Jubir HTI Ismail Yusanto : Melupakan Runtuhnya Khilafah adalah Double Tragedy

Tepat 3 Maret 1924, institusi yang menerapkan seluruh syariat Islam di dalam negeri dan mengasaskan dakwah dan jihad dalam hubungan luar negerinya itu, diruntuhkan oleh Kemal Pasha Laknatullah yang merupakan kaki tangan penjajah Inggris. Sejak runtuhnya Khilafah Islam tersebut, masalah bertubi-tubi mendera kaum Muslim. Ikatan akidah berubah menjadi ikatan kebangsaan, sehingga kaum Muslim terpecah menjadi lebih dari 50 negara bangsa. Syariat Islam yang berkaitan dengan muamalah dan uqubat praktis tidak lagi diterapkan. Sebagai gantinya adalah sistem sosial buatan penjajah, seperti sistem ekonomi kapitalis, sistem pendidikan sekuleristik, sistem pergaulan bebas, sistem pemerintahan demokratis dan sistem sanksi pidana-perdata kolonial.

Padahal Allah SWT telah menegaskan bahwa manusia hidup di dunia ini hanya untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah itu dibuktikan dengan penegakkan syariat Islam secara kaffah. Sedangkan menerapkan hukum selain yang diturunkan oleh Allah SWT adalah bentuk kekufuran yang menyalahi misi tersebut. Lantas mengapa ini bisa terjadi? Untuk mengupas masalah ini lebih lanjut Wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo mewawancarai Jubir Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto. Berikut, petikan wawancaranya.

Sudah 88 tahun ini kaum Muslim tidak segera membai’at seorang khalifah. Padahal tiga hari saja, ditengah-tengah kaum Muslim tidak ada seorang Khalifah merupakan sebuah kemaksiatan. Mengapa ini bisa terjadi?

Runtuhnya Khilafah Islamiyah pada 1924 adalah sebuah tragedi. Serta menjadi tragedi pula ketika kaum Muslim sekarang tidak lagi mengingat bahwa peristiwa itu sebagai tragedi. Jadi ini bisa disebut sebagai double tragedy. Ketika Anda kehilangan sesuatu yang berharga, itu satu soal. Ketika Anda sudah tidak ingat lagi barang yang berharga itu hilang, jadi bertambah lagi persoalannya menjadi dua. Coba fikirkan bagaimana Anda mendapatkan kembali barang berharga yang hilang itu kalau Anda sendiri melupakan barang yang berharga itu.

Mengapa bisa lupa?

Karena ini merupakan buah dari pendidikan. Khususnya pendidikan sejarah yang memang tidak lagi menempatkan itu sebagai masalah utama. Bukalah buku sejarah untuk SMP. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Kemal Pasha sebagai pahlawan. Padahal ia adalah anteknya Inggris untuk menghancurkan Khilafah dari dalam. Sehingga alih-alih anak-anak SMP menyadari itu adalah sebuah tragedi dan Kemal Pasha itu sebagai pengkhianat. Mereka malah mengaguminya karena dikatakan Kemal sebagai Attaturk, Bapak Turki Modern.

Sejarah itu sangat penting. Karena dari sejarah itu kita bisa merekonstruksi hidup kaum Muslim di masa lalu, jati dirinya, sekarang bagaimana dan sedang mengalami apa. Sejarah juga sering disebut sebagai second hand reality, realitas tangan kedua. Jadi yang kita baca sekarang ini sebenarnya bukan fakta sejarah, tapi rumusan tentang fakta di masa lalu. Nah, sebagai rumusan sangat tergantung siapa yang merumuskan/menuliskan dalam kerangka pemikiran ideologi dan pemahaman seperti apa seseorang menulis sejarah itu.

Jadi hikmah yang bisa diambil dari keadaan ini adalah pentingnya penulisan dan penceritaan kembali sejarah Islam secara benar khususnya sejarah seputar kehidupan Islam atau seputar Khilafah. Dalam penceritaan tersebutkan kita mengenalkan istilah. Istilah itu penting sekali. Karena istilah itu mewakili gagasan. Khilafah itu apa, syariah itu apa, dan lain sebagainya.

Upaya lainnya yang harus dilakukan untuk menyadarkan umat?

Kita harus menjelaskan problema utama yang menimpa umat ini. Umat sekarang ini memang sudah banyak ditimpa masalah. Tapi pangkal dari semua masalah itu apa. Tentu saja tidak ditegakkannya syariah dan Khilafah. Kemudian di atas kesadaran tentang akar masalah itu kita bangun peta jalan dari persoalan ini. Sehingga umat tidak lagi terjebak kepada pragmatisme perjuangan sesaat.

Ini memang perjuangan yang sangat berat yang memerlukan ketekunan. Karena kerusakan yang terjadi sekarang ini sudah sedemikian rupa. Ketidaktahuan umat tentang kehidupan Islam yang sebenarnya juga sudah sedemikian rupa. Ditambah lagi dengan tantangan baru yang semakin memperkeruh keadaan, seperti liberalisme, pluralisme, dan sinkretisme. Tapi kita tidak boleh berhenti dalam perjuangan ini harus tetap sabar dan tekun.

Bagaimana agar para pengemban dakwah ini tetap istiqomah memperjuangkan tegaknya Khilafah dan syariah ini?

Yang pertama saya fikir adalah pengemban dakwah harus memahami betapa vitalnya urusan ini. Karena hal ini menyangkut hidup dan matinya umat. Hal ini bisa dianalogikan seperti orang yang ada di padang pasir yang kehausan. Dia tahu kalau tidak segera minum ia akan mati. Maka konsentrasinya diarahkan untuk mendapatkan air. Segala daya dan upaya dilakuan untuk menghilangkan dahaga. Sehingga masalah yang lain, seperti kaki yang lecet-lecet, kepala pusing, perut lapar, badan kotor, rasa kantuk, tidak dijadikan masalah utama. Karena ia menyadari masalah utamanya adalah mencari sumber air yang menyangkut hidup dan mati itu. Ya, kurang lebih apa yang dilakukan para pengemban dakwah untuk memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah itu seperti itu.

Nah, orang yang kehausan di padang pasir tidak akan merasa bahwa upaya mencari air itu lelah walau pun sangat melelahkan ia akan terus berkonsentrasi dan berusaha mencarinya sampai ketemu atau mati. Begitu juga para pengemban dakwah karena ini merupakan ujian dari Allah SWT. Jadi sangat penting dipahami bahwa dakwah ini adalah masalah yang vital.

Yang kedua, kalau bukan dengan dakwah lantas mau dengan apa? Kalau bukan dengan dakwah kapan Khilafah akan berdiri? Kalau tidak istikomah bagaimana dakwah membuahkan hasil? Perlu diingat bahwa tegaknya Khilafah untuk yang keduakalinya merupakan janji Allah SWT. Sedangkan yang menjadi kewajiban kita adalah beramal shalih. Hal itu termaktub dalam Alquran Surat An-Nur ayat 55.

Tentu saja amal shalih yang dimaksud adalah dakwah untuk menyadarkan kembali umat tentang kewajibannya untuk mengganti sistem kufur ini dengan Khilafah Islam seperti yang diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan Imam Ahmad, tsumma takunu khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Maha Benar Allah SWT dan Rasulullah SAW yang tidak pernah inkar janji. [] Sumber : www.mediaumat.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*