Tabligh Interaktif Muslimah Hizbut Tahrir DPD II Tangerang

HTI Press. Muslimah Hizbut Tahrir DPD II Tangerang mengadakan Tabligh Interaktif “Khilafah Menjaga Kemuliaan Perempuan” pada hari minggu, 29 April 2012. Acara yang berlangsung sejak 08.30 s.d. 12.00 di gedung Nyi Mas Melati  Kota Tangerang  ini dipandu oleh ibu Andi Fitriah Arifin, SE. sebagai moderator.  Gedung dipadati kurang lebih 300 peserta muslimah yang terdiri dari  ibu-ibu majelis ta’lim, ibu rumah tangga, mahasiswi dan pelajar sekolah.

Ibu  Ati Solihati, S.Tp (DPD II MHTI Tangerang) dalam sambutannya di acara tersebut berharap dapat menyamakan visi perjuangan muslimah, menyatukan langkah untuk kita bergerak berjuang di tengah masyarakat, untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang telah rusak.  Beliau menyatakan  bahwa tidak ada jalan untuk memperbaiki kondisi ini kecuali merasa ridho untuk menjadikan syariat Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan kita di dalam suatu naungan sistem pemerintahan yang telah dicontohkan dan diterapkan pada masa  baginda Rasulullah saw dan masa para sahabat yang mulia yaitu sistem daulah Khilafah Islamiyah.

Kehidupan umat manusia berada dalam posisi yang terbaik dan teramat mulia ketika umat manusia berada di bawah sistem daulah khilafah Islamiyah selama 13 abad. Sebuah fakta historis yang tidak dapat dipungkiri.

Ir Hj Ismah Cholil (DPP Muslimah Hizbut Tahrir) menyampaikan orasi  “…ketika al-Qur’an dijadikan panutan dan pedoman oleh Negara, masyarakat dan keluarga, maka al-Qur’an akan mengangkat manusia dari kebodohan dan kehinaan menuju cahaya, kemuliaan dan kehormatan. Tetapi,  jika manusia tidak berhukum kepada al-Qur’an, maka akan menyeret manusia kepada jalan syaitan. Sehingga mudah ditemukan banyak  perempuan menjadi TKW,  bekerja di luar rumah, dieksploitasi dan dijadikan mesin pencetak uang. Sedangkan laki-laki menggantikan fungsi perempuan sebagai pengurus rumah dan anak.  Walhasil, perempuan menyalahi fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Permasalahan perempuan seperti ini tidak hanya ditemui di Indonesia, tetapi di seluruh dunia yang menganut sistem demokrasi kapitalis yang menganggap perempuan sebagai barang dagangan.”

Beliau menambahkan bahwa  “… Al-Qur’an dan kekuasaan seperti saudara kembar. Artinya, Al-Qur’an sebagai pondasi sedangkan kekuasaan sebagai penjaga. Sesuatu yang tidak memiliki pondasi akan ambruk. Saat ini Al-Qur’an telah ada, namun kekuasaannya tidak sesuai Al-Qur’an, maka akan hilang sesuatu yang tidak ada penjaganya. Jika tidak ada kekuasaan yang menjalankan Al-Qur’an, maka tidak akan terlihat keindahan dan kehebatan Al-Qur’an. Hal ini disebabkan Al-Qu’an  tidak dipraktekkan oleh Negara. Kesalahan itulah yang menghasilkan anak gelandangan, perempuan menjadi TKW, perkosaan, perselingkuhan, riba, dan permasalahan lainnya yang menimpa perempuan dimana saja. Itulah dampak dari sistem yang tidak sesuai dengan al Qur’an.”

Beliau menegaskan bawa solusi satu-satunya yang harus diambil oleh umat Islam adalah kembali kepada al Qur’an dan menerapkannya secara kafah dalam institusi daulah khilafah Islamiyah.

Acara diakhiri dengan aksi teatrikal yang menggambarkan protret buruk muslimah saat ini. Kesan yang baik diterima oleh peserta acara ini. Bahkan mereka memberikan dukungan untuk ikut bersama Muslimah Hizbut Tahrir berjuang bersama memperbaiki umat.

Seperti yang disampaikan oleh seorang peserta, ibu Rini, ketika diwawancarai seusai acara. “Acara ini sungguh baik. Karena masih banyak orang awam, khususnya muslimah di luar sana, yang tidak mengerti apa dan bagaimana itu berdakwah.” Ketika ditanya apa masukan bagi MHTI, beliau menjawab “Kalau bisa dilaksanakan secara rutin, tiap dua atau tiga bulan sekali. Kami siap untuk mendukung dan ikut mensyiarkan bahwa system ini sudah rusak dan harus diganti dengan syariah Islam.”

Amalia, seorang mahasiswi, menyampaikan hal senada dengan ibu Rini. ” Materi yang disampaikan sangat mencerahkan. Potret permasalahan perempuan ini juga didapati di kampus. Mahasiswi saat ini sibuk dengan rutinitas kuliah dan tambahan aktivitas lainnya seperti bekerja. Walhasil,  rutinitas ini melemahkan daya berpikir dan sisi intelektual mereka. Dan bahkan menjadi “ill-feel” ketika berbicara tentang politik. Saya menghimbau teman-teman mahasiswa, jangan mau kalah dengan ibu-ibu. Karena mahasiswa seharusnya penyambung lidah masyarakat kepada penguasa. Sehingga harus mau mengikuti perkembangan fakta yang ada di masyarakat.”[]

One comment

  1. umi alifiyah

    subhanallah, acaranya bagus banget bikin ana sebagai ibu jadi nyadar akan kewajiban dan mana yang harus di utamakan. semoga ALLAH cepat mewujudkan khikafah rasyidah ala min hajin nubuwwah. amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*