HTI Press, Setelah menguasai ilmu hukum Islam (fikih), Al-Mawardi akhirnya memutuskan hijrah ke Baghdad untuk menimba ilmu lainnya.
Ia memutuskan untuk berguru ilmu hukum, tata bahasa, dan sastra pada Syekh Abdul Hamid Al-Isfraini dan Abdullah Al-Bafi. Berkat otaknya yang encer, dalam waktu singkat ia pun telah menguasai beragam ilmu, seperti hadits, fikih, politik, filsafat, etika, dan sastra.
Kemampuannya dalam mengusai beragam ilmu itu mengantarkannya pada sebuah perjalanan karier yang cemerlang. Menjadi hakim merupakan jabatan pertama yang ditawarkan khalifah kepadanya.
Keberhasilannya sebagai hakim di berbagai daerah kekuasaan Abbasiyah mengantarkannya pada jabatan yang lebih tinggi. Hingga akhirnya, Al-Mawardi mencapai puncak karier dalam bidang kehakiman saat diangkat sebagai hakim ketua di Baghdad.
Prestasinya yang begitu cemerlang membuat Khalifah Abbasiyah, Al-Qaim bin Amrullah, memercayainya sebagai duta besar keliling kekhalifahan. Ia bertugas dari satu negara ke negera lainnya sebagai pimpinan misi khusus Pemerintah Abbasiyah. Ia memainkan peranan yang penting untuk tetap menjaga hubungan diplomatik antara Kekhalifahan Abbasiyah yang mulai meredup dengan Dinasti Buwaih dan Seljuk yang mulai menguat.
Keandalannya dalam berdiplomasi membuat pemerintahan Islam lain yang sedang menguat menaruh hormat pada sang duta besar. Tak heran, jika berkunjung ke sebuah negara, Al-Mawardi selalu mendapatkan hadiah dan cendera mata dari para sultan pada zaman itu. Ia pun menjadi saksi ketika Baghdad pusat pemerintahan Abbasiyah diambil alih Dinasti Buwaih.
Kontribusinya bagi peradaban Islam dalam bidang ilmu politik dan sosiologi sungguh amat tak ternilai. Al-Mawardi telah melahirkan sebuah buku terbesar dalam khazanah peradaaban Islam, yakni Kitab Al-Ahkam As-Sultaniah. Selain itu, ia juga menulis buku termasyhur lainnya berjudul Qanun al-Wazarah, serta Kitab Nasihat al-Mulk. Buku-buku yang ditulisnya itu membahas tentang dasar-dasar ilmu politik.
Secara detail dan lugas, dalam buku politiknya Al-Mawardi mengupas tentang fungsi dan tugas khalifah, perdana menteri, menteri-menteri, hubungan antara berbagai elemen publik dengan pemerintah, serta langkah-langkah untuk menguatkan pemerintahan dan memastikan kemenangan dalam peperangan.
Dua bukunya yang berjudul, Al-Ahkam As-Sultaniah serta Qanun Al-Wazarah, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Itulah yang membuat Al-Mawardi termasyhur di seantero dunia hingga abad ini. Ia juga diyakini sebagai seorang penulis Doctrine of Necessity dalam ilmu politik. Al-Mawardi telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas tentang pemilihan khalifah dan kualitas pemilihnya.[] republika.co.id