HTI-Press. Tunisia. Hawa sejuk dan dingin dengan suhu 13 0C seketika menusuk tulang, ketika rombongan muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menginjakkan kaki keluar Bandara Carthage, Tunisia, Jumat (10/3) pukul 13.40 waktu setempat. Namun kesejukan itu justru menghilangkan kejenuhan dan kelelahan rombongan setelah menempuh perjalanan lebih 19 jam dari Jakarta ke Tunisia.
Lebih dari itu, rasa syukur menggelayuti seluruh rombongan karena bisa selamat dan bisa lolos masuk ke negara yang baru saja bergolak itu tanpa hambatan berarti. Awalnya kecemasan sempat muncul mengingat situasi politik yang masih cukup panas dan pengalaman delegasi Indonesia tidak bisa hadir pada Konferensi Media Internasional di Libanon tahun 2008. Juga pengalaman delegasi Australia, Inggris dan Palestina yang tidak bisa hadir di Konferensi Khilafah Internasional tahun 2007 di Indonesia.
Ketidakpastian keluarnya visa sempat terjadi. Proses pengurusan visa memakan waktu cukup lama dan sempat tertunda tiga kali dari janji penyelesaian oleh Kedutaan Besar Tunisia. Proses yang sedianya hanya memakan waktu 3-5 hari kerja, memakan waktu hampir 2 minggu.
Pertolongan Allah-lah yang mengantar delegasi Indonesia bisa hadir dan terlibat langsung dalam Konferensi Perempuan bersejarah ini. Informasi dari panitia penyelenggara, delegasi Palestina, Suriah, Yordan dan Maroko sampai menjelang hari H tidak memperoleh visa. Ini sangat kontras dengan kebijakan Tunisia yang membuka luas pintu bagi wisatawan asing guna menggenjot perekonomian pasca revolusi.
Kami menduga, hal tersebut terjadi karena tema konferensi yang mengangkat ide Khilafah, apalagi yang menyuarakan adalah kaum perempuan. Ide itu menjadi sebuah momok bagi sistem Kapitalisme yang tengah sekarat di ambang kematian tragisnya. [Fan]
faidza azamta fatawakkal alallah. semoga berbuah pahala dan mempercepat nashrullah utk tegaknya syariah dan khilafah. selamat selama acara hingga pulang kmbali ke negeri ini. intanshurullah yanshurkum wayutsabbit aqdamakum.