Astaghfirullah, Muslim Myanmar Kelaparan

Lebih dari seribu Muslim Myanmar terlantar di dekat kantor Organisasi PBB untuk masalah pengungsi (UNHCR), New Delhi, India.

Merekakelaparan lantaran tidak mendapatkan bantuan yang seharusnya. Selama ini, hanya Muslim India dan warga lokal yang membantu mereka.

Mamoon Rafik, 45 tahun, salah seorang pencari suaka asal Arakan, Myanmar, mengatakan para pejabat UNHCR melakukan diskriminasi lantaran latar belakang pencari suaka yang merupakan muslim.

Menurutnya, para pencari suaka asal Myanmar yang non-Muslim hanya butuh waktu berbulan atau berhari-hari untuk mendapatkan kartu pengungsi,  namun para pencari suaka Muslim butuh waktu berbulan-bulan.

“Alih-alih mendapatkan penanganan yang tepat, kartu yang kami dapat tidak diterakan nama ayah dan alamat. Masalah ini belum juga diselesaikan kendati telah melakukan pertemuan dengan UNHCR,” paparnya seperti dikutip milligazette.com, Ahad (6/5).

Mamoon mengatakan para pencari suaka ini telah berada di India sejak tahun 1982, namun kartu yang seharusnya diberikan UNHCR tidak juga diserahterimakan. “Kami butuh kartu ini untuk anak-anak sekolah, untuk mendapatkan pekerjaan di India,” keluh Mamoon.

Saat ini lebih dari 10-15 ribu muslim Myanmar terdampat di India. Sebagian dari muslim Myanmar tidak diketahui nasibnya. “Ada kabar, sejumlah saudara kami dipenjara,” kata Mamoon.

Mamoon mengatakan tanpa bantuan dari muslim India, entah bagaimana nasib muslim Myanmar. Karena itulah, Mamoon mengharapkan agar persoalan ini segera mendapat perhatian. Jika memang tidak diterima, maka ia mengharapkan para pencari suaka ini dikembalikan ke negeri asalnya. “Terima kasih kami kepada muslim India atas bantuan mereka selama ini,” ujarnya.

Muslim Myanmar sebagian besar berasal dari etnis minoritas Rohingyas. Jumlahnya sekitar lima persen dari populasi negara tersebut atau lebih dari 50 juta orang. Etnis Rohingyas sudah sejak lama mengalami diskriminasi dan pelecehan dari pihak militer. Bahkan negara tidak berpihak pada mereka.

Amandemen Undang-Undang kewarganegaraan pada 1982 tidak mengakui kewarganegaraan mereka. Mau tidak mau, mereka menjadi imigran ilegal di rumah mereka sendiri. Selain etnis Rohingyas, ada keturunan India muslim yang tinggal di Yangon dan etnis Cina muslim yang akrab disebut Panthay.

Diskriminasi terburuk bagi Zaw terjadi pada 2003. Ketika itu kedai teh keluarganya tiba-tiba diserang sekelompok biksu. Mereka marah karena patung Buddha dirusak oleh Taliban di Afghanistan.

Katanya, biksu-biksu tersebut ingin balas dendam. Tidak ada orang yang menolong Zaw dan keluarganya dalam serangan tersebut. “Kami tidak pernah mendengar mengenai Afghanistan sebelumnya,” kata Zaw. (republika.co.id, 6/5/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*