Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Ahmad Daryoko menyatakan turunnya lifting akibat adanya penggelapan data sumur minyak yang ada. Dan nilainya itu sekitar Rp 720 milyar per hari.
“Menurunnya lifting, bukan karena sumur minyak menipis seperti yang diklaim Purnomo Yusgiantoro atau pun karena birokrasinya terlalu panjang seperti yang dipermasalahkan Kurtubi, tetapi karena adanya pencatatan yang tidak apa adanya,” ungkapnya dalam konfrensi pers tolak kenaikan harga BBM dan tolak liberalisasi sektor migas Kamis (15/3) siang di Kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Crown Palace Jl Soepomo, Tebet, Jakarta.
Salah satu buktinya, lanjut dia, kasus penggelapan sumur minyak yang dikelola Petrokimia di Provinsi Jambi. Jumlah sumur minyak Petrokimia di Provinsi Jambi berdasarkan catatan BP Migas berjumlah 30 sumur. Kemudian Pemda Jambi melakukan investigasi sendiri ternyata ada 91 sumur. Berarti ada 61 satu sumur yang tidak tercatat.
Daryoko pun menyakan temuan Pemda Jambi ini bisa dijadikan langkah awal untuk menemukan jawaban mengapa sejak berlakunya UU 22 tahun 2001 itu lifting minyak, jatuh ke kisaran 800-900 ribu barel perhari padahal sebelumnya sekitar 1.6 juta barel perhari.
“Itu baru satu kontraktor bagaimana dengan kontraktor lainnya seperti Chevron, Total, Petronas dan lainnya? tidak menutup kemungkinan kontraktor lainnya juga berbuat demikian. Dan itu kejadian di Jambi dan tidak menutup kemungkinan di daerah lainnya pun terjadi modus serupa,” prediksinya.
Berdasarkan UU yang meliberalisasikan sektor minyak dan gas tersebut, Pertamina di sejajarkan dengan kontraktor migas swasta dan asing. Karena sejajar, Pertamina tentu saja tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi sumur yang dikelola para kontraktor itu. Maka dibentuklah BP Migas untuk melakukan pengawasan.
“Tetapi BP Migas itu pada faktanya hanya mencatat laporan dari kontraktor, tidak mengawasi! Berbeda dengan Pertamina yang memiliki inspektor pada setiap sumur minyak,” ungkapnya.
Maka, sangat dimungkinkan, fakta sebenarnya produksi minyak itu tidak menurun, tetapi yang dilaporkan ke BP Migas sebagiannya saja. Jadi bila produksinya tetap 1,6 juta barel maka ada sekitar 800 juta barel digelapkan.
“Bila satu barel harganya US$ 100 (kurs Rp 9000) maka sekitar Rp 720 milyar hilang setiap hari!” pungkasnya.(mediaumat.com, 16/3/2012)