Sabar melawan hawa nafsu lebih sulit daripada sabar menghadapi pertempuran dan lebih besar pahalanya. Pemberani yang maju ke medan pertempuran, ia sedang mengunyah nikmatnya kemenangan dengan gerahamnya. Sehingga apabila telah ada pertempuran sengit, maka jiwanya bersemangat dan bergelora. Sementara orang mukmin yang berperang melawan hawa nafsu, ia sedang menelan pahitnya larangan (meninggalkan perkara-perkara haram). Sehingga apabila ia bersih kukuh pada kesabaran, maka jiwanya berpaling dan menangis. Pemberani yang berperang melawan musuh-musuhnya-maka itu dilakukan bisa saja-karena riya’ (hipokrit), sum’ah (gila hormat), fanatisme dan berharap ridha Allah. Namun, orang mukmin itu tidak berperang melawan hawa nafsunya, kecuali karena ketaatan dan semata-mata berharap ridha Allah.
Mushtafa as-Siba’i, dalam kitabnya “Hakadza Allamatni al-Hayah, Begitulah Kehidupan Mengajariku”.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 07/12/2011.
Subhanallah