Snouck hidup pada zaman kolonialisme. Saat itu Belanda adalah penguasa kolonial atas Indonesia dan karenanya secara berkala koran-koran Belanda melaporkan tentang berbagai peristiwa dan kejadian di “Hindia Belanda”. Selain itu, koran-koran Belanda secara teratur mengeluarkan opini yang membahas masalah-masalah yang dihadapi Belanda dan solusi-solusi yang diusulkan untuk masalah ini. Dengan kata lain, politik kolonial hangat diperdebatkan. Sebuah masalah utama bagi Belanda di Indonesia saat itu adalah perlawanan oleh masyarakat lokal terhadap pemerintahan Belanda. Penyebabnya, sebagian besar terinspirasi oleh Islam. Banyak orang Indonesia berjuang karena mereka melihat diri mereka sebagai warga negara dari Negara Al Khilafah Islam yang tanahnya telah diduduki oleh orang-orang asing. Hal inilah yang terjadi khususnya di Aceh. Sebagai akibatnya, Belanda mendapatkan diri mereka terjebak dalam keterpurukan yang panjang, melelahkan dan terutama sekali adalah biaya perang yang mahal untuk wilayah Indonesia.
Snouck menyadari betul bahwa ia memiliki kemampuan untuk memainkan peran penting atas masalah ini. Dari sejak awal karirnya sebagai seorang orientalis, dia melakukan hal terbaik untuk memainkan perannya. Misalnya dalam buku yang dia tulis untuk disertasinya yang berjudul, “The Meccan Celebrations (De Mekkaansche feesten)“, dia menulis saran berikut untuk pemerintah Belanda: “Karena di Hindia Belanda peziarah (jamaah haji) memiliki pengaruh buruk pada orang lokal [Indonesia], harus ada hukuman sekeras mungkin bagi para peziarah itu, dengan tujuan mengurangi jumlah orang yang pergi haji “.
Snouck juga pergi ke Mekah tidak hanya untuk suatu tujuan ilmiah. Alasan bahwa Konsul Kruyt di Jeddah bisa mengorganisir beasiswa dari Kementerian Urusan Kolonial Belanda untuk Snouck untuk melakukan perjalanan ke Mekah adalah agar Kruyt memiliki seorang mata-mata di Mekah yang bisa memberikan informasi tentang Indonesia di Mekkah. Oleh sebab itu, bukanlah sebuah kebetulan jika di rumah di Jeddah, tempat Snouck tinggal bersama dengan Raden Aboe Bakar, letaknya persis di seberang jalan rumah seorang bangsawan Aceh terkemuka, yang digunakan sebagai wisma oleh para peziarah dari Aceh. Jadi, dari rumah mereka, Snouck dan Raden Aboe Bakar bisa melacak siapa pun yang masuk atau keluar wisma bagi orang Aceh di Jeddah itu. Dalam bukunya tentang saat dia berada di Mekah, Snouck juga memberikan saran kepada pemerintah Belanda tentang Indonesia. Dia mengatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda harus mengawasi para peziarah yang kembali dari Mekah dan mencoba untuk mendapatkan simpati mereka. Jika upaya-upaya untuk mewujudkan hal ini gagal pada seorang peziarah, Snouck kemudian mengatakan, bahwa pemerintah Belanda bisa membunuh peziarah itu.
Jadi, memang bisa dikatakan bahwa tujuan sebenarnya dari perjalanan Snouck ke Mekah adalah jelas untuk ilmu pengetahuan, dan mengumpulkan data intelijen sebagai tugas sampingan. Sementara perjalanan Snouck ke Indonesia jelas-jelas bahwa tujuan sesungguhnya adalah mengumpulkan data intelijen. Setiap perjalanan untuk tujuan ilmiah hanyalah untuk menyamarkan tujuan yang sesungguhnya. Snouck sendiri telah lama meminta pemerintah Belanda untuk dikirim ke Indonesia sebagai seorang mata-mata bagi Belanda. “Sebagai tanggapan dari diskusi, saya merasa cukup terhormat untuk bisa berdiskusi dengan Yang Mulia[1], Saya ingin mengulangi permintaan saya yang sebelumnya telah saya sampaikan melalui surat, yang isinya adalah bahwa saya harap bisa dikirim ke Aceh…“. Pemerintah Belanda menyetujui permintaannya dan memang mengirimnya ke Indonesia sebagai agen mereka. Snouck mengatakan bahwa dia ingin berkonsentrasi pada karyanya tentang Aceh. “Sebelum berangkat ke Indonesia, saya menjelaskan kepada menteri bahwa sejauh sejauh berkaitan dengan pentingnya Islam politik, Aceh harus menjadi wilayah yang amat penting dari penelitian saya.” Karena itu, Pemerintah Belanda mengirim surat kepada para pegawai negeri sipil di Indonesia yang menyebutkan: “Campur tangan langsung oleh anda sendiri [dalam kunjungan Snouck] atau oleh orang-orang yang melapor kepada Anda harus dihindari secara hati-hati dan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan bahwa tujuan sebenarnya tidak menjadi jelas bagi masyarakat setempat, karena hal inilah yang sangat mungkin merusak hasil-hasil penelitian. ” Dengan kata lain, pemerintah Belanda menginstruksikan pemerintahan kolonial untuk menjauhi Snouck, sehingga dia bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat.
Namun, di Belanda, realitas atas perjalanan Snouck ke Indonesia menjadi hal yang diketahui oleh umum. Dan banyak orang berharap bahwa Snouck akan mampu memecahkan masalah-masalah Belanda di Indonesia secara meyakinkan. Karena itu, berbagai koran berusaha untuk tidak memberitakan kepada para pembaca mereka mengenai kegiatan-kegiatan Snouck di Indonesia. Hingga satu hari koran NRC menerbitkan sebuah surat yang didapatkannya yang menyebutkan: “Dalam koran kami, seseorang kadang-kadang dapat menemukan artikel tentang Dr. Snouck Hurgronje, tentang siapa dia sebenarnya, apa yang sedang dia lakukan di koloni kita, dan apa misinya. Saya mendesak para editor koran, khususnya yang terbit di Indonesia, untuk menghentikan pemberitaan ini, karena mereka tidak membantu pekerjaan yang sedang dia lakukan dengan cara ini. Tujuan dari Dr Snouck Hurgronje adalah untuk bisa belajar Islam dari orang-orang Islam itu sendiri, dan dengan cara itu bisa [mengenal] gerakan besar yang terjadi di wilayah Timur kita, yang menghasilkan kepemimpinan para peziarah yang fanatik, dan melaluinya banyak pertumpahan darah yang telah menunjukkan arti penting hal ini.” Adalah cukup jelas bahwa sepucuk surat kepada koran NRC itu adalah permintaan untuk menghentikan pemberitaan atas kegiatan-kegiatan Snouck, karena pemberitaan atas aktivitas-aktivitas dan tujuan-tujuan sebenarnya dapat disembunyikan dari orang-orang Indonesia.
Idries de Vries aktivis dakwah Islam asal Belanda dan kontributor tamu pada situs newcivilization.com
[1] Dalam surat ini ditujukan Snouck Menteri Urusan Kolonial Belanda, APC vanKarnebeek