PENGUNDURAN diri Prijanto dari posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta kian memperpanjang daftar kepala daerah dan wakilnya yang pecah kongsi. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bahkan hampir semua pasangan berpisah sebelum masa jabatan berakhir.
“Ini terjadi di nyaris seluruh provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jadi, pengunduran diri Prijanto bukan hal aneh,” kata juru bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek di Jakarta, kemarin.
Kekompakan kepala daerah dan wakilnya, jelas Reydonnyzar, cenderung bersifat sementara. Berdasarkan data Kemendagri, dari 244 pemilu kada pada 2010 dan 67 pada 2011, hampir 94% pemenang pecah kongsi setelah menjabat. Hanya 6% yang tetap solid berpasangan pada pemilihan periode selanjutnya. “Kebanyakan berhadapan.”
Reydonnyzar menambahkan, pecah kongsi sering menyebabkan inefektivitas dalam pemerintah daerah. Hal itu biasa terjadi pada dua tahun jelang pemilu kada berikutnya. “Di sanalah sering kali terjadi politisasi birokrasi yang berakibat layanan publik terhambat,” ujarnya.
Dampak pecah kongsi tidak jarang pula berlanjut ketika salah satu pihak memenangi pemilu kada. “Pernah ada kepala daerah yang mencopot 14 kepala dinas karena dinilai tidak mendukung dirinya saat pemilu kada.”
Atas dasar itu, jelasnya, dalam revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah pemerintah mengusulkan agar pemilu kada ke depan hanya memilih kepala daerah. “Kepala daerah yang baru akan memilih wakil dari kalangan birokrasi enam bulan setelah dilantik.”
Namun, menurut pakar politik dari CSIS, J Kristiadi, usulan itu tak akan menyelesaikan masalah. “Penyakitnya bukan dari sistem, melainkan watak dan kualitas pejabat yang hanya berebut kekuasaan,” cetusnya.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menganggap pejabat yang mundur sebelum masa tugasnya berakhir karena alasan tertentu sama dengan melecehkan pemilih. Karena itu, ia mengingatkan publik berhati-hati dan selektif dengan figur yang mengkhianati amanah. (mediaindonesia.com, 27/12/2011)