Nasib Sang Putri Berakhir di Bui
Hidup ibarat perputaran roda. Dan, roller coaster Angelina Sondakh kini sedang berada di bawah. Angie ditahan KPK karena terseret dua dakwaan, yakni kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI dan beberapa proyek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia tak bisa lagi berkelit setelah KPK mengklaim memiliki bukti-bukti kuat untuk menyeretnya ke penjara.
Sungguh ironi, seorang perempuan cantik dan terpelajar harus merasakan pengabnya tembok penjara. Sebuah gambaran yang 30, 20 atau 10 tahun lalu agak jarang kita temui. Ya, penjara kini tak hanya dihuni para penjahat bertato dengan muka sangar, tapi perempuan molek ber-make-up menawan. Mengapa ini terjadi?
IRONI 3B
Nama Angie melejit sejak menyandang mahkota Putri Indonesia 2001. Berbeda dengan Putri Indonesia umumnya yang berkarier di dunia hiburan, Angie melawan arus. Ia memilih menjadi politisi. Dengan kendaraan Partai Demokrat kariernyapun melesat. Jabatan strategis segera digenggamnya, terakhir sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.
Hartanya pun ikut meroket sepuluh kali lipat. Jika 2003 dilaporkan hanya Rp 618 juta dan USD 7.500, pada 2010 mencapai Rp 6,55 miliar dan US$ 9.628. Itu belum termasuk benda bergerak seperti mobil, perhiasan, dan lain-lain (tirbunnews.com, 1/5/12)
Sebelum namanya disebut dalam “nyanyian” Nazaruddin, citra Angie cukup positif. Di parlemen ia dikenal cantik, kritis dan cerdas. Perpaduan sempurna seorang perempuan. Semua itu ia peroleh dengan kerja keras, terbukti mampu mengalahkan puluhan wanita lainnya dari seluruh Indonesia demi merengkuh gelar terbaik di ajang kontes kecantikan.
Citra “cerdas” ini pun pernah diusungnya dalam buku “Kecantikan Bukan Modal Utama Saya”. Isi buku itu menyiratkan bahwa Angie terpilih sebagai pemenang kontes, bukan semata-mata karena kecantikan wajah dan fisiknya (beauty), tapi lebih karena brain (kecerdasan) dan perilaku terpujinya (behavior).
Konon, buku itu sempat membuat Yayasan Putri Indonesia kesal karena dikritik oleh pemenangnya sendiri. Sebab, Angie dalam bukunya mengungkapkan betapa tersiksanya harus menjadi cantik. Tidak boleh berjerawat, harus selalu ber-make up dan sebagainya.
Menyandang predikat sebagai perempuan terbaik dalam hal 3B (beauty, brain and behaviour) semestinya memberi teladan kebaikan, kesantunan dan karier bersih nan cemerlang. Sayang, modal 3B yang diyakini sebagai performa kepribadian terbaik, ternyata tidak ada apa-apanya. Bukankah sebuah ironi, ketika pemenang kontes kecantikan yang terpilih sebagai yang paling cantik, cerdas dan berbudi luhur, ternyata diduga kuat malah melakukan tindak kejahatan?
KESETARAAN SEMU
Keterlibatan perempuan seperti Angie dalam kasus korupsi, kontradiktif dengan hasil penelitian World Bank 1999 lalu. Disebutkan, banyak negara internasional yang memberikan kesempatan kepada perempuan dalam pemerintahan atau parlemen, angka praktik korupsinya berbanding terbalik alias bisa ditekan. Perempuan dianggap lebih telaten, hati-hati dan malu korupsi.
Data lain yang dikumpulkan dalam World Value Surveys, dari 18 negara pada 1981 dan dari 43 negara pada 1991, menunjukkan penolakan perempuan terhadap perbuatan tidak jujur dan yang bersifat ilegal lebih besar ketimbang laki-laki.
Rupanya, hal itu tak berlaku di Indonesia. Ketika akses ke publik dibuka dan perempuan berbondong-bondong ke sana, ternyata sama rentannya dengan laki-laki. Sia-sia harapan agar perempuan lebih berperan sebagai rem agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan laki-laki.
Mantan Wakil Ketua KPK M Jasin pernah mengatakan, peluang perempuan untuk menjadi pelaku atau pencegah korupsi, terbukti sama lebarnya. Artinya, perempuan pun bisa menjadi pemicu korupsi yang dilakukan suami. Hal itu diamini Sosiolog dan Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Paulus Wirutomo. “Kecenderungan bagi kaum perempuan untuk melakukan tindakan korupsi juga ada, sama peluangnya,” ujar Paulus, seperti dikutip okezone.com.
Pasalnya, korupsi di Indonesia sudah sistemik. “Jadi, orang nekat melakukan korupsi bukan terletak pada perempuan atau lelaki. Lebih pada sistem yang membuat orang nekat melakukannya bersama-sama,” terang Paulus. Ia menepis anggapan, jika perempuan akan sulit melakukan korupsi karena lebih canggung, malu-malu, takut atau lebih sensitif. Kekuasaan dan uang terbukti telah menggelapkan hati nurani perempuan.
KORBAN SISTEM
Apakah Angie telah salah memilih jalan sebagai politisi? Akankah kariernya lebih moncer jika berkiprah di dunia hiburan? Bagi Angie, tentu itu pilihan terbaik. Sebab dengan berkarier sebagai politisi, kecerdasannya akan berguna untuk melahirkan kebijakan dan kebajikan. Sayangnya, wadah tempat ia berkiprah terlanjur kotor.
Tanpa bermaksud membela Angie, ia hanyalah satu dari deretan perempuan korban sistem yang bobrok. Korupsi mendarah-daging di lembaga negara. DPR dan partai politik salah satu jawaranya. Sehingga, secerdas dan sebaik apapun budi pekertinya, begitu tercelup dalam sistem kotor, ikut berlepotan. Sekuat apapun kepribadian dia, terbukti tak kuat menahan godaan dunia.
Lagipula, tanpa menerjuni dunia hiburanpun, Angie memang sudah “terlahir” menjadi selebriti. Di panggung politik toh ia pun menjadi bintang. Meski sangat disayangkan, bintangnya meredup karena tersandung kasua korupsi.
Tampaklah, kepribadian berbasis 3B sebagai parameter untuk menilai perempuan tidak menjamin perilaku positif. Karena itu, yang lebih utama adalah ketakwaannya. Kepribadian yang berbasis keimanan inilah yang akan menjaganya untuk tetap bersih di manapun ia berkiprah. Tampaknya, Angie dan politisi perempuan lainnya, harus lebih serius mendalami nilai-nilai spiritual tersebut agar tidak tergelincir dalam lubang yang sama.(*)
Wahai muslimah, jangan pernah berpikir mengikuti jejak Angie, yang bangga hanya dengan 3B nya (naudzubillahi min dzalik),kini terhina,sengsara dan bakal masuk penjara. Saatnya kita bangga menjadi SIP = SHOLIHAH,IBU DAN PENGATUR RUMAH TANGGA, PEJUANG SYARI’AH DAN KHILAFAH. InsyaAllah mulia di dunia bahagia di surga. ALLAHU AKBAR !!!