Islam Memuliakan Perempuan Sebagai Guru
Bogor, HTI Press. Bertempat di Gd. Kusnoto lt. 6 LIPI, Jl. Ir. H. Juanda-Bogor, pada hari Jumat, 9 Maret 2012, DPD 2 Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Bogor menyelenggarakan Talkshow dengan mengangkat tema “Islam Memuliakan Perempuan sebagai Guru”. Acara ini dihadiri oleh Kadisdik Kota Bogor, Ibu Dra. Hj. Fetty Qandarsyah, M, Si. sebagai Keynote Speaker serta sekitar 50 orang guru muslimah dari berbagai penjuru Bogor.
Acara ini diselenggarakan sebagai wujud kepedulian Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia terhadap para ibu guru yang tidak hanya berperan sebagai guru di sekolah, tapi juga mempunyai peran yang besar dalam keluarga. Dia adalah istri bagi suaminya dan pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pengabaian salah satu peran dari kedua peran tersebut akan berakibat fatal. Jikaibu guru mengabaikan peran di sekolah maka anak-anak didik yang menjadi korban. Jika ibu guru mengabaikan peran di keluarga taruhannya adalah keutuhan rumah tangga dan anak-anaknya. Sehingga kedua peran tersebut harus berfungsi dengan baik agar mendapatkan kebahgiaan dunia dan akhirat.
Ibu Wahyuingsih, M. Pd sebagai Ketua DPD II MHTI Bogor dalam sambutannya menyampaikan bahwa posisi guru sangatlah mulia karena menentukan corak generasi masa depan bangsa. Sehingga perlu ada sinergi antara orang tua, sekolah, masyarakat dan Negara untuk melahirkan generasi yang cemerlang.. Islam sebagai aturan yang sempurna untuk kehidupan telah berhasil memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan selama 13 abad.
Ibu Dra. Hj.Fetty, Qandarsyah, M.Si sebagai Kadisdik menyatakan bahwa “Tanggung jawab guru adalah berat. Walau pun profesinya sebagai guru dia tidak boleh melupakan kodratnya sebagai wanita yang harus tetap mengurus rumah tangganya, istri bagi suami dan pendidik bagi anak-anaknya. Dia harus bisa membagi waktunya dengan baik agar tetap bisa menjalankan tugas sebagai guru dengan kredibilitas dan profesionalisme. yang tinggi dengan tetap menjalankan tugasnya di rumah dengan baik. Beruntunglah wanita yang berprofesi sebagai guru karena dia bisa beribadah menyebarkan ilmunya kepada anak didiknya dengan tidak meninggalkan perannya di rumah. Memang tidak dipungkiri banyak permasalahan yang terjadi di kalangan guru.
Ustdzh. Firda Muthmainnah, S. Si sebagai Pembicara I menegaskan bahwa sebagai seorang muslim harus berkaca pada sirah nabawiyah, untuk mengetahui bagaimana Rasulullah telah memberikan teladan. Bu Firda menyatakan tujuan pendidikan menurut Syariat Islam adalah 1) membentuk generasi yang memiliki Iman yang kokoh, 2) menguasai tsaqafah Islam, iptek dan memiliki skills yang berdayaguna 3) mampu meny elesaikan setiap persoalan kehidupan serta memiliki kepedulian terhadap ummat dan bangsa. Dalam hal ini peran penting guru, tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional..
Bu Firda memaparkan bahwa Ummat Islam adalah ummat pinilih “khairu ummah” (QS. Ali Imron : 110). Islam pernah menjadi pusat peradaban dunia (mercusuar peradaban), termasuk dalam dunia pendidikan. Keberhasilan pendidikan dalam Islam dapat dicapai, karena Negara memberikan perhatian yang sangat besar terhadap dunia pendidikan baik system pendidikannya, sarana dan prasarana pendidikan serta pelaku pendidikan, bahkan para pendidik/guru diberikan apresiasi yang besar atas pengabdiannya. Ada penghargaan yang luar biasa bagi para guru atas jasanya dalam dunia pendidikan yaitu standar gaji yang tinggi untuk para guru.
Bu Firda menegaskan bahwa dalam Islam menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang. Sehingga Negara berkewajiban menyediakan segala hal yang dibutuhkan agar setiap muslim memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Pada masa kekhilafahan Abbasyiyah di Baghdad, negara menyediakan hadiah bagi siapa saja yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Sehingga di masa itu, ilmu pengetahuan mengalami puncak perkembangan yang gemilang. Khalifah Munthashir, mendirikan sekolah Al-Munthashiriyyah gratis. Siswa mendapatkan beasiswa pendidikan, kehidupannya dijamin, serta di fasilitasi dengan perpustakaan yang lengkap dengan fasilitas kertas-kertas dan tinta gratis, pemandian dan RS bagi siswa yang sakit. Bahkan pada masa Khalifah Harun Al Rasyid beliau mengambil kebijakan barangsiapa menghafal Qu’an dan gemar menuntut Ilmu, maka ia berhak mendapatkan 1000 Dinar.
Gambaran tersebut sangat berbeda dengan system pendidikan dalam era kapitalisme saat ini. Pergaulan bebas di kalangan remaja menjadi bukti kegagalan system kapitalis liberal yang sedang berlaku saat ini.
Dalam dunia pendidikan pada masa kejayaan Islam, perempuan muslimah pun ikut ambil peran sebagai pendidik, tanpa menelantarkan fungsi dan tanggungjawab utamanya di rumah
Ustadzah Dra. Hj. Ratna Soeminar, menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan Islam, perempuan muslimah pun ikut ambil peran sebagai pendidik, tanpa menelantarkan fungsi dan tanggungjawab utamanya di rumah. Bahkan Islam menjamin kemuliaan perempuan dalam perannya sebagai guru.[]
Subhanallah hanya Islam yang memuliakan perempuan