Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton pada tanggal 18/10/2011 melakukan kunjungan Libya yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Menurut pejabat AS bahwa tujuan dari kunjungan Clinton adalah melakukan pembahasan dengan para pejabat Libya tentang mekanisme transisi menuju proses politik untuk menjalankan negara.
Setelah Clinton tiba, ia menjawan pertanyaan para wartawan. Dalam menanggapi pertanyaan, “apakah Amerika akan bekerjasama dengan para aktivis Islam.” Ia menjawab bahwa “Amerika akan mendukung setiap proses demokrasi yang menghormati konstitusi, hak minoritas dan perempuan.” Bahkan Clinton “memperingatkan akan orang-orang yang menginginkan pemilu, dan setelah terpilih mereka tidak ingin pemilu yang bebas.”
Clinton mengumumkan bahwa Amerika akan meningkatkan kontribusinya sebesar 40 juta dolar untuk melacak adanya senjata berbahaya dan kemudian menghancurkannya. Di Libya ada sekitar 20 ribu rudal anti-pesawat, yang oleh Barat dikhawatirkan jatuh kelompok militan. Sebagian darinya telah dihancurkan, dan sisa sedang dalam pencarian. Sebab sebagian besar keberadaannya masih belum diketahui, seperti yang diumumkan oleh negara-negara NATO.
Perlu diketahui bahwa sebelum Clinton, Presiden Prancis Sarkozy dan Perdana Menteri Inggris, keduanya telah berkunjung ke Libya. Keduanya menekankan transisi politik yang demokratis di Libya. Kemudian disusul oleh Perdana Menteri Turki Erdogan, yang juga dalam rangka memasarkan komoditas Barat yang najis dan kotor, yaitu demokrasi dan sekulerisme. Dan sebelum berkunjung ke Libya, Erdogan juga telah memasarkan komoditas Barat yang najis dan kotor di Mesir. Namun ia mendapat reaksi keras dari rakyat Mesir. Bahkan di antara mereka ada yang menganggapnya telah murtad, serta memintanya untuk bertobat dan kembali kepada Islam.
Pekerjaan Erdogan sebagai broker, dengan mempromosikan komoditas Barat yang najis dan kotor ini, dengan berharap imbalam agar terus mendapatkan restu dari negara-negara Barat yang menjadi tuannya, yaitu Amerika dan Eropa. Sehingga dengan demikian ia akan tetap berkuasa. Seperti diamnya negara-negara kafir Barat atas hutang luar negeri Turki yang naik empat kali lipat dalam pemerintahannya hingga mencapai sekitar 400 miliar dolar. Juga, agar Turki diterima masuk Uni Eropa, ketika misinya benar-benar untuk demokrasi dan sekulerisme, serta tidak terkait Islam sama sekali.
Terutama sejak suara-suara Eropa yang menolak masuknya Turki dalam Uni Eropa, tampaknya dilatarbelakangi oleh ketakutan akan masuknya Islam ke Eropa, seperti yang terjadi selama pemerintahan Utsmani yang mengemban Islam ke Eropa. Bahkan Islam berhasil masuk ke jantung Eropa, ketika tentara kaum Muslim mengepung kota Wina.
Dalam hal ini, tampak bahwa para pemimpin Barat kompak dalam bekerjasama di Libya, yaitu menjadikan Libya sebagai negara demokratis, dan mencegah kembalinya pemerintahan Islam ke Libya, seperti pada era kekhalifahan sebelum Libya diduduki dan dijajah oleh Italia beberapa dekade yang lalu. Dan kemudian diikuti oleh kolonialis Inggris, yang telah keluar dan meninggalkan para bonekanya seperti Gaddafi. Sekarang Gaddafi telah ditendang, dan mereka sedang mencari para boneka yang lain setelah pemberontakan dan revolusi terhadap Gaddafi dan rezimnya.
Jadi, kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Clinton adalah dalam rangka untuk mengkonfirmasi hal itu. Juga, ada faktor bersama lainnya di antara mereka terhadap Libya, yaitu penghancuran kekuatan militernya, seperti yang telah mereka lakukan di Irak, di mana salah satu tujuan mereka adalah penghancuran kekuatan dan industri militernya, agar tetap berhubungan dengan Barat, industrinya, pendanaannya dan kebijakannya, serta membuat negara tidak memiliki kemampuan untuk melawan Barat, ketika rakyat negara itu berhasil menduduki pemerintahan dan menegakkan sistem Islam.
Oleh karena itu, sekarang mereka mencari senjata berbahaya, seperti yang mereka katakan, bukan senjata pemusnah massal, sebagaimana yang mereka katakan tentang masalah senjata Irak. Mereka menjadikannya sebagai dalih untuk melancarkan perang terhadap Irak. Sehingga mereka berhasil menghancurkan Irak, serta menghancurkan senjata dan kekuatannya.
Sekarang mereka memunculkan istilah baru, yaitu “senjata berbahaya”. Sehingga ketika mereka tidak menemukan jenis senjata yang mereka cari, maka mereka pun melakukan penghancuran terhadap senjata Libya apa saja yang mereka inginkan.
Namun, di antara negara-negara kafir Barat itu ada faktor-faktor yang mereka tidak sama, yaitu persaingan dan perlombaan untuk memakan mangsanya, seperti yang dilakukan para serigala lapar. Namun, negara-negara penjajah Barat adalah serigala-serigala yang tidak pernah kenyang. Sehingga mereka ingin memakan segala sesuatu, dan tidak menyisakan untuk penduduk negeri itu, kecuali remah-remah dan tulang, itu pun yang masih tersisa. Oleh karena itu, para pemimpin Barat berlomba untuk menjamin kepentingan keamanan dalam berebut kekayaan minyak Libya (kantor berita HT, 23/10/2011).