HTI Press. “BBM NAIK, HARAM ?!” Itulah tema dari Diskusi Publik yang diadakan Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Karawang pada hari Ahad, 11 Maret 2012, bertempat di gedung dakwah Muhammadiyah, “Darul Arqam”, Karawang. Acara ini menghadirkan Ustadz Abu Hamzah sebagai pengamat kebijakan publik dan Ustadz Ahmad Zaenudin (Pimpinan Pondok Pesantren Al Husna Cikampek) sebagai narasumber. Dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk tokoh masyarakat dan ulama, baik ikhwan maupun akhwat.
Setelah pembukaan acara dan pembacaan ayat suci al-Quran, acara di mulai dengan sambutan oleh ketua HTI DPD II Karawang, Ustadz Dindin Misbahudin yang menyampaikan pernyataan-pernyataan dari Pemerintah, antara lain pernyataan Menteri ESDM Jero Wacik meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tak mungkin dihindari, dan pernyataan dari SBY mengenai kenaikan BBM sebesar Rp. 1.500 per 1 April. Belum juga dinaikkan ternyata rencana ini sudah disambut oleh kenaikan harga-harga sembako, dan penolakan dari berbagai pihak. Diskusi Publik ini dimaksudkan untuk mengkritisi kebijakan kenaikan BBM dari sisi Islam, karena segala persoalan kehidupan sudah seharusnya dikembalikan dan distandarkan kepada hukum hukum Islam.
Acara yang dimoderatori oleh Ustadz Ali Khan diawali dengan presentasi oleh Ustadz Abu Hamzah. Beliau menyampaikan judul “Tolak Pembatasan BBM Bersubsidi & Kenaikan BBM karena akan menjadi Jalan Tol Menuju Liberalisasi Migas”. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan 5 alasan kenapa kenaikan BBM harus ditolak :
- Pembatasan subsidi BBM akan menaikkan harga, sama juga meliberalisasikan migas secara kaffah/total yang merupakan skenario asing untuk menguasai migas, seperti tertera dalam UU MIGAS NO 22/2001 pesanan korporasi migas dan lembaga asing.
- Karena membebani rakyat. Harga Pertamax bisa melambung tinggi sesuai harga internasional. Kenaikan ini akan mengakibatkan inflasi juga kenaikan harga barang dan jasa.
- Pembatasan BBM bersubsidi merugikan rakyat dan menguntungkan SPBU Asing (karena mayoritas yang menikmati BBM adalah rakyat miskin dan Asing selain sudah menguasai sektor hulu, juga ingin menguasai hilir).
- Subsidi adalah hak rakyat yang memang semestinya dianggarkan. (Subsidi bukan beban APBN karena dinikmati oleh jutaan rakyat Indonesia, tetapi pembayaran utang dan bunga utang kepada segelintir orang yang menjadi beban APBN)
- Pengelolaan BBM tidak profesional. (Tidak efisien akibat adanya broker, korupsi dan unbundling Pertamina, sehingga hanya menguntungkan segelintir orang/pihak dan merugikan rakyat)
Disampaikan juga bahwa apapun opsi pemerintah (pembatasan premium, kenaikan BBM, konversi minyak ke gas) selama masih ada liberalisasi migas maka asing untung dan rakyat buntung. Jadi seharusnya pemerintah tak perlu menaikkan atau membatasi BBM malah sebaliknya harusnya menyediakan kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya.
Di akhir pemaparan materi, Ustadz Abu Hamzah menyampai bahwa pembatasan/pencabutan subsidi merupakan bagian dari strategi asing yang didukung Pemerintah untuk menguasai SDA Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya merugikan rakyat secara ekonomi namun yang paling mendasar bertentangan dengan syariat Islam. Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang melimpah sehingga masuk dalam kategori barang milik publik (al milkiyyah al-ummah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik. Dengan demikian ia tidak boleh diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi asing.
Pemateri berikutnya, Ustadz Ahmad Zaenudin, lebih banyak mengkritisi kebijakan kenaikan BBM dari perspektif syariat Islam. Bahwa kebijakan pembatasan BBM bersubsidi atau kebijakan kenaikan harga BBM adalah HARAM berdasarkan alasan-alasan dan dalil-dalil sebagai berikut ;
1. Alasan pertama yaitu kebijakan pembatasan BBM bersubsidi merupakan derivat dari kebijakan liberalisasi sektor energi yang diharamkan Islam. Sebab, kebijakan ini bertentangan dengan; (1) konsepsi kepemilikan harta dalam Islam; (2) bertentangan dengan prinsip pengelolaan harta kepemilikan umum (milkiyyah al-‘aamah). Pengalihan harta kepemilikan umum kepada individu atau perusahaan swasta yang menyebabkan masyarakat tidak mampu mengakses harta kepemilikan tersebut adalah tindakan haram
2. Alasan kedua yaitu kebijakan pembatasan BBM bersubsidi sebagai derivat kebijakan liberalisasi sektor migas membuka jalan bagi orang kafir menguasai kaum muslim. “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin”.[TQS An Nisaa` (4):141]
3. Alasan ketiga yaitu kebijakan pembatasan BBM bersubsidi adalah kebijakan diskriminatif dan mendzalimi rakyat. Disampaikan hadist dari Imam Bukhari, ““Barangsiapa menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak di hari kiamat“.
4. Alasan keempat yaitu kebijakan ini jelas-jelas menipu rakyat. “Tidaklah seorang wali yang mengatur urusan kaum Muslim, lalu ia meninggal dunia, sedangkan ia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya”.[HR. Bukhari dan Muslim]
5. Alasan kelima yaitu kebijakan pembatasan BBM bersubsidi adalah kebijakan yang lahir dari Sekulerisme-Liberalisme. “Siapa saja yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak atas perintah kami, maka perbuatan itu tertolak“.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Dalam diskusi publik yang berlangsung hingga menjelang Dzuhur ini, dapat diambil beberapa kesimpulan; Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi sebagai derivat dari kebijakan liberalisasi sektor energi adalah kebijakan haram. Kebijakan tersebut lahir dari aqidah sekuler yang bertentangan dengan Islam, dan dapat digolongan sebagai kebijakan dzalim dan khianat. Kebijakan tersebut wajib ditolak oleh umat Islam.
Rusaknya pengelolaan migas yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membebaskan rakyat dari sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini kecuali menerapkan sistem Khilafah Islamiyyah, sebuah sistem yang bersumber dari Aqidah Islam dan mengatur seluruh urusan masyarakat dengan syariat Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Wallahu a’lam bisshawab [InfoKom HTI DPD II Karawang]