Kementerian Luar Negeri Palestina mengungkapkan bahwa respon nyata yang diperlukan dari semua negara yang mendukung perdamaian di permukiman Israel adalah pengakuan langsung terhadap negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967. Hal ini dalam rangka “untuk melindungi prinsip solusi dua negara, dan pemberlakuan hakikat perdamaian bagi pemerintah Israel yang memberontak atas hukum internasional dan legitimasi internasional.”
Para pemimpin otoritas Palestina tengah menggambarkan pada masyarakat bahwa negara-negara itu tegak “melalui coretan-coretan” di atas kertas, dan keberadaannya ditentukan melalui pernyataan politik dari para pemimpin dunia. Sungguh hal ini bertentangan dengan logika sejarah, di mana negara tidak akan tegak dengan nyata kecuali setelah menanam kekuatan militernya di dasar tanah, dan mencabut setiap kekuatan musuh hingga akarnya. Sungguh, mereka itu ceroboh dengan kezalimannya, dan bertekad untuk terus melakukan kejahatan negara miskin yang senantiasa mengemis untuk mendapatkan bagian dari tanah Palestina.
Mereka yang menyandang sebutan “para pemimpin dan politisi” hari demi hari semakin membuktikan bahwa mereka adalah buruh yang bekerja pada lembaga rakyat dan donor untuk proyek otorita Palestina. Dalam hal ini mereka mengemis melalui isu ini dengan memalingkannya dari jalan pembebasan menuju jalan yang menyenangkan “pendonor”, dan sama sekali mereka tidak pernah berusaha memimpin ke arah pembebasan, dan untuk meraih ridha Allah.
Mereka kemudian abai dua kali ketika “mereka mengancam” negara pendudukan dengan bahasa hukum:
Pertama, mereka berpura-pura buta dengan semua kejahatan-sejak berdirinya di atas tengkorak rakyat Palestina-yang menentang hukum dunia; dan mereka pura-pura lupa bahwa mereka tengah berhadapan dengan sebuah negara nakal yang menganggap dirinya taat hukum, dan menutupi dirinya dengan mantel Amerika setiap kali pelanggaran hukumnya tersingkap di depan dunia.
Kedua, mereka menolak kekuatan militer (kekuatan umat Islam) dalam menghadapi pendudukan. Namun senior mereka Abbas sering membanggakan diri di banyak kesempatan bahwa ia akan menggunakan kekuatan untuk mencegah setiap upaya intifadhah ketiga. Dengan demikian, mereka mengubah seratus delapan puluh derajat setiap kebiasaan negara yang begitu menghormati rakyatnya. Sebab, negara-negara yang ada menggunakan hukum terhadap rakyatnya, dan menggunakan kekuatan terhadap para musuhnya. Akan tetapi, mereka “para pemimpin pengemis” akan menggunakan kekuatan terhadap rakyat, dan sebaliknya menggunakan hukum terhadap musuh! [Dr Maher al-Jabari, Anggota Media Informasi Hizbut Tahrir di Palestina].
Sumber: pal-tahrir.info, 5/5/2012.