Paradoks Pertumbuhan

Perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kemolekannya. Di tengah perlambatan yang terjadi di sejumlah negara, perekonomian Indonesia ternyata mampu tumbuh 6,5% pada 2011.

Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 15 tahun sejak 1996. Pada tahun itu, ekonomi RI tumbuh 7,8%.

Tak cuma itu. Pada 2011, pendapatan per kapita juga meningkat mencapai Rp30,8 juta (US$3.542,9). Padahal, pada 2010 pendapatan per kapita baru Rp27,1 juta (US$3.010,1).

Indonesia selayaknya bangga dengan pencapaian tersebut. Hal itu mengingat pertumbuhan semakin mendekati angka di masa sebelum krisis moneter melanda negara yang pernah menyandang predikat ‘Macan Asia’ ini.

Sayangnya, cantiknya pencapaian ekonomi itu menimbulkan kontradiksi. Salah satunya ialah turunnya kontribusi sektor-sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja sangat besar terhadap produk domestik bruto (PDB).

Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya berkontribusi 14,7% terhadap PDB. Padahal, tahun sebelumnya sumbangan dari sektor-sektor tersebut mencapai 15,3%. Demikian pula sektor industri pengolahan yang pada 2010 menyumbang 24,8% terhadap PDB turun menjadi 24,3% pada tahun lalu.

Turunnya kontribusi sektor-sektor tersebut dikhawatirkan bakal menggelembungkan pengangguran.

Masuk akal kalau geliat sektor-sektor tersebut terbelenggu.

Sektor industri pengolahan masih terbelit oleh banyak masalah seperti infrastruktur, birokrasi, perpajakan, dan korupsi. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan juga masih terhambat masalah perizinan, penyediaan lahan, dan modal.

Karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah yang masih melilit sektor-sektor tersebut. Percuma memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang molek jika tidak menetes sampai ke masyarakat golongan bawah.

Itulah paradoks pertumbuhan yang bisa menjadi bom waktu jika tidak segera diatasi.(mediaindonesia.com, 9/2/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*