Ini Pemicu Bentrokan Warga dengan Perusahaan Tambang dan Polisi
Bawang merah menjadi alasan kuat masyarakat Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menolak kehadiran tambang emas di daerah tersebut karena merusak lahan dan mata pencaharian mereka.
“Bawang merah alasan kuat orang Bima menolak tambang emas. Kehadiran tambang emas dipercayai akan membuat susutnya debit air irigasi lahan pertanian, khususnya tanaman bawang merah, mata pencaharian mereka,” kata koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Andrie S Wijaya di Jakarta, Rabu (28/12).
Di Kabupaten Bima, luas lahan bawang merah mencapai 13.663 hektare yang disebut bawang Keta Monca dan menjadi komoditas unggul daerah tersebut. Hasil panen Keta Monca dipasarkan hingga ke daerah lain bahkan sampai luar negeri.
Bawang Keta Monca dikenal memiliki mutu dan ciri khas sendiri, serta banyak diminati konsumen baik dari Bali, Jawa, Makassar dan Banjarmasin maupun luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. Bahkan sejak 2009, Kabupaten Bima dijadikan sentra benih bawang merah nasional.
Produksi bawang merah Kabupaten Bima pada 2009 mencapai 113.542 ton, meningkat 49,41 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian produksi bawang merah Kabupaten Bima merupakan komoditi ekspor guna memenuhi kebutuhan daerah lainnya utamanya Pulau Lombok (BPS, 2009).
Luas lahan untuk pengembangan bawang merah di kabupaten Bima tercatat 13.663 hektare, yang telah dimanfaatkan seluas 6.710 ha tersebar di Sape, Lambu,Wera, Ambalawi, Belo dan Monta.
Pada 24 Desember 2011, merupakan hari keempat warga yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) melakukan aksi penolakan, menduduki pelabuhan Sape. Aksi tersebut bukan yang pertama kali dilakukan menolak kehadiran tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara, perusahaan yang mendapat izin usaha penambangan pada 2008 selama 25 tahun.
Lahan untuk usaha pertambangan itu mencapai 24.980 ha di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu. Sekitar 95 persen saham PT SMN sebagian besar dimiliki PT Arc Exploration Ltd dari Australia.
Menurut Andrie, penolakan warga terhadap tambang emas karena mereka belajar dari potret buruk tambang emas di Batu Hijau juga untuk melindungi sumber air.
Pendudukan Pelabuhan Sape menimbulkan bentrok antara aparat dengan warga sehingga empat orang meninggal dan sembilan lainnya kritis serta sekitar 40 orang lebih ditangkap pada pagi hari saat pendudukan pelabuhan Sape.
“Seharusnya pemerintah Bima mendukung pilihan warganya, mengembangkan pertanian, dan model ekonomi lainnya yang lebih berkelanjutan,” tandas Andrie. (REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rabu, 28 Desember 2011 15:01 WIB)