Suap menyuap dalam dunia politik demokrasi, bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Negara kampiun demokrasi seperti Amerika Serikat hal itu kerap terjadi. Sistem demokrasi melahirkan lingkaran setan money to politic-politic to money. Uang untuk mendukung kemenangan politik, dan kebijakan politik untuk kembali melahirkan uang, demikian seterusnya.
Seperti yang diberitakan VOA online (22/04) gerakan Occupy Wall Street saat ini menuduh maraknya korupsi di kalangan elite yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar dengan menggunakan sebuah kelompok lobi khusus untuk membeli suara para anggota DPR Amerika.
Pfizer, perusahaan farmasi terbesar di dunia, adalah salah satu sasaran para aktivis itu. Para pemrotes berkumpul di kantor pusat Pfizer di New York baru-baru ini, melemparkan tuduhan bahwa perusahaan tersebut mengenakan harga 50 dolar bagi obat-obatan yang sebenarnya hanya mengeluarkan biaya lima sen untuk membuatnya.
Dokter anak Steve Auerbach mengutarakan, “Rakyat Amerika membayar antara dua hingga empat kali harga bagi obat yang sama, yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan obat yang sama di negara-negara industri lainnya. Rakyat Kanada membayar separuh harga, sementara di Selandia Baru, orang-orang membayar seperempat harga yang kita bayar.”
Seorang pemrotes membawa sebuah tas yang dipenuhi uang mainan, mencerminkan tuduhan para demonstran bahwa perusahaan-perusahaan besar telah membeli para legislator untuk memperoleh keuntungan politik.
Para pemrotes itu memusatkan pada organisasi American Legislative Exchange Council, yang disingkat ALEC. Apa ALEC itu? Aktivis Gabriel Johnson menjelaskan, “ALEC adalah sebuah organisasi yang dibentuk perusahaan-perusahaan besar agar para legislator negara bagian memberikan suara mereka untuk menyetujui rancangan undang-undang yang diusulkan oleh perusahaan-perusahaan itu.” Situs ALEC menyebutkan bahwa organisasi itu melobi kelompok yang mendukung pasar bebas dan peran pemerintah yang terbatas.
Sekitar 200 demonstran Occupy Wall Street juga melakukan unjukrasa menentang Bank of America, menuduh lembaga keuangan ini mengeruk keuntungan dengan secara sengaja memberi kredit pemilikan rumah (KPR) kepada orang-orang yang tidak mampu membayarnya.
“Orang-orang terpaksa menyerahkan kembali rumah mereka. Jadi bank itu telah menjual angan-angan Amerika kepada banyak orang. Bank of America adalah perusahaan besar; mereka punya banyak pelobi,” demikian ungkap aktivis Anthony Robledo. Para demonstran Occupy Wall Street itu juga menarget perusahaan-perusahaan di kota-kota lain
Praktik suap pun banyak dilakukan perusahaan Amerika di Negara lain , termasuk Indonesia. Biro investigasi federal Amerika Serikat (AS) atau FBI mengungkapkan adanya praktek suap yang dilakukan perusahaan AS di Indonesia. Terutama perusahaan AS yang mempunyai daerah beroperasi di wilayah Indonesia.
“Ada kasus-kasus yang melibatkan perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan itu berada di bawah FCPA (Foreign Corrupt Practices Act) atau di bawah UU antikorupsi,” kata Gary Johnson, Kepala Unit Penanganan Korupsi FBI. Hal tersebut disampaikan dalam jumpa pers Konferensi Pemberantasan Praktik Penyuapan Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Rabu (11/5/2011).(FW)