MHTI Gorontalo Kritisi Masalah Kesehatan Di Indonesia
HTI Press. Kesehatan adalah hak asasi setiap orang dan negara bertanggungjawab mutlak memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi setiap individu rakyat.
Namun saat ini rakyat kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan memadai dan terpaksa mencukupkan diri dengan pelayanan kesehatan yang sangat memprihatinkan, bahkan tidak manusiawi.
Seperti penuturan Since, ibu rumah tangga yang menjadi peserta Diskusi Telaah Kritis Masalah Kesehatan di Indonesia yang diadakan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia-DPD I Gorontalo, (Ahad, 27/11) di Aula Universitas Ichsan Kota Gorontalo. Since menuturkan ketika putranya yang berusia 13 tahun sudah 2 hari menderita sakit tipus. Dengan berbekal kartu Asuransi Kesehatan (ASKES), Since membawa putranya tersebut ke Rumah Sakit Polamonia Makassar untuk berobat. Namun, meski sudah diperiksa dokter, tapi tidak kunjung segera diberi obat. Kala ditanyakan kepada pihak pelayanan rumah sakit, kenapa tidak di berikan obat, jawabannya hanyalah “Tunggu saja”. Untuk fasilitas kamar yang diberikan pun tidak sesuai dengan pelayanan golongan III b. Yang diberikan malah ruangan kelas bangsal, dan untuk tempat tidurnya pun diberikan tempat tidur box bayi atau tempat tidur anak-anak bukan remaja usia 13 tahun. Karena kecewa atas pelayanan rumah sakit tersebut Since membawa pulang anaknya.
Keadaan ini semakin diperburuk dengan penetapan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dimana negara kian berlepas tanggung jawab mengurusi kesehatan rakyatnya. Ungkap
Dr. Rahmawati PPDS Anestesiologi di RSU Dunda Kabupaten Gorontalo dalam diskusi tersebut.
Setelah dianalisis, UU ini mengalihkan tanggung jawab pemerintah kepada individu atau rakyat melalui iuran. Jaminan tersebut hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja, tidak merata dan hanya bersifat parsial, bukan keseluruhan. Dana yang dikumpulkan dari 250 juta rakyat Indonesia tersebut akan disetor ke BPJS, dan dikuasakan ke Wali Amanah, yang independen dan tidak ada campur tangan pemerintah. “Sangat dimungkinkan dana tersebut dapat dimanfaatkan rezim neoliberal untuk mem-bailout sektor finansial jika terjadi krisis. Tentu saja yang diuntungkan dengan pemberlakukan UU tersebut adalah para pemilik modal dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor financial,” papar dr.Rahma.
Ustazah Aliyah Afifah, Aktivis Muslimah HTI DPD I Gorontalo menjelaskan seluruh permasalahan di bidang kesehatan sesungguhnya dapat diselesaikan dengan syariah Islam. “Sebab penyelesaian masalah kesehatan dalam sistem kapitalis saat ini hanya bersifat solusi tambal sulam. Tidak menuntaskan persoalan kesehatan secara menyeluruh,” urai Ustazah Aliyah. Pandangan Islam yang tinggi terhadap kesehatan itu sesungguhnya bagian integral dari totalitas sistem kehidupan Islam. Sistem ini didisain Allah SWT secara unik untuk diterapkan pada institusi politik, yakni Khilafah.
Rasulullah SAW telah membangun fondasi kokoh bagi perterwujudan upaya preventif-promotif dan kuratif. Ini terjadi saat syariah Islam turun secara sempurna dan diterapkan secara sempurna pula. Upaya preventif terwujud dalam pola emosi, pola makan, pola aktivitas, kebersihan, lingkungan, dan perilaku seks sehat. Selain itu penyakit epidemi terkarantina dan tercegah dengan baik. Hal ini niscaya dapat dinikmati saat syariah Islam diterapkan secara kaffah.
Lebih lanjut, Ustazah Alifah mengatakan layanan kesehatan yang berkualitas serta gratis sudah dicontohkan selama berabad-abad melalui sistem kekhilafahan. Dan sangatlah mudah bagi Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya di bawah sistem yang mumpuni, yakni sistem yang berasal dari Allah SWT.
Tanggapan para peserta secara keseluruhan sepakat bahwa harus ada upaya yang serius untuk menyadarkan masyarakat tentang penting dan wajibnya kita untuk kembali kepada sistem Islam, dan bersama-sama mewujudkannya di tengah-tengah umat.[]