Standar Emas: Menuju Masa Depan Moneter Global yang Stabil

Hizbut Tahrir di Inggris baru saja menawarkan dokumen baru berjudul: Standar Emas: Masa Depan Moneter Global yang Stabil.  Dokumen itu dalam bentuk buku kecil (bisa didownload secara gratis di situs Hizbut Tahrir Inggris: hizb.org.uk). Untuk menjelaskan seperti apa isi tawaran itu, urgensi dan point pentingnya, redaksi al-Waie mewawancarai pemimpin redaksi dokumen itu Dr Jamal Harwood, yang juga seorang ekonom, berikut petikannya:

Kenapa pembicaraan tentang standar emas dan perak perlu dibicarakan sekarang?

Pasar finansial global sedang mengalami krisis.  Di saat yang sama muncul pertanyaan seputar kelangsungan kawasan Euro.  Begitu juga terjadi defisit perdagangan Amerika dan defisit APBN yang mencapai rekor tertinggi.  Pasar juga gagal mencapai kesembuhan dari krisis finansial gobal yang terjadi pada tahun 2008.  Dalam kesempatan seperti ini, pemerintah-pemerintah Barat akhirnya merujuk kepada pencetakan uang kertas sebagai solusi satu-satunya untuk mempertahankan agar sistem uang kertas itu tetap hidup.  Kebijakan itu mencerminkan kebijakan jahat yang dilakukan oleh negara-negara barat untuk mencuri kekayaan masyarakat melalui inflasi mata uang.  Oleh karena itu, masalah itu penting untuk dipaparkan dan didiskusikan solusinya.  Melalui dokumen yang kami tawarkan ini, kami berupaya menjelaskan bagaimana Sistem Ekonomi Islam memberikan solusi praktis yang para ekonom dan intelektual (di dunia Islam dan barat) bisa memahaminya.  Di dalam dokumen ini kami paparkan sepuluh alasan yang biasanya dilontarkan menentang standar emas dan perak dan kemudian kami bantah dengan argumentasi secukupnya.

Secara historis pertumbuhan ekonomi di bawah standar fiat money lebih baik dari di bawah standar emas, apakah pernyataan ini benar?

Ini adalah salah satu ilusi yang tersebar luas.  Untuk membantahnya, seseorang cukup mengambil pelajaran dari revolusi industri yang terjadi.  Masa itu, periode pertumbuhan ekonomi terjadi untuk pertama kalinya yang sebelumnya belum terjadi.  Periode itu terjadi antara tahun 1700 – 1850.  Periode itu justru terjadi pada masa penerapan standar emas klasik.  Fakta itu cukup untuk dengan mudah menggugurkan alasan rancu dan pemahaman yang salah tersebut.

Salah satu alasan utama yang menentang standar emas adalah dampak deflasi (penurunan harga lawan dari inflasi), lalu bagaimana mengatasi problem deflasi ini?

Seperti yang telah kami jelaskan di analisis yang kami paparkan di dalam laporan, deflasi itu bukanlah hasil tak terelakkan dari penerapan standar emas.  Ketika standar emas diterapkan pada perekonomian global selama dua abad, abad ke-16 dan ke-17, jumlah periode inflasi sama dengan jumlah periode deflasi, dan itu sangat marjinal dan sederhana yang tidak berpengaruh pada stabilitas moneter sama sekali.  Sebagaimana deflasi yang kecil itu sendiri bukanlah perkara yang penting.  Deflasi kecil itu menambah daya beli mata uang yang menguntungkan konsumen dan investor sekaligus.  Demikian juga deflasi itu meningkatkan daya saing internasional atas komoditi dan jasa produksi nasional yang menguntungkan bagi ekspor dan bisa membatasi impor. Pada waktu yang sama, bisa saja ada perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan merealisasi laba melalui kenaikan harga.  Periode deflasi mendorong kreativitas dan inovasi, menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Sejarah standar emas dan perak di dunia Islam sangat terkenal.  Lalu apakah Anda terdorong untuk mengembalikannya ke dunia Islam saja?  Bagaimana dengan barat?

Penting disebutkan bahwa standar emas dan perak dahulu juga diterapkan di barat.  Pada hakikatnya, standar emas dan perak adalah sistem moneter yang mendominasi selama ratusan tahun.  Kami paparkan hal itu di dalam laporan dan kami jelaskan bahwa tingkat deflasi dan inflas selama periode penerapan standar emas itu sangat sangat kecil.  Hal itu memberikan iklim yang lebih stabil dari situasi pada periode penerapan sistem fiat money.  Sejak Amerika Serikat mengeluarkan dunia dari sistem Breeton Woodz pada tahun 1971, dimana setelah Breeton Woodz semua mata uang terikat dengan emas melalui dolar Amerika, maka harga emas dalam dolar AS meningkat tajam dari USD 35 menjadi USD 1600 per ons.  Ini menjelaskan sejauh mana penurunan nilai mata uang kertas (fiat money).  Hal itu bisa dinilai sebagai pencurian secara sistematis atas kekayaan masyarakat awam.  Tidak ada sebab yang bisa menghalangi kembalinya standar emas secara global kecuali sistem moneter rusak yang diterapkan saat ini.  Pasca krisis finansial/perbankan saat ini, secara riil kemungkinan kembalinya lagi standar emas itu kuat sebab tidak ada solusi yang bisa dijadikan sandaran untuk permasalahan-permasalahan moneter selain standar emas.

Dengan keperluan untuk setiap perubahan yang urgent di dunia Islam, bukankah langkah ini dianggap terlalu jauh?  Penerapan kembali standar emas dan perak akan menjadi perkara yang sangat sulit.

Pertama, penting diperhatikan bahwa Islam tidak mungkin diterapkan secara parsial.  Sebab Islam tidak menerima penerapan parsial dan sebagian yang lain ditinggalkan.  Hal itu sesuai firman Allah SWT:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (QS al-Maidah [5]: 49)

Ketika kita mengkaji berbagai permasalahan di dunia Islam, kita menemukan bahwa hal itu muncul dari tidak adanya penerapan syariah, khususnya dalam perkara pemerintahan dan  ekonomi sangat sulit.  Penerapan kembali standar emas dan perak dalam moneter akan menjadi hal yang subtsansial bagi pemulihan stabilitas di dalam perekonomian dan hal itu akan memberikan kepercayaan untuk warga, negara, pengusaha dan para pelaku ekonomi.  Ketika Daulah Islamiyah kembali (dalam waktu dekat atas izin Allah) akan ada sejumlah perubahan.  Karena itu wajib bagi kita untuk tidak terjerumus dalam perangkap upaya penerapan gradual untuk Islam.  Khususnya, pengadopsian standar back up emas untuk mata uang itu akan menjadi unsur penting yang membedakan Sistem Ekonomi Islam dari sistem positif produk manusia lainnya.  Tidak adanya penerapan model ini membuat Sistem Islam kehilangan ciri khas (fitur) penting.

Apakah standar emas benar-benar praktis pada masa sekarang dengan adanya transfer uang secara elektronik instan dan adanya jumlah besar transaksi finansial dalam berbagai aspek ekonomi modern yang kompleks?

Transfer-transfer elektronik bahkan kekayaan elektronik merupakan perkara yang bisa dikaitkan dengan standar emas dan perak, termasuk di dalamnya semua transaksi yang menggunakan uang sungguhan.  Yang diperlukan adalah standar emas menjadi standar dasar mata uang.  Tabungan, pembayaran angsuran berkala untuk pembelian secara kredit, dan semua teknologi lainnya untuk mengembangkan perdagangan dan mobilitas, semua itu bisa menggunakan standar emas, sebagaimana transaksi dengan standar emas itu menjadi fakta selama ratusan tahun sampai beberapa waktu lalu.

Bagaimana dunia Islam bisa menerapkan standar emas sementara bagian dunia lain menggunakan standar uang kertas fiat money?

Pengaktifan standar emas dan perak bisa dilakukan melalui mekanisme berbeda-beda tergantung pada kondisi negara yang mengadopsi model (standar emas) ini.  Akan tetapi, garis besarnya adalah bahwa bisa dilakukan penetapan nilai mata uang saat ini dengan emas.  Dan transaksi-transaksi dengan mata uang yang ada sekarang ini terus berlangsung sampai sempurna pencetakan uang yang cukup untuk ditawarkan sebagai mata uang baru yang dibutuhkan.  Pada saat itulah sempurna terjadi penggantian mata uang yang dijamin oleh negara sesuai nilai hakiki yang ditentukan menurut emas dan perak.  Perkara yang penting adalah, mata uang yang beredar harus diback up dengan emas dan perak.

Bagaimana negara merangsang pertumbuhan ekonomi dan kerja jika negara tidak bisa mencetak uang (kertas) pada saat penerapan standar emas?

Daulah Islamiyah akan menggunakan aset-aset riil dan berharga yang ada di bawah pengelolaan negara seperti minyak dan gas untuk menjamin emas di dalam negara.  Ada negara-negara yang secara relatif adalah netral seperti Afrika Selatan dan Peru yang memiliki tambang emas yang banyak.  Dimungkinkan merangsang negeri-negeri seperti itu untuk dibeli emasnya dibawa ke Daulah Islamiyah, sebab depositnya jauh lebih banyak dari kebutuhan dan penggunaan dalam negerinya.  Tambahan lagi, sebagian negeri Islam termasuk produsen emas yang diperhitungkan, seperti Indonesia dan Uzbekistan.  Karena itu negeri-negeri itu harus diprioritaskan untuk digabungkan ke negara al-Khilafah.  Warga negara al-Khilafah juga harus didorong untuk memberikan utang kepada negara di jalan Allah pada saat diperlukan.  Bisa saja Daulah Islamiyah mewajibkan pajak, satu kali, dalam situasi darurat terhadap warga yang kaya untuk menutupi kebutuhan negara.  Disamping semua sarana untuk meningkatkan back up emas itu, negara wajib terus menerus menyeimbangkan neraca anggarannya sehingga meminimalkan permintaan emas oleh negara.

Apakah di dunia terdapat emas yang cukup untuk memback up semua perdagangan dan jasa yang berlangsung?

Pertama harus dicatat, bahwa pelepasan standar emas dan perak bukan karena kekurangan jumlahnya.  Akan tetapi disebabkan kedisiplinan yang diwajibkan oleh standar emas dan perak.  Emas pada seluruh abad lalu sampai akhir abad ke-19 cukup untuk memback up semua kegiatan perdagangan.  Emas dahulu memback up seluruh kebutuhan ekonomi global pada keseluruhan masa tanpa terjadi berbagai problem ekonomi atau finansial.  Selama abad ke-10, dunia menyaksikan peningkatan besar pada barang dan jasa dan sebaliknya terjadi penurunan signifikan pada harga dan peningkatan upah tanpa terjadi kekurangan kuantitas mata uang emas.  Yang penting bagi masyarakat bukan peningkatan hakiki jumlah uang, akan tetapi peningkatan daya belinya.  Ketika barang dan jasa meningkat di pasar sementara jumlah uang yang beredar tetap, maka hal itu akan menyebabkan daya beli uang meningkat.  Jika dunia kembali ke standar emas maka kurs mata uang dan hubungan satu dengan yang lain akan ditentukan dengan emas dan perak.  Hal itu membuat semua mata uang di dunia ini seolah-olah secara praktis merupakan satu mata uang.   Hal yang demikian akan menghilangkan kemampuan untuk melakukan spekulasi atas mata uang.  Karena semua emas yang diproduksi sepanjang sejarah itu ada pada saat ini, maka kekurangan emas itu tidak akan menjadi masalah.

Ada point tambahan: estimasi nilai emas dan perak dengan dolar merupakan perkara yang sifatnya estimatis (melalui spekulasi atas harga di masa depan).  Jika kita perhatikan pengaruh besar yang dilakukan dalam pengestimasian maka penurunan nilai pada harga emas akan besar.  Oleh karena itu, pengestimasian emas – baik emas itu mencukupi atau tidak untuk memback up transaksi-transaksi saat ini, maka pada ghalibnya tidak pada tempatnya sebab yang penting adalah daya belinya di dalam perekonomian riil.

Jika Daulah Islamiyah tidak memiliki emas yang mencukupi untuk memback up perdagangannya lalu bagaimana permasalahan itu akan ditangani (pembelian emas tambahan tidak selalu terjamin bisa dilakukan dalam kondisi ini sebab semua negara akan menyimpan emas miliknya)?

Emas dan perak adalah komoditi disamping posisinya sebagai mata uang.  Oleh karenanya emas dan perak itu akan memiliki harga harian.  Emas dan perak itu bisa diperjual-belikan di pasar-pasar secara harian.  Fakta masalah ini pertama-tama akan tergantung pada daerah dimana Daulah Islamiyah itu berdiri di Dunia Islam.  Akan tetapi pembelian cadangan tambahan itu pada dasarnya akan bersandar pada cadangan yang ada.  Itu adalah perkara yang ada.  Dunia Islam memiliki kekayaan yang besar, sebagiannya saat ini berupa emas dan perak, dan yang lebih banyak lagi dalam bentuk komoditas lainnya, seperti minyak misalnya, yang bisa dijual dan hasilnya dibelikan emas dan perak.

Apakah mungkin digunakan sumber-sumber lain seperti minyak, gas dan uranium, dsb disamping emas dan perak?  Jika jawabnya bisa maka kenapa harus bersikeras atas standar emas?  Jika jawabnya tidak maka bagaimana meyakinkan dunia atas standar emas sementara minyak dan gas misalnya, lebih banyak manfaatnya bagi manusia?

Benar bahwa minyak, gas dan mineral lainnya serta batu mulia bisa dimiliki oleh masyarakat (tanpa harus memiliki tambangnya).  Hanya saja pada galibnya tidak memiliki potensi untuk digunakan sebagai alat tukar.  Sebagaimana emas dan perak memiliki nilai instrinsik di semua bangsa sepanjang sejarah.  Demikian juga, syara’ mengharuskan negara mengatur dan memenej urusan kekayaan di dalam negara. Dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah mensyaratkan harta di dalam Daulah Islamiyah harus diback up dengan emas dan perak secara penuh baik dengan salah satunya saja atau keduanya sekaligus.  Sebagai contoh, sabda Rasul saw:

« اَلْوَزْنُ (أَيْ وَزْنُ الذَّهْبِ وَالْفِضَّةِ) وَزْنُ أَهْلِ مَكَّةَ »

Timbangan itu (yaitu timbangan emas dan perak) adalah timbangan penduduk Mekah

Oleh karena itu, pada waktu dimana orang-orang bisa memiliki dan memperdagangkan sumber-sumber kekayaan, namun harta negara secara resmi adalah emas dan perak.  Karena emas dan perak memiliki nilai instrinsik maka emas dan perak itu mungkin digunakan untuk membeli aset-aset bermanfaat lainnya seperti minyak, gas, pangan dan pakaian … Bagaimanapun manfaat minyak, gas dan uranium di dalam industri hanya saja ia tidak bisa sama sekali menjadi harta (uang) sebab tidak bisa dipecah-pecah dan tidak bisa dipertukarkan dengan mudah.  Sedangkan emas dan perak, keduanya bisa dipertukarkan.  Lebih penting lagi, bahwa syara’ mensyaratkan penggunaan keduanya.  Mungkin saja, meyakinkan dunia atas standar emas itu adalah lebih mudah dari meyakinkan dunia atas standar lainnya.  Oleh karena itu tidak aneh kalau dahulu emas dan perak itu paling banyak digunakan dan paling sukses sepanjang sejarah.  Tidak bisanya kita saat ini mendeskripsikan (membayangkan) alternatif tersebut, pada dasarnya disebabkan oleh ilusi positif dari standar uang kertas fiat money.

Bagaimana pemerintah merangsang pertumbuhan ekonomi dan usaha jika pemerintah tidak mampu mencetak mata uang tanpa back up sebagaimana yang diharuskan oleh standar emas?

Pemerintah memutuskan untuk mencetak uang ketika takut likuiditas dan sirkulasinya kurang di dalam perekonomian. Pada kenyataannya, fakta menunjukkan bahwa selalu ada kekayaan yang cukup di perekonomian manapun.  Akan tetapi kekayaan itu ada di tangan orang-orang yang tidak bisa atau tidak ingin membelanjakannya atau menginvestasikannya.  Oleh karena itu, Daulah al-Khilafah akan menegaskan pertama-tama adalah sirkulasi emas dan perak.  Dan tentu saja akan merangsang belanja terus menerus dan merangsang masyarakat agar mengelola kekayaan dan tabungan mereka atau agar mereka investasikan, bukan mereka timbun.  Orang-orang yang memiliki inisiatif untuk berinvestasi, mereka akan bisa meraihnya dalam suasana iklim dan kesempatan sangat luas yang diberikan oleh syara’.  Juga wajib diperhatikan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan dibekali naluri mempertahankan eksistensi diri (gharîzah ul-baqâ’) yang menjadikannya terus berjuang untuk maju, sesuatu yang bisa dinilai sebagai pintu pertumbuhan ekonomi dan usaha.  Hal itu masih dikaitkan lagi dengan keharaman menimbun harta dan wajibnya dijatuhkan sanksi atas harta yang tidak dipakai (yakni dalam bentuk pungutan zakat), keduanya mencerminkan rangsangan kuat bagi investasi dan distribusi kekayaan.[]

Sumber: majalah al-Waie arab no. 301 Th. XXVI, Shafar 1433 – Februari 2012

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*