Dari beberapa kejadian akhir-akhir ini, seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera merestrukturisasi Polri.
Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin di Jakarta, Senin (26/12). Politikus PDIP ini menilai, sejak dipisah dari ABRI (TNI) seharusnya Polri menata diri menjadi polisi sipil yang soft dalam menyelesaikan masalah-masalah di lingkungan masyarakat.
“Kenyataannya justru kebalikannya, reformasi Polri justru meniru gaya dan cara-cara militer, dari mengayomi menjadi melibas, dari hanya melumpuhkan menjadi mematikan,” ujarnya.
Misalnya, kata dia, senjata yang dipakai Brimob bukan lagi senjata untuk melumpuhkan tetapi senjata-senjata sekelas pasukan komando.
“Ironisnya lagi, Brimob kita malah tak memiliki tameng, helm huru-hara, gas air mata atau water canon. Tapi malah melengkapi diri dengan senjata mesin otomatis, sangkur, dan panser. Bahkan dalam HUT Bhayangkara 1 Juli, satuan Polantas berdefile memakai pedang kavaleri TNI AD.”
Di samping itu, struktur organisasi yang dipakai juga seperti TNI zaman Orde Baru, mulai dari kapolsek mempunyai hierarki vertikal ke atas ke kapolres, kapolda, kapolri sampai presiden sebagai kepala tertinggi polisi negara.
“Polisi di mana pun biasanya menggunakan organisasi kewilayahan, kepala polisi di walayah tertentu bertanggungjawab kepada otoritas sipil setempat. Sekarang Polri juga menjadi lembaga yang super, mereka yang membuat program, mereka juga yang membuat rencana anggaran, meminta anggaran, menggunakan anggaran, bahkan mereka juga yang mengevaluasi kinerjanya.”
Menurut Hasanuddin, seharusnya ada sebuah kementerian yang membawahinya, seperti juga Kemenhan untuk TNI.
“Saya tak habis pikir mengapa Presiden SBY tak mau belajar dari pengalamannya untuk segera meredisposisi dan restrukturisasi Polri . Atau barangkali ada keuntungan lain bagi pemerintah sekarang ini bila polri di bawah langsung Presiden,” tukasnya.(mediaindonesia.com, 27/12/2011)