Direktorat Jenderal Pajak sungguh menjadi lumbung duit bagi karyawan yang nekat memperkaya diri. Para pegawai di direktorat itu seperti berlomba mengumpulkan harta haram dalam rekening pribadi, simpanan istri, dan anggota keluarga lainnya.
Banyak contohnya. Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak golongan III A, menjadi salah seorang miliarder kesohor. Kini Gayus mendekam di bui karena dihukum Mahkamah Agung 12 tahun penjara.
Contoh lain, mantan pegawai pajak yang mempunyai rekening besar ialah Bahasyim Assifie. Bahasyim memiliki rekening sebesar Rp64 miliar. Mahkamah Agung menghukumnya 12 tahun penjara.
Hukuman terhadap Gayus dan Bahasyim tidak membuka mata karyawan Ditjen Pajak lainnya. Buktinya kini muncul lagi nama Dhana Widyatmika. Karyawan Ditjen Pajak itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena rekeningnya mencurigakan.
Duit sekitar Rp60 miliar tersimpan di rekeningnya. Awalnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencurigai rekening obesitas itu. Sebagai pegawai negeri sipil golongan III C, rekening buncit Dhana sungguh mencengangkan.
Rekening itulah yang kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Agung.
Kasus rekening gendut karyawan Ditjen Pajak itu bisa membuat warga yang taat membayar pajak kehilangan kepercayaan kepada negara. Untuk apa orang jujur membayar pajak kalau yang tidak jujur justru diuntungkan dan dilindungi?
Buktinya, hingga sekarang tidak ada satu pun pihak yang menggendutkan rekening Gayus dan Bahasyim yang masuk penjara.
Kepercayaan wajib pajak pun bisa kian tergerus karena sejak meletus kasus Gayus, Ditjen Pajak belum juga menemukan mekanisme pengawasan internal untuk mencegah pengerukan uang rakyat oleh karyawan Ditjen Pajak. Kasus Dhana menunjukkan karyawan Ditjen Pajak masih leluasa melahap uang pajak untuk memperkaya diri dan kerabat.
Kasus dugaan penggelapan pajak oleh Dhana juga dengan jelas menunjukkan program remunerasi tidak berpengaruh bagi integritas, moral, dan produktivitas pegawai negeri sipil. Padahal, program remunerasi justru pertama kali dilakukan di Ditjen Pajak pada 2007.
Program remunerasi pertama kali diterapkan di Ditjen Pajak, tentu saja dengan pertimbangan matang. Penerimaan negara terbesar bersumber dari pajak yang dalam APBN 2012 mencapai Rp1.032 triliun. Jumlah itu naik 18,21% jika dibandingkan dengan pada 2011 yang mencapai Rp872,6 triliun.
Karena itu, aparat pajak haruslah benar-benar orang jujur.
Kita tidak ingin berprasangka buruk bahwa banyak karyawan Ditjen Pajak terlibat mafia. Namun, kita juga perlu mengingatkan bahwa mafia tidak bekerja sendirian. Dia seperti gurita.
Kasus Dhana jelas dan tegas menunjukkan mafia pajak belum sepenuhnya diungkap dan diberantas. Karena itu, jangan salahkan publik jika beranggapan masih banyak sindikat pajak gentayangan di Ditjen Pajak. (mediaindonesia.com, 28/2/2012)