Tokoh dan Penggerak Perempuan Malang Menuntut Perubahan Menuju Khilafah
HTI Press. Ahad (8/4), DPD II Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Malang Raya menggelar diskusi tokoh dan penggerak perempuan dalam forum muslimah untuk peradaban (FORMUDA). Diskusi ini bertempat di cafe Big Burger jl. Soekarno Hatta 501 Malang dan dihadiri oleh 30 orang tokoh dari berbagai bidang; Mubalighah, Penggerak MT, Penggerak PKK, GOW, Guru, Dosen,dan aktivis mahasiswa. Diskusi ini mengambil tema “Perempuan dan Perubahan Menuju Khilafah Untuk Terpenuhi Hak-Hak dan Peran Politiknya”
Diskusi ini dibuka oleh Ustadzah Irsada mewakili DPD II Muslimah HTI Malang Raya. Beliau menggambarkan pemandangan rutin tiap pagi dimana para pekerja/buruh pabrik yang mayoritas perempuan dalam jumlah ratusan orang dengan diantar para suami mereka sambil menggendong anak-anak mereka yang masih kecil. Dan pemandangan tersebut akan nampak kembali pada sore hari dimana para suami sambil menggendong anak-anak mereka menjemput istri pulang kerja. Pemandangan ini merupakan salah satu gambaran bahwa perempuan belum sejahtera, mereka harus turut “membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga” dengan meninggalkan anak-anak. Ini adalah potret kehidupan perempuan Indonesia khususnya Malang.
Sebagai narasumber dalam diskusi ini adalah Ustadzah Kholishoh Dzikri, ketua DPD II Muslimah HTI Malang Raya dan Ustadzah Arum Aida, anggota DPP Muslimah HTI. Ustadzah Kholishoh memaparkan bahwa hak-hak dan peran politik perempuan tidak terpenuhi akibat sistem kapitalisme yang membelenggu negeri ini. Pengarusutamaan gender, Pemberdayaan ekonomi perempuan, dan penentuan kuota 30% perempuan dalam parlemen justru menjauhkan perempuan dari fitrah dan peran utama dia sebagai istri dan ibu pencetak generasi unggul penentu masa depan bangsa. Solusi yang ditawarkan ini justru membawa dampak kerusakan yang lebih besar lagi, tidak hanya menimpa perempuan tapi juga menyebabkan terjadinya mal praktek keluarga yakni kacaunya pembagian peran dalam rumah tangga, suami terpaksa mengasuh anak-anak mereka sementara para istri berangkat pagi pulang menjelang malam untuk mencari nafkah keluarga. Dampak yang lebih besar lagi adalah terjadinya krisis sosial dan kerusakan generasi di tengah-tengah masyarakat. Ustadzah Kholishoh menyeru kepada semua yang hadir untuk meninggalkan kapitalisme yang terbukti gagal mensejahterakan dan memuliakan perempuan. Terlebih lagi bahwa kapitalisme adalah biang kerusakan yang menimpa bangsa ini khususnya kaum perempuan. Di akhir pemaparan materi beliau mengajak para tokoh dan penggerak yang hadir untuk mengambil visi politik baru dalam menyelesaikan persolan perempuan. Visi politik baru tersebut tidak lain adalah Khilafah Islamiyah.
Sebagai narasumber ke dua, Ustadzah Arum lebih banyak memaparkan bagaimana khilafah Islamiyah sebagai model cemerlang dalam memenuhi hak-hak perempuan dan peran politiknya. Beliau menggambarkan betapa perempuan dalam sistem khilafah menempati posisi yang mulia, perempuan tidak harus bekerja untuk mendapatkan kesejahteraan karena Islam telah membuat mekanisme pemenuhan hak nafkahnya. Islam juga menempatkan perempuan dalam beberapa hal sama dengan laki-laki sehingga tidak perlu menuntut kesetaraan gender. Perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk dipilih dan memilih anggota majelis umat, dalam hal menuntut ilmu, Islam memberi kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan, dan masih banyak lagi kesempatan yang diberikan sama dengan laki-laki. Meski ada beberapa jabatan politik yang tidak boleh perempuan mendudukinya namun ini bukan berarti diskriminasi tetapi karena nash memang demikian mengaturnya. Ustadzah Arum juga memaparkan kesempurnaan cakupan hukum Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. “Hanya Hukum Islam yang layak digunakan untuk mengatur kehidupan” ungkap Beliau. Di akhir pemaparannya Beliau mengajak para tokoh untuk bersama-sama berjuang menegakkan khilafah sebagai solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan khususnya persoalan perempuan.
Diskusi kali ini dipandu oleh ukhti Badriyah. Begitu sesi diskusi dibuka para peserta berebut kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya. Bu Suwandi, tokoh penggerak MT di salah satu kelurahan di Kec. Klojen kota Malang menyampaikan keinginanya untuk mengetahui tentang khilafah secara mendalam agar Beliau bisa menyampaikan kepada jama’ah pengajiannya.
Pertanyaan kedua disampaikan oleh ibu Yayuk, salah satuĀ tokoh penggerak PKK menanyakan bagaimana caranya menegakkan khilafah. Ibu suriyah Dhofir, ketua Pokja 1 PKK kota Malang menyampaikan tawaran kepada Muslimah HTI untuk jadi pemateri pada pengajian-pengajian di PKK baik tingkat RT/RW bahkan tingkat kota. Tawaranan Beliau ini disambut dengan tangan terbuka oleh Muslimah HTI, semoga pasca diskusi ini banyak tokoh-tokoh yang tergerak untuk bersama-sama berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah. Sebagai tindak lanjut acara ini DPD II Muslimah HTI Malang Raya telah menyiapkan agenda workshop tokoh yang akan diselenggarakan pada awal mei bulan depan.
Forum diskusi tokoh ini ditutup dengan pembacaan deklarasi muslimah untuk peradaban untuk semakin mengokohkan sikap dan komitmen para tokoh yang hadir untuk bersama-sama melakukan perubahan menuju tegaknya Khilafah Islamiyah.
Acara ditutup dengan doa penuh khidmat yang dibacakan oleh ustadzah kamila dengan memohon kepada Allah swt agarĀ memudahkan langkah dakwah ini untuk segera tegaknya syariah dan khilafah. Allahu Akbar…[]