Majelis Hakim Pengadilan Tipikor akhirnya menyatakan hakim nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar, bersalah melakukan tindak pidana korupsi penerimaan suap dalam kasus suap pengurusan aset kepailitan PT Sky Camping Indonesia (SCI).
Ia diganjar dengan hukuman pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa H Syarifuddin terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan keempat,” kata ketua majelis hakim Gusrizal, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).
Majelis beranggapan Syarifuddin bersalah menerima suap sebesar Rp250 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor.
Namun, putusan ini jauh berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar ia diganjar dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor.
Ini merupakan hasil keputusan bulat tanpa perbedaan pendapat yang diambil majelis hakim yang diketuai hakim Gusrizal. Adapun hakim anggota terdiri atas Sofie Aldi, Anwar, Ugo, dan Mien Trisnawati.
Dalam penjelasannya, hakim anggota Mien Trisnawati mengungkapkan Syarifuddin memang terbukti menerima suap sebesar Rp250 juta dari kurator PT SCI Puguh Wirawan.
Namun, pemberian itu tidak dianggap untuk membantu dan memberikan persetujuan terhadap tindakan kurator yang telah menjual asset boedel pailit SHGB 7251 atas nama PT Tanaka Cempaka Saputra secara non-boedel pailit tanpa penetapan Pengadilan.
“Terdakwa tidak mengeluarkan produk apa pun dan tetap berpendapat SHGB 7251 dan SHGB 5512 sebagai harta boedel pailit,” jelas hakim Mien.
Majelis hanya menganggap Syarifuddin sebagai hakim pengawas telah tidak melakukan kewajibannya yaitu mengawasi tingkah laku kurator yang menjual aset tanpa ada penetapan hakim pemutus sebagaimana menegur sebagaimana diatur dengan pasal 77 UU No 37 tentang Kepailitan dan PKPU tahun 2004.
Tak hanya itu, majelis juga beranggapan hal yang memberatkan dari putusan ini lantaran ia perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan merusak citra hakim. Sedangkan, hal yang meringankan terdakwa adalah belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan keluarga, dan telah mengabdi selama 20 tahun sebagai hakim. (mediaindonesia.com, 28/2/2012)