahan. Dan Khalifah senantiasa diawasi dan dikoreksi oleh umat Islam, baik dalam masalah kecil, apalagi dalam masalah besar. Sehingga benar-benar terwujud maksud dari memimpin manusia dengan keadilan Islam, dan jauh dari tujuan memperbudak dan menzalimi manusia.

Negara Khilafah memiliki konstitusi seperti yang dijalankan oleh Khulafa ar-Rasyidun, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali semoga Allah meridhai mereka sumua. Oleh karena itu, kami yakin dengan adanya Allah, dan kami yakin dengan kewajiban menjalankan syariahnya. Dan untuk membalas darah para syuhada, wajib menegakkan Khilafah dengan konstitusinya yang agung; menendang Amerika dan ide-idenya yang telah memperbudak kita melalui para politisi bodoh dan penguasa tiran. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” (TQS. Hud [11] : 81). Dan hanya kepada Allah-lah kami memohon perlindungan. (Abu al-Izz Abdullah Abdurrahman, Anggota DPP Hizbut Tahrir Wialayah Sudan).

Sumber: al-Waie (arab), Nomor 295-296-297, (edisi khusus dan unik), tahun ke-26: Sya’ban, Ramadhan, Syawal 1432 H./ Juli, Agustus, September 2011 M.

2 comments

  1. Subhanallah, analisa yg mantap!

    Semoga semakin menyadarkan kita atas segala tipudaya dari kafir penjajah utk “mengulur” waktu kematiannya dan menjadikan ummat utk bergabung dalam perjuangan di atas mabda’ Islam yg lurus tanpa keluar sehelai rambutpun dari mabda’ tersebut…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*