Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pada 22/3/2012 mengatakan bahwa “Negaranya sedang dalam proses menuju penandatanganan kemitraan strategis dengan Afghanistan.” Ia juga berkata: “Kami telah membuat kemajuan dalam beberapa minggu terakhir. Kami tengah mengkaji untuk membuat sentuhan akhir atas apa yang dikenal sebagai perjanjian serangan malam. Ini adalah hal-hal kompleks, namun lami kami sedang bekerja untuk mengatasinya, di mana kami sedang membuat ruang di depan sebuah perjanjian kemitraan strategis.”
AS ingin melanggengkan pengaruhnya terhadap Afghanistan, ketika ia telah keluar dari bentuk penjajahan militer di sana. AS ingin tetap melanggengkan pengaruhnya dalam bentuk lain, di antaranya mengadakan perjanjian strategis dan keamanan, seperti yang AS lakukan di Irak. Para penguasa Afghanistan hakikatnya adalah boneka di tangan AS yang selalu dimainkannya. Mereka tidak pernah menentang, namun AS memperlihatkan mereka seolah-olah mereka para pemimpin besar yang independen, dan tidak menerima dengan mudah. Sehingga, setelah melakukan usaha besar dan setelah menghadapi kesulitan besar, karena adanya “hal-hal rumit … bekerja keras untuk mengatasinya”, maka baru AS mampu membuat kemajuan tentang masalah penandatanganan kemitraan strategis, yaitu setelah bekerja keras untuk meyakinkan mereka! Padahal jelas, bahwa AS menunda hal itu hingga semuanya sejalan dengan rencananya untuk menarik diri dari sana, dan sejalan dengan politik luar negerinya, dalam hal-hal yang terkaitan dengan pemilu.
Perlu diketahui bahwa AS pada era George W. Bush telah menjadikan bonelakanya di Irak, Maliki, menandatangani perjanjian keamanan sebulan sebelum pemilu AS, pada tahun 2008. AS berusaha mengundurkannya hingga tanggal tersebut, dan menunjukkan bahwa menuju penandatanganan itu tidaklah mudah, ada kesulitan besar yang ingin diatasinya bersama dengan para bonekanya, para penguasa Irak, yang memperlihatkan seolah-olah mereka adalah independen dalam setiap keputusannya. Ketika tiba waktunya untuk ditandatangani sesuai rencana yang ditetapkan oleh AS, maka ia menampakkan seolah-olah itu sesuatu yang mendadak, dengan memperlihatkan bahwa beberapa pengamat mengatakan sesungguhnya penandatanganan itu tidak mungkin dicapai sekarang, melainkan setelah pemilu.
Begitu juga terkait pendiktean AS terhadap para bonekanya agar menandatangani perjanjian kemitraan strategis melalu pembicaraannya yang dilakukan dengan Taliban secara rahasia. Untuk itu, tunggu dan lihat sejauh mana hal itu bisa diterima oleh Taliban. Dengan ini, AS dan para bonekanya harus mengatasi hal-hal kompleks. Keinginan AS untuk sukses dalam berbagai pembicaraan dan mencapai kesepakatan dengan Taliban adalah sesuai dengan kepentingannya dalam mempertahankan pengaruhnya di Afghanistan.
Di sisi lain, apa yang telah dilakukan oleh tentara preman AS di malam dengan membantai 16 anak-anak dan wanita di antara rakyat Afghanistan, jelas bahwa ia melakukan tindakan pidana yang tercela itu sesuai kesepakatan dan kewenangan pasukan AS untuk melakukannya. Hal tersebut ditunjukkan oleh Clinton saat ia berkata: “Kami tengah mengkaji untuk membuat sentuhan akhir atas apa yang dikenal sebagai perjanjian serangan malam.” Artinya bahwa ada perjanjian tentang pembentukan tentara preman AS untuk melakukan kejahatan pada malam hari, dengan membantai orang-orang tak berdosa di antara anak-anak kaum Muslim, laki-laki dan perempuan, dengan dalih serangan malam (kantor berita HT, 3/4/2012).