Persekongkolan elite politik dengan pemilik modal mewarnai hampir setiap konflik agraria yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Kongkalikong kedua pihak tersebut kemudian dinilai mengakibatkan terpinggirnya kepentingan warga. “Pemerintah lebih berpihak pada swasta, bahkan mereka (pemerintah) bagian dari (pengusaha) itu, korporat otokrasi, persekongkolan kepentingan modal dengan elite politik,” kata Direktur Eksekutif Nasional, Wahana Lingkungan Hidup, Berry Nahdian Furqon di Jakarta, Senin (26/12/2011).
Berry mengomentari sejumlah konflik yang terjadi antara warga dengan perusahaan sekitar seperti di Bima, Nusa Tenggara Barat. Seperti diketahui, terjadi bentrokan antara warga dan aparat kepolisian di Bima yang berupaya menghentikan aksi blokade Pelabuhan Sape, Bima. Warga menuntut pencabutan SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang izin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).
Menurut Berry, pemberian izin tambang PT SMN ini tidak melalui persetujuan warga terlebih dahulu. Hal serupa juga terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit, Mesuji, Lampung. Berry menduga, ada permainan uang yang melibatkan pengusaha dan elit politik di balik konflik tersebut. “Pengusaha butuh mudah, lahan, jaminan kepastian, siapa yang akan fasilitasi? Pemerintah. Sementara elite politik ini butuh modal untuk dapat berkuasa terus,” ungkapnya.
Jika dicermati, lanjut Berry, menjelang pemilihan kepala daerah, marak penerbitan izin-izin usaha seperti usaha pertambangan, perkebunan, yang dikeluarkan pemerintah daerah terkait. Izin-izin tersebut cenderung diterbitkan tanpa melalui prosedur yang semestinya. “Izinnya legal tapi tidak prosedural, banyak aturan yang dilangkahi, seperti tidak punya dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), belum punya konsultasi dengan warga sehingga memunculkan konflik. Di Bima ini warga belum sepakat, pemerintah sudah izinkan ini,” tuturnya.
Menurut data Walhi, menjelang Pilkada, pada tahun lalu pemerintah daerah Bima menerbitkan setidaknya 15 izin pertambangan di daerah itu. Akibat kongkalikong ini, katanya, kebijakan yang diterbitkan pemerintah daerah tidak lagi pro terhadap rakyat. Terkait konflik agraria ini, Walhi dan lembaga swadaya masyarakat lainnya tengah menggalang dukungan internasional. “Agar jaringan internasional kirim surat ke DPR, SBY, jaringan di 74 negara,” kata Berry.(kompas.com, 26/12/2011)