Oleh: Hafidz Abdurrahman
Kebijakan ‘Umar yang dikenal dengan istilah Tamshir al-Amshar (Membuka Pemukiman Baru) tidak hanya dilakukan di Bashrah, tetapi juga merambah ke Fusthath. Fusthath saat itu masuk wilayah Kairo. Menurut al-Muqrizi dalam Makhthuthath-nya, “Ketahuilah, bahwa letak Fusthath saat ini dikenal dengan Kota Mesir, dimana ruang terbuka dan lahan pertanian terletak di antara sungai Nil dan Jabal Syarq (Gunung di sebelah Timur) yang dikenal dengan nama Jabal Muqthim. Di sana tidak terdapat satu pun bangunan maupun rumah, kecuali benteng yang saat ini sebagiannya dikenal dengan Istana Sham’ dan Mu’allaqah. Tempat yang menjadi persinggahan Gubenur Romawi yang mengurus Mesir, yaitu para Kaisar Raja-raja Romawi, dalam perjalanannya dari Kota Aleksandria. Di sana, dia tinggal sesukanya. Setelah dia akan kembali Istana (Dar al-Imarah) dan Kediaman Raja di Aleksandria. Benteng ini memanjang sepanjang sungai Nil. Kapal-kapal di sungai Nil ini akan sampai ke pintu bagian Barat, yang dikenal dengan nama Babul Hadid. Dari sana, Raja Muqauqis menaiki kapalnya di sungai Nil dari pintu sebelah Barat ketika dia berhasil dikalahkan oleh kaum Muslim, dan benteng tersebut berhasil diambil alih. Di situ, dia berlayar menuju ke pulau yang mengarah ke benteng-benteng tersebut yang saat ini dikenal dengan Raudhah berhadapan dengan Mesir, dan merupakan tolok ukur sungai Nil di sebelah benteng.” Begitu penuturan al-Muqrizi.
Amr bin al-Ash ra yang ketika itu menjadi wali di Mesir membangun Kota Fusthath ini di Mesir, setelah membuat laporan terperinci tentang kondisi dan posisi geografis wilayah ini. Bahkan, Amr bin al-Ash dianggap oleh Ibn Khaldun, dalam Muqaddimah-nya, sebagai orang pertama yang mampu melukiskan kondisi geografis wilayah ini dengan baik. Wilayah yang dia gunakan untuk menggelar pasukan dan berperang. Terletak antara Benteng Babilonia dan Jabal Muqthim. Ketika benteng-benteng itu telah berhasil dikuasai, dan siap kembali ke Aleksandria, salah seorang punggawa Amr menghancurkan kemah, lalu mereka menemukan sarang burung merpati di atas kemah Amr. Mereka mengatakan, “Di atas kemah Panglima (Amr bin al–Ash) telah dihuni merpati..” Amr berkata kepada mereka, “Mereka telah berlindung dalam perlindungan kita, maka haram bagi kita mengkhianati mereka. Burung-burung itu telah berlindung dalam perlindungan kita, maka tinggalkanlah Fusthath-ku untuk mereka hingga terbang bersama sarangnya.” Fusthath adalah sebutan untuk “kemah”. Amr pun menempatkan satu orang untuk menjaga kemahnya, dan ketika dia telah kembali dari Aleksandria, di tempat itu dibangun sebuah kota yang dikenal dengan nama Fusthath. Di sana dibangun masjidnya, yang hingga sekarang masih ada dengan namanya, yaitu Masjid Amr bin al-Ash, tepatnya pada tahun 21 H (642 M). Amr-lah pejabat yang pertama kali membuat persyaratan dan menetapkannya untuk siapa saja yang tinggal di sana.[]