LEBIH dari 52% irigasi rusak. Sebagai akibatnya, produksi beras tahun ini terancam semakin turun. Target surplus 10 juta ton beras pada 2014 bakal gagal.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IV DPR dan tujuh gubernur, kemarin. “Dari 7,2 juta hektare lahan irigasi yang ada, sebanyak 52% sudah rusak,” ujarnya.
Kerusakan itu dipastikan Anggoro bakal mengancam produksi beras nasional. Apalagi, perbaikan yang dilakukan belum maksimal. Untuk itu, ia mewanti-wanti agar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten selaku penanggung jawab lahan irigasi segera bekerja sama.
“Kalau tidak ada perbaikan, jelas sekali pencapaian produksi dan target surplus 10 juta ton beras terancam,” lanjut Anggoro.
Kerusakan irigasi itu diakui para gubernur yang hadir dalam rapat itu, di antaranya Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Tiga daerah itu merupakan lumbung beras selama ini. “Irigasi kita sudah jeblok, rusak tidak dapat digunakan. Bupati juga kerjanya tidak becus,” kata Bibit dalam rapat tersebut.
Di Banyumas, Jawa Tengah, saja, sekitar 60% daerah irigasi rusak. Dari total 520 daerah irigasi, 312 di antaranya rusak.
Kepala Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Banyumas Kresnawan Wahyu membenarkan, berdasarkan hasil inventarisasi dinas, ada sekitar 60% daerah irigasi yang rusak. “Perbaikan tidak mungkin langsung secara keseluruhan sebab anggarannya sangat terbatas. Misalnya untuk 2012, anggaran dari dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp4,8 miliar dan ditambah Rp480 juta dari APBD kabupaten. Jadi, total anggaran untuk perbaikan mencapai Rp5,2 miliar lebih,” jelasnya.
Demikian pula di Jawa Barat. Sekitar 50% dari 760 ribu hektare persawahan produktif di wilayah itu rusak.
Ketua Pelaksana Harian Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastaatmadja mengaku prihatin. Lebih dari satu dekade tidak ada pemerintah daerah yang mengalokasikan dana APBD untuk membangun, merenovasi, dan merehabilitasi jaringan irigasi.
“Sejak 2002, atau pascaotonomi daerah, pemerintah daerah tidak lagi mengalokasikan dana untuk jaringan irigasi. Dan hanya mengandalkan bantuan pemerintah pusat yang besarannya sangat tidak mencukupi untuk memelihara jaringan irigasi,” ujar Entang.
Jaringan irigasi yang tidak berfungsi atau yang rusak parah terdapat di Indramayu, Cirebon, Karawang, dan Subang. Tidak terkecuali daerah di wilayah Priangan Timur, seperti Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut.
Modus konversi
Kepada Media Indonesia, Menteri Pertanian Suswono mengeluh banyak pemerintah daerah sengaja membiarkan irigasi itu rusak. Kesengajaan itu ditudingnya sebagai modus agar terjadi peralihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan.
“Irigasi rusak kalau dibiarkan lama-lama akan terjadi konversi. Di daerah sering kali modusnya seperti itu. Bahkan, irigasi teknisnya kadang-kadang dibiarkan saja yang rusak itu. Akibatnya lahan itu betul-betul tidak berfungsi lagi.” (mediaindonesia.com, 9/2/2012)