Upaya Barat untuk membendung berdirinya negara Islam, semakin tampak. Lewat agen-agennya, Barat berupaya mengontrol dan mengarahkan perubahan agar kepentingan penjajahan mereka tetap berlangsung. Hal itu tampak dalam larangan pendirian partai yang berasakan agama di Libya.
Libya mengeluarkan undang-undang kepartaian pertama—setelah revolusi yang menggulingkan Kolonel Muammar Gaddafi—yang melarang pembentukan partai politik berasas agama.
Dewan Transisi Nasional Libya, pada hari Selasa (24/4) telah mengeluarkan undang-undang kepartaian pertama kalinya di Libya sejak tahun 1964, di mana undang-undang itu melarang pembentukan partai politik atas dasar “daerah, suku atau agama”.
Salah seorang anggota Komite Hukum di Dewan, Mustafa Landi mengatakan kepada AFP bahwa “Syarat utama adalah tidak membentuk partai dan entitas politik di Libya atas dasar daerah, suku atau agama; bukan merupakan perpanjangan dari partai manapun dari luar negeri; dan tidak mendapatkan pendanaan dari luar negeri.”
Undang-undang ini dikeluarkan pada saat beberapa kelompok Islam di negara itu mengumumkan pembentukan partai untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik setelah revolusi di mana sebelumnya, kelompok sangat ditekan di era Gaddafi.
Di sisi lain, Kepala Staf Militer Linya mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi pemimpin suku di kota gurun Kufra atas tuduhan bahwa ia berada di balik peristiwa berdarah dan bentrokan suku di kota itu.
Menurut kantor berita Libya bahwa militer memerintahkan penangkapan “Isa Abdul Majid, salah satu pemimpin dari Tabu karena ia berada di belakang peristiwa yang terjadi di kota gurun Kufra.”
Kantor berita Libya Itu mengutip dari juru bicara Majelis Transisi Nasional, Muhammad Harizi yang mengatakan: “Surat perintah penangkapan untuk Isa Abdul Majid itu dikeluarkan setelah penyelidikan awal membuktikan bahwa ia berada di belakang banyak peristiwa berdarah, dan yang terakhir di kota gurun Kufra.”
Sementara itu, pasukan bersenjata telah dikirim ke kota gurun Kufra, yang terletak 1.100 km sebelah tenggara Tripoli, pada Februari lalu, untuk memadamkan pertempuran antara Toubu dan Zwai—suku lain di wilayah ini—menyebabkan lebih dari seratus orang meninggal dari kedua belah pihak dalam waktu kurang dari dua minggu.
Perintah penangkapan Abdul Majid itu bertepatan dengan pernyataan yang mengatakan bahwa “Peristiwa yang terjadi pada hari Sabtu antara Toubu dengan suku Zwai menyebabkan satu orang meninggal dan melukai lainnya dari pihak Toubu.”
Abdul Majid dituduh sebagai “Preman rezim sebelumnya yang mengobarkan fitnah dan membuat berbagai masalah di kalangan masyarakat Toubu dan suku-suku lain di kota gurun Kufra.” Dikatakan bahwa “Penting sekali untuk mengambil sikap hati-hati dan waspada terhadap para preman mantan rezim yang berusaha untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas Libya.”
Ada bentrokan berdarah pada bulan lalu antara orang-orang bersenjata yang memilik hubungan dengan suku-suku Arab, dan yang lain dari suku Toubu. Bentrokan berdarah itu menyebabkan lebih dari 150 orang nyawanya melayang.
Kota gurun Kufra—yang memiliki populasi sekitar empat puluh ribu orang ini—terletak di segitiga wilayah perbatasan antara Mesir, Chad dan Sudan (islammemo.cc, 25/4/2012).