HTI Press. Sekitar sepuluh ribu massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan aksi unjuk rasa menolak penaikan harga BBM per 1 April mendatang, Kamis (29/3) siang di depan Istana Negara, Jakarta.
“HTI bersama umat melakukan aksi ini untuk menolak keras penaikan harga BBM dan liberalisasi sektor Migas!” tegas Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.com di sela-sela aksi. Menurutnya, penaikan harga BBM merupakan kebijakan dzalim dan khianat yang dibangun dengan argumentasi bohong.
“Dikatakan dzalim karena, pemerintah tahu penaikan ini akan menyengsarakan rakyat, buktinya pemerintah menyiapkan BLSM! Berartikan tahu, bila BBM naik daya beli dan kesejahteraan masyarakat bakal menurun,” tegasnya.
Ismail pun menjelaskan pemerintah tega mencabut subsidi karena lebih membela asing. “Itu namanya khianat.Dikatakan khianat karena mencabut subsidi untuk memenuhi kepentingan asing!” ungkapnya. Penaikan harga BBM ini, lanjut Ismail, tidak lain adalah untuk menyukseskan liberalisasi sektor hilir atau sektor niaga dan distribusi, setelah liberalisasi sektor hulu yakni eksplorasi dan eksploitasi, sempurna dilakukan.
Nah, untuk mendukung kebijakan dzalim dan khianat itu, maka pemerintah pun membangun argumentasi bohong, di antaranya adalah karena subsidi tidak tepat sasaran dan bila tidak dicabut APBN bakal jebol. “Bohong semua itu!” ungkapnya.
Ismail pun mengutip Hasil Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS 2010) yang menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya.
“APBN jebol karena subsidi BBM itu bohong, karena yang paling besar menghabiskan uang APBN adalah utang dan bunganya yang haram itu! Namun alih-alih menolak bayar bunga dan menunda pembayaran utang, penguasa khianat ini malah lebih memilih menaikan harga BBM,” pungkasnya.
Massa membentangkan berbagai macam spanduk penentangan terhadap kebijakan pemerintah di pinggir jalan depan Istana Presiden hingga panjangnya menembus 600 meter. Bahkan tepat di depan Istana Presiden di pampang baligho raksasa yang menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan sumber daya migas namun sebagian besarnya dikuasai asing.[]joko prasetyo