PRESS RELEASE IRESS: Tolak Asing Masuk Garuda

Beberapa minggu terakhir Kementrian BUMN dan ketiga perusahaan sekuritas penjamin emisi IPO saham Garuda Indonesia (GI), yakni Bahana Sekuritas (BS), Danareksa Sekuritas (DS) dan Mandiri Sekuritas (MS) aktif menegosiasikan penjualan 10,88% saham GI kepada investor potensial, termasuk investor asing. Deputi Menteri BUMN Parikesit Suprapto mengakui proses negosiasi memang sedang dilakukan dan rencana penjualan sepenuhnya diserahkan kepada manajemen BS, DS dan MS.

Ternyata Menteri BUMN Dahlan Iskan pun telah menyetujui rencana tersebut. Dahlan mengatakan tidak masalah jika saham itu dijual kepada asing. “Saya serahkan ke direksinya dan saya tinggal menyetujuinya,” kata Dahlan di Jakarta (24/11/2011). Dahlan menyatakan hal tersebut merupakan aksi korproasi yang didukung Kementrian BUMN. Dahlan memastikan manajemen GI setuju memberikan kursi direksi kepada investor asing. Kata Dahlan: “Ya saya setujulah. Mereka [manajemen GI] juga sudah bilang jika di posisi Direktur Keuangan pun mereka senang. Mereka kan perusahaan penerbangan besar, jadi tidak masalah jika ada upaya untuk lebih profesional”.

Restu Menteri BUMN atas  rencana penjualan tersebut sangat disayangkan, dan harus dibatalkan karena akan merugikan negara baik secara ekonomi, finansial, manajemen dan kontrol, maupun secara politik, strategis, kemandirian, ketahanan dan kedaulatan bangsa.

IPO Garuda

Penawaran saham perdana (IPO) GI telah terlaksana pada 11 Februari 2011. Jumlah saham yang ditawarkan 6,35 miliar lembar atau 26% dari total saham GI, dengan harga Rp 750 per lembar. Ternyata hanya 3.327.331.275 lembar saham (52,5%) yang terserap pasar dan sisanya 3.008.406.72 lembar (47,5%) harus diserap ketiga penjamin emisi. Total dana yang diperoleh dari IPO adalah Rp 4,751 triliun. Karena 10,61% dari 26,67% saham GI yang dilepas adalah milik Bank Mandiri (piutang kepada GI), maka pembagian dana hasil IPO adalah Rp 3,3 triliun untuk GI dan Rp 1,451 triliun untuk Bank Mandiri. Nilai saham yang harus diserap penjamin emisi sekitar Rp 2,5 triliun dari target penjualan Rp 4 triliun. Saat ini saham yang dimiliki  ketiga sekuritas 2,46 miliar lembar atau 10.88%. Besarnya kerugian penjamin emisi tergantung harga dan waktu saham dijual. Kerugian pun bisa hilang jika pemerintah mengatur untuk menjual kepada BUMN atau lembaga lain milik negara.

Diduga penyebab gagalnya IPO GI antara lain adalah 1) Karena pemilihan waktu yang tidak tepat; 2) Harga minyak dunia yang sedang bergejolak sehingga tidak kondusif bagi bisnis penerbangan GI; 3) Kementrian BUMN mengabaikan konsep sinergi BUMN karena menjual 10,61% saham GI milik Bank Mandiri di GI; 4) Belum optimalnya manajemen GI dan pemerintah meningkatkan kinerja dan laporan keuangan GI; 5) Kisruh informasi, administrasi dan manajemen pelaksaanaan IPO di Kementrian BUMN; 6) Dugaan intervensi berbagai oknum di lingkar kekuasaan yang yang berburu rente dari IPO GI.

Mengapa Menolak Asing

Audit atas pelaksanaan IPO harus segera dilakukan. Mantan Menteri BUMN layak digugat karena tidak menghiraukan Surat DPR No.01/5972/DPR RI/XI/2009 tentang Persetujuan Privatisasi GI yang antara lain meminta agar privatisasi GI memerhatikan situasi dan kondisi pasar yang tepat, harga dan jumlah lembar saham yang dilepas sesuai dengan tahapan yang dipilih, sehingga diperoleh nilai penjualan saham yang optimal. Mantan Menteri BUMN pun tidak mendukung konsep sinergi BUMN.

Dengan berbagai penyelewengan di atas, sudah sepantasnya penjualan 10,88% saham GI ditunda. Patut diduga penjualan tersebut dilakukan untuk menghilangkan jejak penyelewengan, sekaligus membebaskan pelaku dari tanggungjawab kerugian negara. Hal-hal ini harus terlebih dahulu dituntaskan oleh Kementrian BUMN, DPR dan lembaga terkait lainnya, sebelum penjualan 10,88% saham dilakukan.

Menteri Dahlan Iskan harus membatalkan persetujuan atas masuknya asing ke GI, bahkan rela memberikan kursi Direktur Keuangan, antara lain karena:

· Bisnis penerbangan adalah sektor strategis yang dijamin konstitusi untuk dikuasai negara;

· Sektor penerbangan yang dikelola Garuda menyangkut pertahanan, ketahanan dan kedaulatan negara yang harus dikelola penuh oleh BUMN;

· GI adalah flag carrier kebanggaaan rakyat Indonesia yang harus steril dari tangan-tangan asing;

· GI memperoleh berbagai hak istimewa, privilege, dari negara;

· Jangankan kursi direksi, privatisasi GI saja sebenarnya sudah ditolak rakyat, sebagaimana konsistennya penolakan tersebut atas rencana IPO Pertamina atau PLN.

Dengan menyatakan direksi GI “senang” atas diberikannya kursi Direktur Keuangan kepada asing karena lebih profesional, berarti direksi GI dan Menteri BUMN juga telah meremehkan kemampuan bangsa sendiri. Padahal banyak SDM kita yang terbukti mampu bersaing dengan SDM asing. Masalahannya bukan pada kemampuan SDM, tetapi pada keinginan dan komitmen kita untuk mandiri, bebas dari pengaruh investor, kapitalis dan pemburu rente.

Menteri BUMN menyatakan privatisasi BUMN bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan mencapai predikat good corporate governance (GCG). Dengan terlaksananya IPO, maka tujuan tersebut sebenarnya telah tercapai. Jika  akibat ulah oknum BUMN dan pemburu rente IPO GI menyebabkan 3 BUMN penjamin emisi merugi, maka jalan keluarnya bukanlah dengan mengorbankan dan  memaksa GI menerima manajemen asing.

Sebagai alternatif IRESS mengusulkan agar 10,88% saham penjamin emisi dijual kepada BUMN, BUMD dan berbagai lembaga pensiun. Dengan demikian gagasan sinergi BUMN dan BUMD, serta Indonesian Incorporated yang telah dicanangkan dapat terwujud.

Banyak kalangan pada Forum Ekonomi Dunia (WEF, Davos, 25 Januari 2012)  menyalahkan dan mengecam sistem kapitalisme dunia yang ada saat ini, dan mengakui semakin penting dan strategisnya peran negara dalam perekonomian. Mengapa pula kita harus repot-repot melayani keinginan para kapitalis mengambil keuntungan dari BUMN kita?

Akhirnya, IPO GI yang telah terlaksana dalam jerat birokrasi dan perburuan rente, bukan dalam kaidah korporasi, dan telah pula merugikan negara. Para pelakunya harus dituntut secara hukum. 10,88% saham GI milik BS, DS dan MS harus dibeli oleh konsorsium BUMN, BUMD dan berbagai lembaga pensiun sebagai perwujudan Indonesia Incorporated, bukan dijual kepada asing.

Jakarta, 26 Januari 2012

Marwan Batubara

Direktur Eksekutif IRESS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*