[Al Islam 592] Dalam suasana peringatan maulid Nabi Muhammad saw saat ini, tentu sangat layak kita merenungkan kembali keteladanan Rasulullah saw. yang paripurna baik sebagai pribadi, pemimpin keluarga maupun pemimpin negara. Juga sangat perlu kita pahami hakikat meneladani Nabi saw. dalam segala aspeknya, termasuk dalam hal kepemimpinan politik/negara, dan tidak berhenti hanya pada tataran moral/akhlak belaka.
Allah SWT di dalam surat al-Ahzab ayat 21 memerintahkan kita untuk meneladani Nabi saw secara utuh, yakni meneladani semua keteladanan yang ada pada diri Nabi, bukan hanya sepenggal seraya mengabaikan yang lainnya. Tentu untuk itu, ajakan meneladani Nabi saw itu bukan sekadar ajakan untuk mengikuti akhlak Nabi saw. secara pribadi, sembari mengabaikan sebagian besar keteladanan Beliau pada aspek syariah lainnya seperti menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam negara. Sebab yang demikian itu adalah bentuk pengkerdilan terhadap teladan Rasulullah saw., bukan memuliakan dan mengagungkan (takrîm[an] wa ta’zhîm[an]) Baginda Rasulullah saw.
Keteladanan Nabi saw akan senantiasa relevan untuk kita adopsi guna menjawab segala tantangan dan problem masa kini yang kita hadapi, termasuk dalam hal mewujudkan rasa keadilan di tengah masyarakat yang dalam sistem saat ini terasa makin jauh. Hukum hanya tajam ke bawah yakni masyarakat kecil. Bahkan hukum tak jarang buntu untuk bisa memberikan rasa keadilan pada masyarakat. Contohnya dalam insiden Xenia maut di dekat Tugu Tani Jakarta pada Ahad (22/1). Akibat ditabrak Xenia maut itu, sembilan orang meninggal dunia dimana satu diantaranya tengah hamil tiga bulan dan tiga orang dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat. Menurut keterangan Polisi, pengemudi Xenia maut itu malam sebelum kejadian berpesta miras dan mengkonsumsi narkotika.
Awalnya, pengemudi Xenia maut itu hanya diancam hukuman 6 tahun berdasarkan pasal 310 UU No 22/2009 tentang LLAJ terkait kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Ancaman itu sudah dianggap berkeadilan hukum. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman, Rabu (25/1) mengatakan, “Bicara keadilan, penyidik dan JPU itu tidak bisa menghindarkan dari UU dan peraturan hukum yang berlaku. Jadi hukuman yang dibuat itu tidak bisa sesuai dengan tuntutan publik, tetapi harus mengikuti koridor hukum yang berlaku” (Lihat, detiknews.com, 25/01).
Tentu saja itu dinilai tidak adil oleh publik. Publik pun mendesak agar ancaman hukumannya diperberat. Selain sebagai efek jera, praktisi hukum pidana menilai pasal pembunuhan bisa ditambahkan bagi tersangka. Namun agaknya implementasinya akan sulit.
Meneladani Nabi saw Mewujudkan Rasa Keadilan
Jika dirujuk kepada tuntunan yang dibawa oleh Nabi saw dan teladan beliau yakni dirujuk kepada syariah, maka solusi hukum kasus ini amat jelas. Solusi syariah itu akan bisa merealisasi rasa keadilan bagi semua.
Fakta kasus itu menunjukkan setidaknya ada empat kejahatan yang dilakukan pengemudi Xenia itu. Pertama, meminum miras. Kedua, mengkonsumsi narkoba. Ketiga, menewaskan 9 orang, salah seorangnya sedang hamil tiga bulan. Keempat, menyebabkan tiga orang luka-luka.
Untuk kejahatan meminum miras, terhadapnya harus diterapkan had orang yang meminum khamar. Ali bin Abi Thalib berkata:
« جَلَدَ النَّبِىُّ أَرْبَعِينَ وَجَلَدَ أَبُو بَكْرٍ أَرْبَعِينَ وَعُمَرُ ثَمَانِينَ وَكُلٌّ سُنَّةٌ »
Nabi saw menjilid (orang yang meminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuknya 40 kali dan Umar mencambuknya 80 kali, dan semua adalah sunnah (HR Muslim)
Mengingat pelaku juga melakukan kejahatan lain akibat terpengaruh miras, maka yang lebih tepat terhadapnya dijatuhkan hukuman jilid dicambuk 80 kali.
Untuk kejahatan mengkonsumsi narkoba, maka terhadapnya dijatuhkan sanksi ta’zir. Syaikh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan barangsiapa mengkonsumsi narkotika seperti ganja, heroin, atau semisalnya, ia dikenai sanksi ta’zir berupa hukum cambuk, dipenjara maksimal 15 (lima belas) tahun penjara, dan denda (gharamah) yang besarnya ditentukan oleh qadhi (hakim). (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al- ‘Uqûbât, hal. 98). Sanksi mengkonsumsi Narkoba ini juga bisa diperberat sebab diantaranya akibat pengaruh narkoba itulah terjadi kejahatan lain dalam insiden itu.
Sedangkan untuk kejahatan menewaskan 9 (sembilan) orang maka terhadapnya diterapkan jinayat pembunuhan tidak disengaja yaitu membebaskan budak mukmin dan membayar diyat kepada keluarga korban. Pembunuhan tak disengaja adalah tindakan seseorang yang tidak dimaksudkan membunuh orang lain tapi mengakibatkan terbunuhnya orang lain, seperti kecelakaan. Sanksi tersebut sesuai firman Allah SWT:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَن يَصَّدَّقُوا ۚ…
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh itu, kecuali jika mereka (keluarga korban) bersedekah …(QS an-Nisa’ [4]: 92)
Membebaskan budak mukmin tidak bisa dilakukan sekarang sebab budak sudah tidak ada lagi. Sehingga tinggallah yang harus dikenakan adalah wajib membayar diyat. Diyat itu bisa dibayar dengan unta 100 ekor. Dan dalam riwayat an-Nasai bisa juga dibayar emas 1.000 dinar (4.250 gram emas) atau perak 12.000 dirham (35.700 gram) untuk tiap korban. Diyat itu juga boleh dibayar dengan uang yang senilai itu (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al- ‘Uqûbât, hal. 59). Itu artinya, jika diasumsikan 1 gr emas harganya Rp 500 ribu maka diyat yang harus dibayarkan untuk tiap orang korban adalah Rp 2,125 miliar. Sementara untuk janin, maka diyatnya adalah sepersepuluh dari diyat orang dewasa, yaitu 10 ekor unta atau 100 dinar (425 g) emas atau uang Rp 212,5 juta sesuai asumsi tersebut. Diyat itu diserahkan kepada ahli waris korban.
Adapun untuk kejahatan menyebabkan 3 (tiga) orang luka-luka, yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman jinayat berupa diyat, karena tidak memenuhi syarat, yaitu adanya unsur kesengajaan. Maka solusinya adalah arbitrase yang adil (hukumah ‘adl) antara kedua pihak untuk merundingkan biaya pengobatan dan ganti rugi. (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al- ‘Uqûbât, hlm.68).
Itulah tuntunan dan teladan dari Nabi saw terkait kasus tersebut. Sanksi dan solusi hukum secara syar’i itu begitu jelas sehingga tidak menyulitkan bagi aparat penegak hukum dalam menerapkannya. Solusi itu juga merealisasi rasa keadilan baik bagi korban, keluarga korban maupun bagi masyarakat. Selain semua itu solusi tersebut, juga bisa memberikan efek jera yang bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.
Menyelamatkan Masyarakat
Diluar semua itu, harus dipahami bahwa salah satu faktor utama terjadinya kasus itu adalah konsumsi miras dan narkoba oleh pelaku. Hal itu bisa terjadi tentu karena sistem saat ini tetap mentolerir atau tidak berdaya memberantas peredaran miras dan narkoba. Fakta itu makin menegaskan, merupakan keputusan konyol jika miras dan narkoba makin dibiarkan dan peraturan yang melarang peredarannya justru diancam dicabut.
Syariah Islam bersikap sangat tegas dalam hal itu. Islam dengan tegas mengharamkan narkoba sedikit ataupun banyak. Ummu Salamah menuturkan:
« نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ»
Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Mufattir adalah setiap zat relaksan atau zat penenang, yaitu yang kita kenal sebagai obat psikotropika. Al-‘Iraqi dan Ibn Taymiyah menukilkan adanya kesepakatan (ijmak) akan keharaman candu/ganja (lihat, Subulus Salam, iv/39, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi).
Syariah Islam juga sangat tegas mengharamkan dan melarang miras (QS al-Maidah :90-91), bahkan dinilai sebagai kunci semua keburukan dan harus dijauhi sejauh-jauhnya. Sabda Rasul saw.:
« اِجْتَنِبُوْا الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ »
Jauhilah khamr, sesungguhnya khmar adalah kunci semua keburukan (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Islam juga tegas mengharamkan semua hal yang terkait dengan khamr (miras). Nabi saw bersabda:
«لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَلَعَنَ شَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَآكِلَ ثَمَنِهَ»
Allah melaknat khamr dan melaknat peminumnya, yang menuangkannya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang membelinya, yang menjualnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, dan yang makan harganya (HR. Ahmad).
Karena itu sistem Islam akan melarang produksi miras dan narkoba, peredaran dan penjualannya. Tempat-tempat yang menjualnya baik diskotek, kafe, klub malam, warung, dsb akan dilarang dan ditutup. Orang yang melanggarnya berarti melakukan tindakan kriminal dan dia harus dikenai sanksi ta’zir. Sanksi itu bisa dijatuhkan lebih berat dari sanksi orang yang mengkonsumsinya.
Wahai Kaum Muslim
Itulah tuntutan dan teladan yang diberikan Nabi saw dalam kasus ini yang tentu harus kita ambil dan teladani. Begitu juga tuntunan dan teladan yang diberikan Nabi saw dalam semua perkara. Dengan semua itu, rasa keadilan akan terwujud dan masyarakat selamat dari ancaman keburukan. Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan syariah Islam dalam semua perkara secara utuh di dalam bingkai negara. Dan itulah bentuk hakiki dari meneladani Nabi Muhammad saw yang senantiasa kita peringati kelahirannya. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar Al Islam:
Dalam dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR tahun 2012, anggaran satuan kerja dewan tahun 2012 mengalami kenaikan dari Rp. 1,749 triliun menjadi Rp. 2,086 triliun (Republika, 31/1)
- Dewan betul-betul menjiwai untuk mewakili rakyat merasakan kenyamanan dan kemewahan. Sementara kondisi riil banyak dari rakyat dibiarkan menderita dan mengenaskan.
- Itulah model wakil rakyat hasil sistem kapitalisme demokrasi. Mementingkan kepentingan diri sendiri seraya mengabaikan kepentingan rakyat.
- Hanya dengan penerapan syariah Islam secara utuhlah, penguasa, wakil rakyat dan politisi akan benar-benar senantiasa memelihara kepentingan rakyat.
ya nabi salam alaika, ya rosul salam alaika
senandung sholawat serta salam tak kunjung henti padamu
tapi umat mu melupakan contoh dan tauladan darimu
pantaskah mereka disebut umat mu???
masih ingatkah umat ini dengan wasiat terakhir mu???
UMMATI … UMMATI …
islam harga mati