Ibu Dalam Lingkaran Korupsi
Banyak orang masih terlena dengan euphoria tahun baru. Namun, hanya sedikit orang yang mau merenung dan insrropeksi apa yang telah terjadi di tahun lalu. Hari Anti Korupsi Sedunia dan Hari Ibu merupakan peristiwa yang diperingati setiap setiap akhir tahun. Namun hal tersebut serasa hanya rutinitas semata. Fakta yang ada korupsi makin menjadi di negeri Indonesia ini. Laksana kanker stadium empat, korupsi sudah metastase ke mana-mana, menyerang setiap sel dalam tubuh. Dalam tahun 2011 lalu setidaknya ada beberapa ibu-ibu yang tersangkut masalah korupsi atau temannya korupsi yaitu suap. Malinda Dee, Mindo Rosa Manulang, Angelina Sondakh, Miranda Goeltom, Nunun Nurbaiti, Ni Luh Mariani, Engelina Patiasina dan Budiningsih adalah sederet nama yang tesangkut dalam peristiwa korupsi dan suap. Mengapa para ibu ikut terjebak dalam lingkaran korupsi?
Akar Masalah
Jika kita cermati, para ibu yang menjadi pelaku korupsi dan suap adalah orang-orang yang berkecukupan dalam hidupnya. Malinda Dee adalah Manajer Relationship Citibank yang berpenghasilan 1 M per tahun ketika melakukan penggelapan dana nasabah sebanyak 17 M. Mindo Rosalina merupakan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri saat terjerat kasus korupsi. Angelina Sondakh masih menjabat anggota DPR RI ketika tersangkut kasus wisma atlit Jakabaring. Suaminya yang sudah almarhum saat itu memiliki jabatan yang sama. Miranda Goeltom saat ini menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Nunun Nurbaiti adalah istri mantan wakapolri Adang Daradjatun yang saat ini juga menjabat sebagai anggota DPR RI. Sedangkan Ni Luh Mariani, Engelina Patiasina dan Budiningsih adalah tiga dari 26 anggota Komisi IX DPR RI yang tesangkut masalah cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom yang diberikan oleh asisten Nunun Nurbaiti, Arie Malangjudo.
Dalam gelimang harta para ibu tersebut masih mau mengambil harta yang sebenarnya bukan merupakan haknya. Mengapa demikian? Indonesia, yang merupakan rumah megah kapitalisme telah mendorong para penghuninya untuk melakukan hal-hal yang serba boleh. Gaya hidup yang hedonis ala selebritis telah mendorong para ibu untuk selalu memenuhi keinginannya. Dalam prinsip kapitalis, keinginan adalah kebutuhan dan harus dipenuhi. Pergaulan mahal sosialita, jalan-jalan keluar negeri, makan di restoran mewah, belanja barang-barang bemerek, permak kecantikan merupakan kebiasaan para ibu pejabat atau para ibu yang beruang saat ini. Dus, berapun besar gajinya atau gaji suaminya tidak pernah cukup untuk memenuhi keinginanya. Akhirnya akan mendorong para suami atau dirinya sendiri untuk mendapatkan uang secara instan meskipun haram. Korupsi, broker suap atau penerima suap menjadi pilihan.
Hidup model kapitalis telah menyeret para ibu masuk dalam pusaran arus korupsi yang kebanyakan dilakukan oleh para bapak. Liberalisme dan sekulerisme yang merupakan ajaran kapitalis telah menjadikan manfaat -bukan benar dan salah menurut agama-sebagai standar kehidupan. Demokrasi yang merupakan aplikasi kapitalis dalam sistem pemerintahan telah menetapkan suara terbanyak sebagai hasil suatu keputusan. Prinsip ini tentu akan rentan terhadap tindak kejahatan para anggota dewan yang menetapkan hukum, perundang-undang atau kebijakan negara. Kejahatan kerah putih semacam korupsi dan suap akan cenderung dilakukan secara berjamaah atau sistemik. Toh perbuatan tersebut bisa ditutupi dan diselamatkan secara berjamaah pula dengan suara terbanyak. Polemik moratorium remisi bagi koruptor adalah salah satu buktinya. Tidak aneh jika banyak kasus-kasus kejahatan kerah putih yang menguap begitu saja tanpa penyelesaian yang pasti, jelas dan adil. Sebab, jika dibuka secara benderang maka banyak dari mereka yang akan terlibat. Kasus bill out Bank Century contohnya, sampai saat ini tidak jelas nasibnya. Lagi pula, dalam sistem kapitalis uang yang menentukan segalanya. Koruptor bisa divonis bebas jika berhasil menyuap para penegak hukum; polisi, jaksa, hakim atupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus Nunun Nurbaiti bahkan bisa mengendalikan dokternya, sehingga bersedia memberikan pernyatakan jika Nunun mengalami amnesia, yang bertolak belakang dengan kesimpulan dokter dari KPK. Jadi, sistem kapitalislah yang menjadi akar masalah terjadinya berbagai tindak korupsi maupun suap.
Solusi Tepat
Solusi untuk memberantas korupsi yang tepat sebenarnya hanya satu, yaitu ganti sistem kapitalis dengan sistem Islam, yang menerapkan hukum-hukum atau syariah Allah SWT kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Allah-lah pencipta manusia dan Allah pulalah yang paling tahu hukum apa yang pas baginya. Dengan demikian hukum yang diciptakan Allah pasti adil bagi semua orang.
Dalam sistem Islam setiap orang dikondisikan untuk memiliki ketakwaan individu. Masyarakat juga berfungsi sebagi kontrol sosial, karena ada anjuran beramar ma’ruf nahi munkar, juga saling menasehati dalam kebenaran seperti yang tercantum dalam QS Al ‘Asr ayat terakhir. Negara bertugas untuk menerapkan hiku-hukum Islam secara keseluruhan, sekaligus memberikan sanksi bagi siapapun yang melanggarnya. Kejituan dan keagungan hukum-hukum Islam bisa menjadi pencegah bagi siapa saja yang berniat melakukan kejahatan. Selain itu juga bisa memberikan efek jera bagi orang yang terlanjur melakukan kejahatan. Untuk itu wajib bagi setiap orang yang mengaku muslim , berjuang untuk mewujudkan kembali sistem Islam dalam kehidupannya.
Seiring dengan perjuangan penegakan sistem Islam wajib pula bagi setiap muslim menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam, termasuk korupsi. Ketetapan tersebut ada di QS At Tahrim : 6 yang artinya; “Hai orang-oarng yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Peran Strategis Ibu
Ibu-baca isteri- adalah pengatur keuangan keluarga. Kepandaian dia mengelola keuangan akan menentukan sejauh mana kebutuhan keluarga bisa terpenuhi dengan optimal. Hal pertama yang harus dilakukan seorang isteri adalah, menerima nafkah keluarga dari suami dengan penuh rasa syukur. Bersyukur bahwa Allah SWT telah memberikan rizki, bersyukur bahwa suami bisa menunaikan kewajibannya memberikan nafkah keluarga, juga bersyukur bahwa dirinya masih diberi amanah untuk mengatur belanja keluarga.
Rasa syukur bisa diwujukan dengan membelanjakan uang yang menjadi kewenangannya dalam hal-hal yang diperbolehkan oleh syara’, juga memprioritaskan hal-hal yang memang benar-benar diperlukan keluarga. Tidak pernah mengerutu dengan berapapun uang yang bisa dia kelola, karena suami sudah berusaha dengan maksimal. Toh, Allah-lah yang Maha Mencukupkan Rizki dengan segala bentuk kuasa-Nya. Keyakinan akan janji Allah bahwa Dia akan menambah pemberian rizki-Nya bagi hamba yang selalu bersyukur kepada-Nya, harus selalu tertanam dalam kehidupannya. Dengan demikian isteri tidak akan pernah terdorong dan tidak akan mendorong suaminya untuk mencari pendapatan dengan cara-cara dilarang syara’.
Seorang isteri harus selalu mengingatkan suami, agar mencari penghidupann yang halal. Cukup tapi halal lebih baik daripada berlebih tapi haram, karena kehalalan akan membawa keberkahan dan keharaman akan memmbawa pada kehidupan yang sempit.
Sebagai seorang ibu, harus mendidik dan mengajarkan kepada putra putrinya tentang halal dan haram, sekaligus memberikan contoh bagaimana menerapkannya. Anak-anak yang telah dididik untuk taat kepada Allah sejak dini, termasuk aplikasi halal dan haram, Insya Allah akan mengarungi kehidupan mereka dengan selalu mengingat Allah di manapun mereka berada, sehingga terhindar dari hal-hal yang dilarang agama.
Ibu, juga merupakan bagian dari umat. Selain ranah domestik yang harus diurus, dia juga memiliki kewajiban dakwah untuk membangkitkan umat kembali dalam meraih kehidupan Islam yang penuh berkah. Yaitu, perjuangan bersama untuk menegakkan syari’ah dan khilafah.
Penutup
Seorang wanita sekaligus isteri dan ibu memiliki kewajiban dalam ranah domestik dan publik yang harus sama-sama dilaksanakan, termasuk mencegah keluarganya dan masyarakat dari tindak korupsi. Untuk itu harus berusaha semaksimal mungkin agar kedua kewajiban tersebut bisa sama-sama dilaksanakan. Membina keluarga dengan nilai-nilai Islam adalah suatu keniscayaan. Membina masyarakat untuk meraih kehidupan Islam bersama-sama juga suatu keharusan. Hidup dengan aturan Islam dalam bingkai khilafah adalah dambaan. Dus, mari para ibu berlomba untuk meraih kemuliaan, jangan tunda lagi! Wallahu a”lam bishshawab . (Himatul Alya)