Kritik Terhadap Revisi UU KPK no 30 Tahun 2002

Abstraksi:

Sebagaimana diketahui Komisi III DPR RI telah melakukan revisi terhadap UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi no 30 Tahun 2002. Terdapat sejumlah perubahan di antaranya penambahan ayat pada beberapa pasal dan penambahan bab. Ironinya pada revisi ini kewenangan KPK justru direduksi. KPK diarahkan hanya untuk melakukan pencegahan dan bukan penindakan.

Kritik-Kritik

Item

UU Lama

Usulan Revisi

Komentar

Pasal 1 ayat 3: Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya    koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, dan penyidikan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan. Kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan telah dihilangkan pada ayat ini
Pasal 6 bagian c melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi; idem
Pasal 7 bagian a mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; mengoordinasikan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi; idem
Pasal 8 penambahan dua ayat yakni 1a dan 1b 1a. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang memberikan saran kepada pimpinan instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengawasan, penelitian, atau penelaahan, pelaksanaan tugas dan wewenang instansi tersebut berpotensi korupsi.

1b. Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan hasil pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berpotensi korupsi kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Pada pasal ini memungkinkan terjadinya intervensi penanganan kasus korupsi oleh eksekutif (presiden) dan legislatif (DPR)
Pasal 9 Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi dengan alasan:

Pengambilalihan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan: Kembali kata penuntutan dihilangkan pada pasal ini
Pasal 11 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang: Idem, hal yang sama juga terjadi pada pasal 12, 40, 51+52+68 dihapus, 63
Pasal 11 ayat c Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Kasus-kasus penangan korupsi oleh KPK dibatasi pada nominal tertentu. Ini memungkinkan lolosnya tindak pidana korupsi pada nilai di bawah itu.
Pasal 12a Tidak ada (2)            Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri untuk melakukan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)            Dalam keadaan mendesak, penyadapan dapat dilakukan sebelum mendapatkan izin tertulis dari ketua pengadilan negeri.

(4)            Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah dimulainya penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

  • Permintaan izin tertulis ini berarti penghambatan dan pengurangan terhadap kinerja dan kewenangan KPK
  • Kata “mendesak” dapat diinterpretasikan berbeda tergantung kepada independensi ketua pengadilan negeri.
Pasal 21 ayat 4 Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik. Ayat ini memandulkan kemampuan KPK untuk melakukan penuntutan sejalan dengan pasal-pasal lain, karena ketua KPK tidak memiliki kapabilitas peradilan.
Pasal 26 ayat 4 dan 7 (4) Bidang Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

b membawahkan :

a. Subbidang Penyelidikan;

b. Subbidang Penyidikan; dan

c. Subbidang Penuntutan.

(7) Sub-bidang Penyelidikan, Subbidang Penyidikan, dan Subbidang

Penuntutan, masing-masing membawahkan beberapa Satuan

Tugas sesuai dengan kebutuhan subbidangnya.

(4). Bidang Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b membawahkan :

Subbidang Penyelidikan; dan Sub-bidang Penyidikan;

(7)         Subbidang Penyelidikan dan Subbidang Penyidikan masing‑masing membawahkan beberapa Satuan Tugas sesuai dengan kebutuhan subbidangnya.

Sejalan dengan komentar sebelumnya pasal dan ayat ini juga mereduksi kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan.
Bab VA Tidak ada Mengenai Dewan Pengawas Dewan pengawas dipilih oleh DPR atas usulan Presiden, hal ini membuka kesempatan untuk menyusupkan orang-orang parpol bahkan titipan para koruptor ke dalamnya untuk kemudian mengebiri kewenangan dan kemampuan KPK. Sebagaimana diketahui, DPR adalah lembaga yang sarat kepentingan politik.
Pasal 69A Tidak ada Penuntutan perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap diproses sampai dengan  pengadilan menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut. Kewenangan penuntutan tidak lagi ditangani oleh KPK tapi oleh Jaksa Penuntut Umum yang independensi dan kredibilitasnya tidak jelas.

One comment

  1. hal ini jadi sebuah pertanda, bahwa akan ada banyak lagi pejabat yang tersangkut kasus korupsi..

    lagi-lagi hukum menjadi lunak.
    pertanyaannya:
    “Adakah keadilan dalam sistem demokrasi?”

    Terapkan syariat islam, niscaya keadilan akan dapat kita rasakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*