Seorang mantan informan untuk Biro Investigasi Federal (FBI) mengungkapkan praktik mata-mata yang dilakukan lembaga milik Amerika Serikat (AS) itu terhadap umat Islam.
Pria yang memiliki samaran Farouk al-Aziz itu, menuturkan, FBI akan mencurigai seluruh muslim AS yang dinilai berpotensi menjadi teroris. “Hari ini, FBI perlu musuh, mereka menemukannya dalam Islam,” ungkap Aziz dilansir dari rt.com Jumat (6/4).
Perang melawan teror yang digaungkan FBI itu justru menjadi perang melawan Islam. Aziz mengungkapkan pekerjaannya sebagai informan. Dirinya telah menyamar sebagai seorang warga AS keturunan Prancis-Suriah pada 2006.
Ia menjadi informan FBI selama tiga tahun sejak 2003. Ia berbaur di komunitas Muslim untuk belajar bahasa Arab dan agama Islam. Suatu hari Aziz berbicara kepada Tracy Hanlon, orang yang dipercayai memegang Aziz. Aziz kemudian ditugaskan menyusup ke dalam masjid.
Sebagai seorang informan, jelas al Aziz, ia dituntut cepat beradaptasi dan berbaur dengan komunitas Muslim. Bahkan berbahasa dan menunaikan ibadah layaknya seorang Muslim. Aziz mengungkapkan bahwa FBI memberinya perangkat pengawasan yang canggih.
“Mereka menyebutnya kunci FOBS,” ujarnya. Kunci ini seperti remote control untuk mobil dan dapat merekam semua hal. Aziz seringkali menargetkan kantor para Imam masjid, mobil hingga rumah para jemaah serta tempat dan alat yang mereka gunakan sehari-hari.
Ia juga menggunakan informan lain untuk mendapatkan informasi. Aziz menyebut ini dengan operasi Flex. Jika seorang pria Muslim menikah dan dia pernah punya pacar, atau teman, FBI akan dengan mudah menggunakan mereka sebagai informan.
Namun Aziz menyadari apa yang ia lakukan selama itu adalah sesuatu yang salah. “Ya, saya lakukan salah. Tapi saya telah dibayar tinggi untuk operasi itu,” ungkapnya. Aziz juga mengaku seringkali ia didoktrin apa yang dilakukannya selama ini adalah benar dan tidak melanggar hak asasi manusia.
Aziz juga bekerja dengan beberapa lembaga federal dan departemen polisi AS lain. Model operasi Flex ini, jelas Aziz, juga dilakukan di luar negeri. Ada beberapa orang di Afghanistan, Irak dan Yaman yang terperangkap sebagai informan seperti dirinya. (republika.co.id, 6/4/2012)