Dialog Live Jubir MHTI di TVRI Stasiun Yogyakarta
HTI Press. Kenaikan BBM menimbulkan ekses negatif yang menyengsarakan rakyat. Pendapat tersebut mengemuka dan diamini oleh segenap narasumber yang dihadirkan pada dialog live Ranah Publik TVRI Stasiun Yogyakarta ( 2 / 4 ), bertajuk Mengantisipasi Ekses Kenaikan BBM. Rencana pemerintah menaikkan BBM per 1 April yang mengalami penundaan sebagai hasil Rapat Paripurna DPR RI ( 31 / 3 ), mendapat perhatian dan respon dari berbagai elemen masyarakat karena sangat berdampak terhadap kehidupan rakyat. Dampak pertama yang langsung terasa adalah naiknya harga barang terutama kebutuhan pokok. Bahkan dampak ini sudah terjadi meski harga BBM belum naik. Dampak yang lain adalah naiknya ongkos transportasi dan distribusi barang dan jasa. Selain itu, kenaikan BBM akan meningkatkan laju inflasi, daya beli masyarakat menurun, hampir dipastikan jumlah orang miskin akan meningkat. Tidak mengherankan, jika setiap pemerintah merencanakan kenaikan BBM, akan disambut dengan penolakan dari berbagai kalangan. Hasil survey LSI dengan responden dari seluruh propinsi di Indonesia, 86 % masyarakat menolak kenaikan BBM. Para pakar dan ahli dari berbagai bidang ilmu memperdebatkan. Sebagian aktivis kemasyarakatan maupun mahasiswa menggelar aksi turun ke jalan, dari pawai damai sampai demo yang kadang berujung anarkis pun dilakukan. Beberapa mahasiswa ditahan karena ditengarai terlibat demonstrasi dengan kekerasan.
Beberapa hal di atas menjadi bahan diskusi hangat bagi enam narasumber dialog Ranah Publik. Di awal perbincangan, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah ( Jubir Muslimah HTI ) mengkritisi, “Kenaikan BBM adalah wujud kebijakan untuk menyempurnakan liberalisasi migas dari hulu – hilir yang dilakukan oleh pihak asing”. Dengan kata lain, beliau mengatakan bahwa ini merupakan akal – akalan pemerintah sebagai akibat ketundukan kepada asing. “Tentu saja yang diuntungkan adalah asing dan rakyat sebagai pihak yang merugi, padahal migas ditetapkan Allah sebagai milik rakyat,” kata Ustdz. Iffah. Ibu Rani Pribadi ( Jaringan Pemantau Polisi ) yang bersama rekan – rekan mengeluarkan Petisi Perempuan sebagai wujud penolakan kenaikan BBM menegaskan, “Kaum perempuanlah yang paling merasakan dampak kenaikan ini karena mereka yang mengatur pengelolaan keuangan keluarga. Dengan dana terbatas, kaum ibu akan berpikir bagaimana membiayai sekolah anak – anak, biaya kesehatan keluarga, dll.”
Sependapat dengan dua narasumber di atas, Diar Rosdayana ( BEM UNY ) mengatakan, “Jelas akibat kenaikan BBM akan dirasakan oleh rakyat. Maka sebagai wujud keberpihakan kepada rakyat kecil, para mahasiswa melakukan aksi demo agar aspirasi mereka diperhatikan oleh pemerintah.” Menanggapi demo mahasiswa anarkis, Diar menyampaikan, “Tidak ada niatan dari kami untuk melakukan demo dengan kekerasan. Hanya saja, kondisi di lapangan sangat dinamis, ada hal – hal yang tidak bisa diperkirakan yang kadang berujung pada anarkisme.” Bapak Daris Purba ( Tim Pengacara KAHMI DIY ) setuju bahwa akan terjadi banyak ekses seiring kenaikan BBM, di antaranya kuantitas demonstrasi meningkat. Bahkan beliau bersama rekan telah menyediakan advokasi untuk menangani masalah yang terkait dengan demo, misalnya menerima aduan aktivis yang ditahan & melakukan pembelaan. “Aksi yang dilakukan oleh masyarakat itu tidak bisa dihalangi. Jika pemerintah berhak membuat kebijakan kenaikan BBM, maka masyarakat juga berhak menanyakan apa alasan harga minyak bisa naik”, bela Daris Purba. Sementara itu, Dr. Sudarmoyo ( Ahli Perminyakan UNY ) lebih banyak menyoroti terhadap masalah minyak secara teknis. “Sumber minyak di Indonesia semakin lama semakin habis. Masyarakat harus mengurangi penggunaan BBM dan mencari alternatif bahan bakar,” kata Dr. Sudarmoyo. Sedangkan Bapak Arif Nur Hartanto ( Fraksi PAN DPRD DIY ), melihat dari aspek perundang – undangannya. Beliau mengusulkan untuk mengamandemen UU Migas.
Di akhir perbincangan, Ibu Rani Pribadi berharap bahwa tidak akan pernah terjadi kenaikan BBM. Beliau meminta semua pihak untuk mengkritisi dan memantau perkembangan yang terjadi, serta mewaspadai upaya pemerintah menaikkan BBM tanpa persetujuan DPR. “Rakyat harus sadar ada hak mereka yang dilanggar”, kata Ibu Rani. Sementara Ustdz. Iffah menggarisbawahi bahwa kebijakan menaikkan BBM sebagai kesalahan pengelolaan sumber daya alam dan syariat Islam telah menyediakan alternatifnya. “Carut marutnya kondisi ekonomi sekarang membutuhkan solusi fundamental, di mana Islam menawarkan sistem ekonomi Islam. Hanya saja sistem tersebut tidak bisa diterapkan melalui political will saat ini. Butuh adanya perubahan fundamental karena sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah Islam. Jadikan saat sekarang sebagai momentum keberanian bagi rakyat untuk berubah,” tegas beliau. Dialog Ranah Publik ini juga mendapatkan respon dari beberapa pemirsa yang di antaranya menginginkan adanya solusi fundamental bagi permasalahan BBM, peran PERTAMINA ditingkatkan, pengadaan bahan bakar alternatif, dan meminta kepada pemerintah untuk mengelola sumber daya alam bagi kesejahteraan rakyat.[]