HTI Press. Kesenjangan kekayaan, penguasaan sumber daya alam oleh asing dan korupsi menjadi catatan tokoh-tokoh Islam dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2011, Kamis (22/12) di Wisma Antara, Jakarta. Menurut Majalah Forbes yang dirilis November lalu, 40 orang terkaya di negeri ini menguasai US$ 85,1 milyar dari US$ 752 milyar PDB Indonesia.
Artinya, 40 orang menguasai 11 persen kekayaan Indonesia, sedangkan lebih dari 240 juta rakyat Indonesia memperebutkan sisanya. Bahkan sekitar 57 juta orang atau 24 persen di antaranya penghasilannya kurang dari Rp 280 ribu per bulan!
“Hal ini menunjukkan lebarnya kesenjangan dan buruknya distribusi kekayaan di negeri ini,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto.
Ismail pun menyoroti ironi negeri yang kaya akan tambang ini. “Kekayaan alamnya melimpah, namun hasilnya kekayaan alam tersebut hanya dinikmati oleh perusahaan asing, contohnya Freeport yang bercokol di Papua,” ungkapnya.
Korupsi pun tidak luput dari sorotan dalam acara talkshow Halqah Islam dan Peradaban (HIP) Edisi Khusus Akhri Tahun itu. “Di tahun 2011 perhatian kita dikuras dengan kasus korupsi Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti. Namun, kasus korupsi tersebut hanyalah secuil dari banyaknya kasus korupsi di negeri ini,” jelas Ismail.
Sedangkan Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI Arim Nasim menegaskan bahwa kesejahteraan tergantung pada politik ekonomi yang diterapkannya. Politik ekonomi itu tercermin dalam APBN. ” APBN Indonesia kalau kita telusuri ternyata sangat kapitalistis,” ungkapnya.
Dari sisi penerimaan sangat mengandalkan pajak. Sumber daya alam tidak menjadi perhatian pemerintah untuk menjadi pemasukan negara. Karena harta yang sejatinya milik rakyat yang wajib dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat malah dikuasakan kepada asing.
Gara-gara menerapkan sistem demokrasi dan kapitalisme yang merupakan perangkap penjajah itu pemerintah di hadapan asing pun menjadi sangat lemah. “Jangankan untuk mengambil alih bahkan untuk memintah royalti saja sangat sulit.” sindir Arim.
Ketua Lajnah Siyasiyah Farid Wadjdi pun membenarkan pendapat Arim. “Demokrasi meniscayaakan kerjasama antara penguasa dan penguasa yang berdampak merugikan rakyat banyak!” tegas Farid.
Menurut Farid, demokrasi yang berbiaya mahal itu membuat para politisi mau tidak mau bekerja sama dengan penguasa lokal maupun asing untuk membiayai kampanyenya. “Sebaliknya, para pengusaha membiaya politisi untuk mengamankan kepentingannya,” tegasnya.
Maka, seperti yang ditegaskan Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI KH Hafidz Abdurrahman, kaum Muslim harus berjuang menegakkan kembali sistem yang mencegah terjadinya distribusi kekayaan yang tidak merata, tindak korupsi, dan penguasaan sumber daya alam oleh asing yakni syariah Islam dalam bingkai khilafah.
“Kaum Muslim wajib memperjuangkan kembali tegaknya syariah dalam bingkai khilafah seraya mencampakan demokrasi maupun kapitalisme,” ajak Hafidz.
Sedangkan tokoh Islam lainnya yang turut hadir dan memberikan catatan akhir tahun yang menegaskan bahwa di 2011 derita rakyat tidak kunjung reda, di antaranya adalah KH Djauhari Syamsuddin (Ketua Umum Syarikat Islam), Fakhurrazi (Wakil Sekjen KAHMI), M Sabil Raun (DPP Al Ittihadiyah) dan Adhan Khan (advokad).[]fm