Menteri Wakaf dan Urusan Agama di pemerintahan Palestina Mahmud Habash, pada hari Selasa (28/2) menyeru Ketua Federasi Ulama Muslim Dunia, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi untuk membatalkan fatwanya yang melarang selain warga Palestina untuk mengunjungi al-Quds (Yerusalem).
Habash mengatakan dalam sebuah pernyataanbahwa “Fatwa ini salah, serta sangat jelas bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Bahkan fatwa itu memberikan memberikan layanan gratis kepada pendudukan Israel, yang memang menginginkan untuk mengisolasi kota suci dari dunia Arab dan Islam di sekitarnya; Israel tidak ingin melihat adanya orang Arab atau Muslim manapun di al-Quds.”
Presiden Palestina Mahmud Abbas menyerukan kepada para pemimpin Arab pada saat Konferensi al-Quds di Doha untuk mengunjungi al-Quds. Inilah yang ditolak al-Qaradhawi, bahkan ia menganggapnya sebagai bentuk normalisasi. Dan ini pula sikap yang diadopsi oleh Hamas.
Habash mengatakan bahwa “Mengunjungi al-Quds merupakan kewajiban syariah dan kebutuhan politik. Dan itu juga merupakan hak yang sah bagi setiap kaum Muslim dan Kristen, serta kewajiban suci bagi kaum Muslim berdasarkan dalil yang shahih dari as-Sunnah.
Ia berpendapat bahwa “Kunjungan kaum Muslim ke al-Quds yang sedang di bawah pendudukan, sama dengan kunjungan Nabi Saw ke Masjidil Haram setelah perjanjian Khudaibiya yang berada di bawah kekuasaan orang kafir. Sementara puluhan berhala tersebar di dalam Ka’bah dan di sekitarnya.”
Ia menambahkan: “Namun tidak seorang pun yang mengatakan bahwa itu merupakan normalisasi dari Nabi Saw dengan kaum Musyrik, atau sebagai bentuk pengakuan atas legitimasi pemerintahan mereka atas Makkah. Bahkan itu merupakan bentuk penegasan akan haknya atas Masjidil Haram.”
Dalam hal ini, ia mendukung apa yang dikatakan Presiden Palestina pada pembukaan Konferensi al-Quds di Doha, bahwa mengunjungi al-Quds “tidak bisa dikatakan sebagai normalisasi dengan pendudukan Israel. Namun itu adalah sebuah bentuk komunikasi dengan al-Quds dan warganya; dan bahwa mengunjungi tahanan tidak bisa dikatakan sebagai pengakuan pada sipir, atau sebagai bentuk normalisasi dengannya.”
Habbash menjelaskan bahwa “Kunjungan kaum Muslim dan Kristen ke al-Quds merupakan tantangan bagi kebijakan Israel yang bertujuan untuk mengisolasi kota suci; bahkan itu akan menjadi sebuah dukungan materiil dan moril bagi mereka yang terus bertahan di al-Quds, sehingga mereka merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam pertempuran untuk mempertahankan Arabisme dan Islamismenya al-Quds, serta tempat-tempat suci Islam dan Kristen.”
Habash menyerukan kepada semua orang yang berfatwa haramnya mengunjungi al-Quds agar “takut kepada Allah atas apa yang mereka katakan; dan hendaklah mereka tidak membantu Israel untuk menguasai al-Quds dan para warganya yang tetap bertahan dan terus mencari komunikasi dengan setiap generasi umat untuk mendukung kesabaran mereka, dan memperkuat keberadaan mereka di kota mereka sendiri.”
Ia menegaskan bahwa “dirinya siap untuk berhadapan dan berdebat dengan siapa saja asalkan berdasarkan pada hujjah, bukti dan dalil syara’, serta visi politik yang dibangun untuk menyelamatkan kepentingan umat dan hak-haknya, terutama di Palestina dan al-Quds.” (islamtoday.net, 28/2/2012).