Amnesty International pada hari Ahad kemarin (22/1) menyerukan rezim-rezim demokrasi di Barat untuk mengatasi keengganan terhadap kelompok-kelompok Islam yang telah menjadi populer di Afrika Utara dan Timur Tengah, dan mengakhiri kebijakan mendukung “rezim-rezim totaliter”.
Direktur eksekutif organisasi tersebut, Kenneth Roth dalam laporan tahunan yang memonitor pelanggaran hak asasi manusia, bahwa “masyarakat internasional harus bersepaham dengan Islam politik, ketika Islam politik mencerminkan pilihan mayoritas.” Ia menyatakan bahwa “partai-partai Islam benar-benar telah menjadi populer,” sehingga ia mendesak Barat untuk lebih konsisten dalam mendukung kekuatan pro- demokrasi di dunia Arab.
Laporan itu mengatakan bahwa “manyoritas orang Arab telah mendefinisikan Islam politik adalah antitesis dari pemerintahan otoriter.” Oleh karena itu, masyarakat internasional harus dengan tegas mendorong gerakan-gerakan Islam ini, dan ia berkata “jika memang perlu untuk menekannya agar menghormati hak-hak fundamental, sebagaimana ia berharap juga ada tekanan dari partai-partai berkarakter Kristen dan pemerintah Eropa.”
Ia juga berpendapat bahwa Barat harus mengakhiri kebijakan mendukung “berbagai rezim totaliter Arab” sebagai imbalan atas dukungan terhadap kepentingannya “dengan berpihak pada upaya-upaya reformasi demokratis, bahkan jika hal itu harus mengorbankan teman-teman di rezim totaliter.”
Laporan itu membuat permisalan kebijakan-kebijakan ini dengan dukungan Washington, terhadap Presiden Mesir yang digulingkan Husni Mubarak , dan Prancis terhadap mantan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali, juga kerja sama Barat dengan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang “dianggap sebagai benteng baja dalam melawan al-Qaeda di Semenanjung Arab”, di samping tidak mengambil sikap yang kuat di Bahrain “karena menjaga hubungan dengan Kerajaan Arab Saudi”, dan karena takut campur tangan Iran dalam urusan negara yang mayoritas Syiah ini (aljazeera.net, 23/1/2012)