Tafsir : Islam Menjawab Segala Problema

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS al-Nahl [16]: 89).

Telah maklum, Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul penutup. Tidak ada nabi rasul sesudahnya. Demikian pula dengan risalahnya. Tidak ada ada risalah selain risalahnya, yakni al-Islam.

Sebagai risalah pamungkas dan berlaku bagi seluruh manusia hingga akhir zaman, Islam didesain sebagai agama yang sempurna. Yakni mengatur seluruh aspek kehidupan dan mampu menjawab segala persoalan kehidupan yang dihadapi manusia. Ayat ini adalah di antara dalil yang menunjukkan kesempurnaan tersebut.

Dibangkitkan sebagai Saksi

Allah Swt berfirman: Wa yawma Nab’atsu fî kulli ummah syahîd[an] ‘alayhim min anfusihim ([dan ingatlah] akan hari [ketika] Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri). Kata yawma (hari) pada ayat ini, sebagaimana dijelaskan al-Qurthubi dan para mufassir lainnya, menunjuk kepada hari kiamat. Kesimpulan tersebut didasarkan pada ayat sebelumnya yang berisi ancaman kepada orang-orang kafir yang menghalangi manusia dari jalan Allah. Mereka diancam dengan tambahan siksaan atas siksaan-Nya. Kemudian ayat ini memberitakan bahwa itu terjadi pada hari Allah Swt membangkitkan syuhadâ` pada setiap umat.

Kata syuhadâ` merupakan bentuk jamak dari kata syahîd (saksi). Menurut Ibnu ‘Abbas, al-Thabari, al-Nasafi, al-Qinuji, al-Baidhawi, al-Samaraqandi, dan para mufassir lainnya, yang dimaksud dengan syuhadâ` di sini adalah para nabi dan rasul. Para nabi tersebut menjadi saksi atas umatnya. Demikian dikatakan al-Qinuji dalam tafsirnya.

Mengapa mereka dijadikan sebagai syuhadâ` (saksi) atas umatnya? Menurut al-Qurthubi, karena para nabi itu telah menyampaikan risalah dan mengajak mereka kepada keimanan. Sehingga, sebagaimana dikatakan al-Thabari, para nabi itu menjadi saksi atas umatnya: Apakah mereka menerima dakwah tersebut atau menolaknya. Al-Khazin juga mengatakan bahwa para nabi tersebut diutus kepada umat mereka agar bersaksi atas perbuatan umatnya, baik kekufuran maupun keimanan, dan ketaatan maupun pembangkangan.

Frasa min anfusihim berarti minhun (dari kalangan mereka) atau min jinsihim (dari kaum mereka). Hal itu disebabkan karena para nabi umat tersebut memang diutus dari kalangan mereka. Demikian al-Zamakhsyari dalam tafsirnya. Kesimpulan tersebut juga sejalan dengan beberapa ayat, seperti QS al-A’raf [7]: 59), 65, 73, 80, dan 85, Yunus [10]: 74, dan lain-lain.

Menurut al-Syaukani dan al-Qinuji, diutusnya para nabi dari umat mereka itu untuk menyempurnakan hujjah mereka dan membatalkan alasan mereka. Dan itu merupakan saksi yang paling adil atas umat tersebut. Penyebutan frasa tersebut juga merupakan takrîr (pengulangan) sebelumnya yang berguna sebagai al-ta`kîd wa al-tahdîd (penegasan dan ancaman).

Kemudian juga dinyatakan: Wa ji`nâ bika syahîd[an] ‘alâ hâulâ` (dan Kami datangkan kamu [Muhammad] menjadi saksi atas seluruh umat manusia). Dhamîr al-mukhâthab menunjuk kepada Rasulullah SAW. Sehingga, seperti para nabi lainnya, beliau pun dibangkitkan sebagai saksi atas umat beliau. Hanya saja, terhadap beliau tidak digunakan kata nab’atsu, namun kata ji`nâ. Dijelaskan oleh al-Khathib -sebagaimana dikutip al-Qinuji–, kata al-majî` lebih diutamakan daripada al-ba’ts karena kesempurnaan pemeliharaan urusan Nabi SAW. Sedangkan bentuk al-mâdhiyy menunjukkan kepastian terjadinya peristiwa tersebut.

Kata hâ`ulâ` menunjukkan umat beliau. Berdasarkan nash-nash lainnya, umat beliau bukan hanya bangsa Arab, namun seluruh manusia yang hidup setelah beliau diutus hingga hari kiamat. Mengenai keberadaan Rasululah SAW sebagai saksi atas umatnya juga ditegaskan dalam TQS al-Baqarah [2]: 143. Bahkan menurut ayat, umat beliau juga menjadi saksi atas seluruh manusia.

Guna Alquran

Setelah diberitakan mengenai kepastian Rasulullah SAW sebagai saksi atas umatnya, kemudian diterangkan mengenai Kitab yang diturunkan kepada beliau. Allah Swt berfirman: Wa nazzalnâ ‘alayka al-Kitâb tibyân[an] li kulli syay` (dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab [Alquran] untuk menjelaskan segala sesuatu). Kata al-Kitâb dalam ayat ini menunjuk kepada Alquran.

Ditegaskan bahwa Alquran diturunkan sebagai tibyân]an] li kulli syay` (untuk menjelaskan segala sesutau). Kata tibyân[an] di sini berarti bayân[an] (penjelasan). Penambahan huruf al-tâ` berfungsi sebagai li al-mubâlaghah (untuk melebihkan). Demikian al-Syaukani dalam tafsirnya.

Mengenai pengertian frasa ini, ada beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh para mufassir. Al-Baghawi menyatakan bahwa Alquran menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yakni perintah dan larangan, halal dan haram, hudud dan hukum-hukum. Ibnu Mas’ud menyatakan, “Sungguh Allah SWT telah menjelaskan kepada kita dalam Alquran semua ilmu dan segala sesuatu. Sedangkan Mujahid berkata, “Semua yang halal dan semua yang haram.”

Menurut Ibnu Katsir, penafsiran Ibnu Mas’ud lebih umum dan mencakup. Sebab Alquran meliputi semua ilmu yang bermanfaat, yakni berita tentang perkara yang telah terjadi dan yang akan terjadi, semua yang halal dan yang haram, semua yang dibutuhkan manusia, urusan dunia, agama, kehidupan, dan  tempat kembali mereka (akhirat).

Diterangkan juga oleh al-Syaukani, penjelasan Alquran yang menyeluruh tentang hukum dilengkapi oleh al-Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang tersisa. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk mengikuti dan menaati Rasulullah SAW dalam hukum-hukum yang dibawa beliau sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Alquran. Rasulullah saw juga bersabda: Sesungguhnya aku diberi Alquran dan bersamanya yang semisalnya (al-Sunnah) (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

Dengan demikian, meskipun banyak hukum diterangkan oleh Sunnah, akan tetapi tetap dapat dikembalikan kepada Alquran. Sebab, Alquranlah yang menetapkan al-Sunnah sebagai dalil hukum. Demikian pula dengan Ijma’ Sahabat dan Qiyas. Karena keduanya juga ditunjukkan Alquran untuk dijadikan sebagai dalil hukum, maka juga semua hukum yang dihasilkan dari keduanya masih dalan cakupan penjelasan Alquran yang menyeluruh tersebut.

Namun patut diingat, sebagaimana dijelaskan al-Samarqandi, kendati menjelaskan segala sesuatu, sebagian isinya ada yang terperinci dan sebagian lainnya bersifat global sehingga membutuhkan al-istikhrâj (dikeluarkan) dan al-istinbâthn (penggalian).

Nash-nash syara’ memang datang berupa khutûth ‘arîdhah (garis-garis besar). Yang dari bisa digali berbagai hukum, baik yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Sehingga tidak ada satu pun perkara yang tidak dijelaskan hukum oleh Islam.

Di samping itu, Alquran juga: Wahudâ[n] warahmat[an] Wabusyrâ li al-Muslimîn (dan petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri). Sebagai hud[an], yakni sebagai petunjuk kepada kebenaran. Dan  sebagai rahmah, di dalamnya terdapat berbagai kemaslahatan manusia, seperti keadilan, kebaikan dan lain-lain. Juga sebagai busyrâ li al-muslimîn (kabar gembira bagi kaum Muslimin). Di dalamnya terdapat berita tentang surga dan berbagai kenikmatan bagi kaum Muslim. Menurut al-Baidhawi, hudâ[n] dan rahmah berlaku umum untuk seluruh manusia.  Sedangkan busyrâ bersifat khusus. Hanya berlaku bagi kaum Muslimin.

Bertolak dari ayat ini, manusia tidak lagi memerlukan petunjuk lain selain Alquran. Sebab, semua agama, ideologi, dan pemikiran selain Islam hakikatnya tidak memberikan petunjuk kepada manusia mendapatkan kebenaran. Tidak pula mengantarkan kepada kebahagiaan. Sebaliknya semua itu justru menyesatkan dan menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan dan penderitaan tak bertepi. Mengapa masih ada yang menolak Islam? Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:

1.      Semua rasul-termasuk Rasulullah SAW-akan dibangkitkan di hari kiamat sebagai saksi atas umatnya

2.      Alquran diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi kaum Muslim.

3 comments

  1. ya allah….
    kenapa dunia ini penuh dengan ketidak adilan seorang pemimpin
    hanya dengan khilafah dan syariatmu dunia ini akan terhindar dari kemunafikan

  2. mutiara puspa sari

    islam kaffah with khilafah yg akan menyelesaikan seluruh masalah kehidupan manusia.

  3. nana suryana

    umat sa’at ini dalam dalam keadaan jahiliyah , dan mereka enjoy dalam kejahiliyaannya, kenapa demikian? karena mereka telah memisahkan agama dalam kehidupannya, untuk itu mari kita sama-sama tegakkan islam dalam bingkai khilafah agar kita terbebas dari kejahiliyaan……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*