Pemerintah mengklaim pengangguran terbuka pada tahun 2011 tinggal 7,7 juta orang atau terus menurun sejak tahun 2007 yang mencapai 10,01 juta orang. Tetapi, sesungguhnya penurunan pengangguran tersebut cuma beralih ke dalam kelompok pengangguran terselubung.
Menurut Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Didik J Rachbini mengatakan, jika tidak dilakukan upaya kebijakan perluasan kerja, pengangguran terselubung diproyeksi meningkat dari tahun 2011 sebesar 18,7 juta orang menjadi 20,3 juta orang pada tahun 2014.
Didik mengungkapkan, unjuk rasa buruh akhir-akhir ini akar masalahnya berada pada kondisi sektor industri yang lemah dalam mendorong perluasan kesempatan kerja. “Sektor industri tidak berhasil didorong karena tidak ada kebijakan industri yang komprehensif,” kata Didik, Senin (6/2/2012), di Jakarta.
Didik mengemukakan, sektor industri tidak dilindungi dan juga dibiarkan terdesak oleh produk industri dari China. Iklim usaha juga menjadi momok bagi dunia usaha selama ini. Sesungguhnya beban biaya perusahaan bukan karena buruh saja, tetapi karena suap dan biaya siluman di berbagai instansi dan lembaga negara. Perbaikan harus dilakukan dari sektor negara agar beban perusahaan ringan.
Dia menyatakan kekhawatirannya terkait menjamurnya unjuk rasa buruh di berbagai kota, mulai dari Bekasi, Tangerang, dan Serang. Unjuk rasa yang menuntut peningkatan upah buruh bukan hanya upaya mengedepankan kesejahteraan buruh, kepentingan populis di saat pemilihan kepala daerah lambat-laun bakal menghancurkan iklim dunia usaha.
Pengangguran terselubung merupakan bagian dari angkatan kerja yang bekerja bersama dalam lapangan pekerjaan. Mereka bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam sepekan). Mereka disebut pula under utilized, sebab mereka bekerja dengan jumlah jam kerja, produktivitas kerja, dan perolehan pendapatan yang tidak sebanding. Mereka juga disebut sebagai disguised unemployment, jika bekerja di bawah kemampuan intelektualnya.
Jenis pengangguran ini pun dibagi dua kelompok yakni setengah penganggur terpaksa. Mereka bekerja di bawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bekerja menerima pekerjaan lain. Kelompok kedua adalah setengah penganggur sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal, tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, buruh dan pengusaha sesungguhnya merupakan mitra. Namun, lambat-laun campur tangan kekuatan elite politik lokal semakin dibiarkan oleh pemerintah pusat. (kompas.com, 6/2/2012)