Mengapa China Borong Surat Utang AS

China menambah kepemilikan surat utang AS dalam dua bulan berturut-turut sejak awal tahun ini. Bagi AS, naiknya minat China atas surat utangnya itu sangat penting demi membantu pembiayaan anggaran negara, yang tahun ini kembali bakal defisit lebih dari US$1 triliun.

Menurut stasiun berita BBC, mengutip data dari Departemen Keuangan AS, Beijing kembali membeli obligasi mereka sebesar US$12,7 miliar. Dengan demikian hingga Februari lalu, kepemilikan China atas surat utang AS sudah mencapai lebih dari US$1,17 triliun.

Langkah China memborong obligasi milik AS dalam beberapa bulan terakhir sejalan kian besarnya cadangan devisa milik Negeri Tembok Besar itu. Tiongkok dikenal pemilik devisa asing terbanyak di dunia. Negeri itu juga menjadi pembeli surat utang terbanyak keluaran pemerintah AS.

Menurut data Departemen Keuangan AS, hingga Mei 2011 saja China menguasai 26 persen kepemilikan asing atas obligasi mereka. Dengan kata lain, China memiliki 8% dari total utang publik di Negeri Abang Sam.

Stok cadangan devisa asing China pun di triwulan pertama tahun ini bertambah 3,9 persen dari periode sama tahun sebelumnya. Menurut data terkini dari Bank Sentral China, cadangan devisa asing di negara mereka naik hingga US$3,3 triliun setelah sempat turun US$20,6 miliar pada triwulan keempat 2011.

Menurut data dikutip dari China Daily itu, angka cadangan devisa asing naik US$260,3 miliar, atau 8,5 persen, untuk periode year-on-year, dan naik US$123 miliar untuk periode quarter-on-quarter. Para pengamat mengartikan data itu sebagai apresiasi atas aset non dolar, yang mencakup sekitar sepertiga dari total portofolio devisa asing milik China.

China tak saja memborong obligasi milik AS. Pemerintah negara komunis itu juga membeli surat utang jangka pendek terbitan Jepang pada Februari lalu sebesar 651 miliar yen (US$8,1 miliar). Itu adalah pembelian terbesar China atas obligasi Jepang sejak Mei 2010.

Yi Gang, Kepala Badan Valuta Asing China, mengatakan bahwa besarnya devisa asing pemerintahnya menjadi keuntungan tersendiri bagi negara mereka dalam menghadapi dampak krisis keuangan global. “Namun bukan berarti ‘lebih banyak, lebih baik’ dalam manajemen valuta asing, seperti kita membandingkan biaya marginal dengan efisiensi marginal,” kata Yi.

Tidak hanya China yang memborong surat utang AS. Jepang pun menerapkan kebijakan serupa. Menurut laporan bulanan dari Treasury International Capital yang diterbitkan Senin kemarin, kepemilikan Jepang atas obligasi AS Februari lalu sebesar US$1,096 triliun, atau naik US$13 miliar dari Januari 2012.

Dengan demikian, China dan Jepang menempati peringkat dua besar sebagai pihak asing yang membeli surat utang terbanyak terbitan Departemen Keuangan AS.

Langkah China dan Jepang itu, untuk saat ini, tergolong luar biasa. Pasalnya, negara-negara lain yang juga pemilik obligasi AS justru mengurangi pembelian.

Harian The Washington Post mencatat, Brazil yang berstatus pembeli asing terbesar ketiga mengurangi kepemilikan surat utang AS hingga sebesar US$225,5 miliar. Inggris, pembeli lain obligasi AS, menguranginya hingga hanya senilai US$103 miliar.

Investasi aman

Apa yang membuat China antusias membeli surat utang AS? Menurut harian The Wall Street Journal, seperti kebanyakan negara maju belakangan ini, AS selalu dihadapkan pada defisit anggaran. Ini berarti mereka terus-menerus butuh investor membeli utang baru, atau memperpanjang jangka waktu pembayaran utang lama (roll over) agar pembiayaan anggaran tetap berjalan.

Merujuk pada perkembangan ekonomi dunia saat ini, Asia menjadi pembeli besar bagi surat utang negara-negara maju seperti AS dan Eropa. “Tidak ada lahan selain surat utang pemerintah, yang mana suatu pihak bisa investasi miliaran dolar setiap hari,” kata Charles Chaw, pengamat dari China Consulting, seperti yang dikutip BBC.

Di Amerika, pembeli terbesar obligasi terbitan Washington adalah Bank Sentral AS (The Fed). Memiliki obligasi sebesar US$1,665 triliun, The Fed berkepentingan membelinya sebagai cara mendanai ekonomi Negeri Paman Sam, yang tengah berjuang keluar dari dampak resesi global.

Obligasi pemerintah AS masih dianggap sebagai salah satu investasi yang aman, selain emas. Di saat krisis keuangan global, bahkan saat AS diguncang resesi, investor mengalihkan aset-aset mereka ke obligasi AS. Pasalnya, obligasi itu didukung oleh status dollar AS sebagai mata uang jangkar internasional, yang sudah berlaku selama lebih dari 60 tahun.

“Bila kita ingin memarkir modal besar, pasar surat utang AS masih dipandang sebagai satu-satunya garasi yang mampu menampung uang bertruk-truk yang dihasilkan oleh negara-negara penghasil minyak atau pengekspor besar,” kata Nicholas Colas, pengamat dari ConvergEx yang dikutip harian The Inquirer beberapa waktu lalu.

Di kala krisis obligasi AS diperlukan, apalagi di saat resesi mereda. Maka, kalangan pengamat menilai krisis utang yang masih berlangsung di zona euro dan prospek akan pulihnya ekonomi AS menjadi bagian dari motivasi China menambah kepemilikan surat utang AS.

Beberapa bulan terakhir, ekonomi AS mulai menunjukkan perkembangan positif. Tingkat penjualan sektor ritel Maret lalu meningkat lebih pesat dari perkiraan. Selain itu, tingkat pengangguran di AS perlahan-lahan telah menurun, dan berhasil mencatat rekor terendah dalam tiga tahun terakhir. Ini cukup menimbulkan optimisme akan pemulihan ekonomi yang berlanjut di AS.

Sebaliknya, kondisi di zona euro belum membaik. Negara-negara dengan ekonomi maju di kawasan Eropa masih rentan tertular krisis utang.

Pada Senin kemarin, suku bunga obligasi Spanyol naik lebih dari 6%, sehingga muncul kekhawatiran apakah pemerintah setempat akan sanggup membayar utang mereka. “Melihat situasi di zona euro, lebih aman berinvestasi di obligasi milik pemerintah AS,” kata Chaw.

Defisit naik

Bagi AS, meningkatnya pembelian obligasi mereka oleh pihak asing sangat membantu mengantisipasi defisit anggaran negara di masa depan, yang jumlahnya akan membengkak. Padahal, pemerintah AS dalam beberapa tahun terakhir kesulitan memenuhi pembiayaan rutin setelah dihantam resesi 2007-2008.

Kantor Anggaran Kongres AS, seperti dikutip The Washington Post, memperkirakan bahwa defisit anggaran pemerintah untuk tahun anggaran ini, yang berakhir pada 30 September 2012, sebesar US$1,17 triliun.

Situasi itu menyebabkan AS bakal mengalami defisit anggaran lebih dari US$1 triliun dalam empat tahun berturut-turut. Defisit anggaran membesar, utang pun bertambah.

Harian The New York Times mencatat bahwa total utang yang ditanggung AS selama 2011 sebesar lebih dari US$14,3 triliun.

Menurut laporan Departemen Keuangan AS, hingga Januari 2011, pihak asing memiliki piutang senilai US$4,45 triliun. Ini setara sekitar 47% dari utang yang ditanggung publik senilai US$9,49 triliun, atau sekitar 32% dari total utang AS. (vivanews.com, 18/4/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*