Jubir HTI: Ada Banyak Alternatif untuk Tidak Naikan Harga BBM

Muhammad Ismail Yusanto,
Juru Bicara HTI


Per 1 April mendatang pemerintah berencana menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 1.500. Menurut pemerintah, kenaikan tersebut merupakan pilihan terakhir terlebih saat ini harga minyak dunia mengalami kenaikan. Apakah alasan pemerintah tersebut dapat diterima akal sehat? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.

Benarkah kenaikan BBM demi kemaslahatan rakyat?

Demi rakyat? Bagaimana bisa disebut demi rakyat? Kalau faktanya itu menyusahkan rakyat, kenaikan BBM diikuti dengan kenaikan ongkos angkutan umum, sampai 30 persen, mana ada orang yang merasa bahwa ini kebijakan demi rakyat ketika dia menyaksikan lalu merasakan ongkos angkutan naik?

Kalau sudah ongkos angkutan naik, maka barang-barang atau komoditas barang maupun jasa juga akan naik.  Sayur mayur naik, beras juga naik, yang menjadi belanja harian akan naik, berarti pengeluaran rumah tangga juga ikut naik. Jadi ini hanya sekedar retorika politik saja untuk mendinginkan suasana dengan mengatakan bahwa ini kebijakan demi rakyat.

Menaikan harga BBM merupakan pilihan terakhir, karena APBN tidak sanggup lagi mensubsidi, apalagi harga minyak dunia naik?

Betul harga minyak dunia naik tetapi ada banyak pilihan, mereka bilang bahwa dengan kenaikan harga BBM, subsidi pun naik. Mari kita lihat berapa subsidi yang ada, berarti kan hanya kurang dari 8 persen, jadi bagaimana mungkin subsidi itu dikatakan telah menyedot APBN. Yang menyedot APBN itu bukan subsidi tetapi diantaranya adalah pembayaran utang, cicilan utang, dan bunga yang mencapai lebih dari Rp 200 triliun! Sementara subsidi BBM kira-kira hanya 70 triliun.

Sekitar 70 triliun itu dinikmati oleh lebih dari 250 juta rakyat Indonesia, sementara cilicilan bunga, cicilan utang, hanya dinikmati segelintir orang, baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi bagaimana pemerintah itu tega-teganya mencabut— ini kalau kita setuju dengan penggunaan istilah subsidi ya— subsidi kepada puluhan juta rakyatnya sementara pemerintah dengan senang hati terus membayar cicilan utang dan bunganya.

Bayar utang kan wajib?

Mereka bilang, membayar cicilan utang dan bunga ini wajib, apa justru bahwa memberikan subsidi kepada rakyatnya itu bukan kewajiban, itu wajib! Tetapi memang kenyataannya minyak dan gas bumi itu adala milik rakyat, jadi itu sebenarnya bukan subsidi, sama halnya seperti Anda terhadap anak Anda.

Anda mengatakan, “Nak ini saya subsidi untuk makan kamu, untuk pakaian kamu, untuk sekolah kamu.” Tidak pernah kan Anda berkata begitu? Namanya juga kepada anak, itu sudah kewajiban orang tua. Jadi kata-kata subsidi itu sendiri juga bermasalah.

Jadi tidak perlu bayar utang?

Nah ini juga ironi. Kalau kita membayar mestinya kan kita punya uang, kalau kita punya uang kenapa kita pinjam lagi? Katanya kita perlu dana untuk pembangunan, kalau perlu dana berarti kita tidak punya uang. Kalau tidak punya uang kenapa akhirnya kita pinjam? Tetapi kalau kita pinjam kenapa kita membayar cicilan itu?

Jadikan ini aneh, jadi kan kita membayar cicilan sama bunganya lebih dari 200 triliun ditambah pinjaman berapa puluh triliun lagi. Kalau betul itu untuk pembangunan, kenapa sisa? Nah hal-hal yang begini ini yang terjadi dalam praktek pemerintahan kita.

Jadi kalau belum ada uang, jangan bayar dulu?

Iya, sehingga moratorium (penundaan) pembayaran utang itu bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan kepada BBM. Tetapi kalaulah itu masih sulit, pemerintah bisa lebih berhemat, itu ada belanja birokrasi, itu lebih dari 52%, jadi hampir 700 triliun itu belanja birokrasi.

Nah itu kan juga bisa dihemat karena pada faktanya ada banyak hal-hal yang tidak perlu, ya terbukti bahwa kemudian daya serap APBN di berbagai departemen itu kan tidak optimal. Itu menunjukan bahwa sebenarnya mereka tidak memerlukan biaya itu, atau anggaran itu.

Kalau memang perlu kan mestinya habis, tetapi setiap Oktober-November saja baru terserap 60%, baru dua bulan terakhir dikebut menghabiskan 30-40% sisanya. Jadi politik anggaran ini saya kira yang harus diperbaiki. Belum lagi kalau kita bicara tentang korupsi, coba lihatlah ambil contoh misalnya Wisma Atlet itu. Wisma atlet itu kan anggarannya itu 180 – 190 milyar, kemudian karena praktek korupsi maka kemudian paling sedikit 25-30 milyar. Berarti mungkin sekitar 15%-20% itu dikorup. Anggap saja 20% adalah seperlima dari 1400 triliun APBN, seperlimanya berapa itu, lebih dari 200 triliun yang dikorup, 200 triliun kan besar sekali. Dibanding dengan subsidi untuk 200 juta orang yang hanya 70 triliun itu. Jadi banyak sekali alternatif yang dapat dilakukan.

Tapi kan sulit memberantas korupsi?

Siapa bilang sulit, tindak korupsi itu tidak sulit, yang penting ada contoh dari atas, kalau yang atas itu korup maka yang bawah itu juga akan korup, begitu. Kalau presidennya korup ya menterinya korup, kalau menteri korup dirjennya korup, kalau dirjennya korup dinasnya korup. Kalau presidennya korup gubernurnya korup, kalau gubernurnya korup bupatinya korup, begitu yang terjadi. 148 dari 156 kepala daerah tersangka korupsi. Dan diantaranya adalah gubernur.

Jadi akar masalahnya?

Ada banyak alternatif, kemudian ada banyak cara untuk tidak langsung menaikan harga BBM tetapi tetap saja pemerintah itu memaksakan menaikan kenaikan harga BBM, itu menunjukan bahwa ada sesuatu di belakang itu.

Apa itu?

Ya memang, pemerintah berniat mencabut subsidi BBM!

Tujuannya?

Agar segera tercipta kondisi di dunia ini tidak ada lagi BBM murah. BBM mahal, semuanya satu harga. Inilah sebenarnya yang ditunggu, inilah yang disebut liberalisasi, sektor hilir, liberalisasi sektor hulu sudah diawali dengan menyama dudukan Pertamina dengan perusahaan minyak dan gas swasta yang lain, baik lokal maupun asing.

Nah sekarang sedang menuju liberalisasi sektor hilir, yaitu untuk memenuhi keinginan perusahaan minyak asing itu masuk ke sektor niaga, dengan pembukaan SPBU-SPBU diberbagai tempat itu, nah mereka tampak sepi sekarang ini, tetapi itu sifatnya sementara karena ketika subsidiitu dicabut maka mereka akan laku juga, sama harganya, itu yang paling ditunggu.

Seperti yang dikatakan oleh Purnomo Yusgiantoro pada saat dia jadi Menteri ESDM pada 2003 lalu, bahwa liberalisasi sektor hilir migas ada maka pemain masuk, pemain asing tidak akan masuk bila BBM masih disubsidi karena harganya murah.  Jadi kenaikan harga BBM ini dari pernyataan itu menunjukan bahwa ingin mensukseskan liberalisasi sektor migas demi kepentingan korporasi asing.

Lantas apa solusi Islam atas masalah ini?

Nah ini yang paling penting. Jadi ini kan tentang kenaikan harga BBM ini, melupakan satu hal yang prinsip.

Apa itu?

minyak ini milik siapa? Dalam pandangan Islam, minyak ini milik rakyat, pemerintah wajib mengelolanya demi kepentingan rakyat sang pemilik barang itu. Ini kan aneh, rakyat punya gas tetapi di bikin susah oleh gas, rakyat punya minyak dibiki susah oleh minyak. Kalau ditanya lebih baik kita tidak punya minyak daripada dibikin susah oleh minyak. Nah mereka dibikin susah oleh minyak itu bukan karena minyaknya itu tetapi pengelolannya.

Pengelolaan yang ada sekarang ini adalah pengelolaan yang menguntungkan korporasi asing, nah kemudian rakyat ini dijadikan sapi perahan, rakyat ini dijadikan obyek untuk pengambilan keuntungan dari korporasi asing yang berkolaborasi dengan para kompradornya di dalam negeri ini. Para birokrat, para pengusaha-pengusaha, anggota legislatif, itulah akibatnya kemudian terjadi seperti saat ini.

Jadi kalau menurut Islam harus dikembalikan kepada rakyat, bahwa pemerintah mengelolanya dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Jadi tidak ada lagi istilah subsidi karena itu memang milik rakyat.

Kalau minyak dalam negeri habis dan harus membeli ke luar?

Maka itu kewajiban pemerintah. Nah, di situ menggunakan dana APBN kemudian dijual dengan harga yang sesuai dengan kemampuan rakyatnya. Tetapi pertanyaannya juga apakah negeri ini kekurangan minyak? Dulu sebelum UU Migas yang baru, itu lifting kita itu lebih dari 1,4 juta barel per hari kenapa sekarang menjadi kurang dari 950, kadang-kadang kurang dari 950 ribu barel per hari. Ini kan aneh, harga tinggi tapi ko lifting kurang?

Mestinya kan kalau harga tinggi lifting itu naik. Ini isu tersendiri, apa betul lifting kita itu segitu, dari mana ngeceknya, jadi itu banyak masalah dalam pengelolaan migas kita ini.[]

One comment

  1. pemerintah mengeluarkan kebijakan tidak lepas dari kehendak asing khususnya AS.. setiap kebijakan itu setidaknya harus menguntungkan asing termasuk kebijakan kenaikan BBM. BBM naik demi rakyat???? ah itu retorika yang penuh dusta karena yang terjadi rakyat akan semakin menderita… kenaikan BBM ini cuma untuk liberalisasi MIGAS, sehingga yang untuk asing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*