بسم الله الرحمن الرحيم
Jangan Anda Rela dengan Pengganti Panji dan Bendera Islam, Wahai Kaum Muslimin
Hingga Meski Para Antek dan Kaum Kafir Penjajah Mati karena Kemarahan!
Bendera dan panji telah menjadi banyak dan beragam di negeri kaum muslimin, khususnya pasca pergerakan rakyat menentang tiran-tiran zalim dan para penguasa di negeri kaum muslimin … Maka akhirnya sebagian mereka mengusung bendera “kemerdekaan” atau mempertahankan bendera lama, atau mengusung panjinya sendiri …
Diantara mereka ada yang berprasangka baik terhadap bendera ini dan itu dan menduga bahwa itu tidak menyalahi syariah … Diantara mereka ada yang menyesatkan masyarakat dan menakut-nakuti mereka, bahwa jika panji Islam (yang diusung maka) akan memicu kemarahan barat kafir …! Diantara mereka ada yang mengerahkan segenap daya upaya secara sengaja untuk menjunjung bendera yang menyalahi syariah dari sisi seruan negara sipil dan sekuler … dan yang lain-lainnya.
Sebagai penjelasan kepada mereka yang berprasangka baik bahwa bendera mereka tidak menyalahi syara’, padahal andai mereka mengetahui itu menyimpang niscaya mereka meninggalkannya dan mereka usung panji Islam … Dan sebagai pelurusan untuk penyesatan dalam kematiannya itu bahwa para pengemban kebenaran tidak akan takut kaum kafir penjajah terpicu kemarahannya dan mati karena kemarahan mereka … Dan sebagai celaan terhadap orang-orang sekuler dan semisal mereka yang siang dan malam memerangi panji syariah. Untuk semua itu maka kami jelaskan masalah ini. Hal itu
} لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ {
agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). (QS al-Anfal [8]: 42)
Penjelasan itu adalah sebagai berikut:
Daulah Islamiyah “al-Khilafah” memiliki al-Liwâ’ dan ar-Râyah. Hal itu diistinbath dari apa yang ada di dalam Daulah Islamiyah pertama yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah al-Munawarah. Hal itu adalah sebagai berikut:
1. Al-Liwâ’ dan ar-Râyah dari sisi bahasa maka itu untuk menyebut semua al-‘alam (bendera). Di dalam al-Qâmûs al-Muhîth dinyatakan: ar-Râyah adalah bendera (al-‘alam) dan bentuk jamaknya ar-râyât, dan al-Liwâ’ adalah bendera (al-‘alam) dan bentuk jamaknya alwiyah. Kemudian syara’ memberi masing-masingnya, dari sisi penggunaan, maknanya secara syar’i:
Al-Liwâ’ itu berwarna putih, bertuliskan Lâ Ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dengan warna hitam. Dan al-Liwâ’ itu diberikan kepada panglima (amir) pasukan atau komandan pasukan dan menjadi pertanda posisinya. Dan al-Liwâ’ itu berpindah-pindah mengikuti posisi panglima atau komandan itu. Dalil pemberian al-Liwâ’ kepada panglima (amir) pasukan:
أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضٌ
Sesungguhnya Nabi saw memasuki Mekah pada waktu Fathu Mekah dan liwâ’ beliau berwarna putih (HR Ibn Majah dari jalur Jabir)
Dan dari Anas dalam riwayat an-Nasai:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْنَ أَمَّرَ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَلَى الْجَيْشِ لِيَغْزُوَ الرُّوْمَ عَقَدَ لِوَاءَهُ بِيَدِهِ
Ketika Rasulullah saw mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima (amir) pasukan untuk memerangi Romawi Beliau mengangkatkan liwâ’ Beliau dengan tangan Beliau.
Dan ar-Râyah itu berwarna hitam, bertuliskan Lâ Ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dengan warna putih. Ar-Râyah itu ada bersama para komandan divisi pasukan (batalyon, brigade, dan satuan-satuan pasukan lainnya). Dalilnya adalah bahwa Rasul saw, di mana Beliau menjadi panglima pasukan di Khaybar, beliau bersabda:
«لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ… فأعطاها علياً رضي الله عنه»
Sungguh aku berikan ar-Râyah besok kepada seorang laki-laki yang melalui tangannya akan ditaklukkan (benteng), ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya mencintainya … lalu Beliau memberikannya kepada Ali radhiyallâ ‘anhu (Muttafaq ‘alayh).
Jadi Ali kw. pada waktu itu bisa dianggap sebagai komandan divisi atau batalyon tentara. Demikian pula di dalam hadits al-Harits bin Hisan al-Bakri, ia berkata:
«قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ، “فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَبِلَالٌ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ مُتَقَلِّدٌ السَّيْفَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “، وَإِذَا رَايَاتٌ سُودٌ، وَسَأَلْتُ مَا هَذِهِ الرَّايَاتُ؟ فَقَالُوا: عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ قَدِمَ مِنْ غَزَاةٍ»
Kami tiba di Madinah, “ternyata Rasulullah saw sedang berada di atas mimbar dan Bilal berdiri di depan beliau sambil menggenggam pedang”. Dan ternyata banyak ar-Râyah berwarna hitam. Aku bertanya: “apa ini?” Mereka berkata: “Amru bin al-‘Ash datang dari peperangan”. (HR Ahmad)
Makna “faidzâ râyâtun sûdun – ternyata banyak ar-Râyah berwarna hitam- yakni bahwa banyak ar-Râyah bersama batalyon, divisi dan satuan tentara lainnya. Sementara panglima pasukan itu adalah satu yaitu Amru bin al-‘Ash dan al-Liwâ’ bersamanya. Dengan begitu, al-Liwâ’ menjadi bendera panglima pasukan, bukan yang lain. Sementara ar-Râyah menjadi bendera-bendera bersama tentara.
2. Al-Liwâ’ diberikan kepada panglima pasukan dan menjadi bendera di markasnya, yakni mengikuti markas panglima pasukan. Sedangkan di medan peperangan, maka komandan peperangan, baik dia seorang panglima pasukan atau komandan lainnya yang ditunjuk oleh panglima pasukan, maka kepadanya diberikan ar-Râyah yang dia bawa selama perang di medan peperangan. Oleh karena itu disebut Umm al-Harb sebab dibawa bersama komandan peperangan di medan peperangan … Rasulullah saw bersabda ketika berbela sungkawa atas Zaid, Ja’far dan Ibn Rawahah kepada masyarakat sebelum berita itu sampai kepada para tentara:
«أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيْبَ، ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيْبَ، ثُمَّ أَخَذَ اِبْنُ رَوَاحَةٍ فَأُصِيْبَ»
Zaid mengambil ar-Râyah lalu ia gugur, kemudian Ja’far mengambil (ar-Râyah) lalu ia gugur, kemudian Ibn Rawahah mengambil (ar-Râyah) lalu ia gugur
Demikian juga dalam kondisi peperangan sedang berlangsung dengan musuh. Jika komandan pasukan ada di medan peperangan dan dia Khalifah itu sendiri, maka al-Liwâ’ boleh dikibarkan di medan peperangan, dan bukan hanya ar-Râyah saja. Di dalam Sirah Ibn Hisyam ketika membicarakan tentang perang Badar al-Kubra dikatakan bahwa al-Liwâ dan ar-Râyah ada di medan peperangan… Sedangkan pada kondisi damai, atau setelah peperangan selesai, maka ar-Râyah ada tersebar di tengah pasukan dikibarkan oleh divisi, batalyon, brigade dan satuan-satuan tentara … seperti yang dinyatakan di dalam hadist al-Harits bin Hisan al-Bakri tentang pasukan Amru bin al-‘Ash.
3. Al-Liwâ’ diikatkan di ujung tombak dan dililitkan terhadapnya, diberikan kepada komandan resimen (al-jaysy) sesuai jumlah resimen. Jadi diberikan kepada komandan resimen pertama, kedua, ketiga … atau kepada komandan resimen Syam, Irak, Palestina … atau kepada komandan resimen Himsh, Aleppo, Beirut … begitulah sesuai penamaan resimen. Hukum asalnya al-Liwâ’ itu dililitkan pada ujung tombak dan tidak dikibarkan kecuali karena keperluan. Misalnya di atas Dar al-Khilafah, al-Liwâ’ dikibarkan karena urgensi Dar al-Khilafah itu disebabkan Khalifah adalah panglima militer di dalam Islam. Al-Liwâ’ juga dikibarkan di atas markas para komandan resimen pada kondisi damai agar umat melihat keagungan al-Liwâ’ militernya. Akan tetapi keperluan ini jika bertentangan dengan aspek keamanan seperti dikhawatirkan musuh akan mengetahui markas-markas para komandan tentara, maka al-Liwâ’ dikembalikan ke hukum asalnya yaitu tidak dikibarkan dan tetap dililitkan.
Sedangkan ar-Râyah maka dibiarkan berkibar ditiup angin seperti bendera pada waktu sekarang. Karena itu, ar-Râyah diletakkan di atas berbagai direktorat dan instansi negara serta direktorat keamanan. Hanya ar-Râyah saja yang dikibarkan di atas berbagai direktorat dan instansi itu, kecuali Dar al-Khilafah. Di Dar al-Khilafah dikibarkan al-Liwâ’ dengan anggapan bahwa Khalifah adalah panglima militer, dan disitu bersama al-Liwâ juga dikibarkan ar-Râyah (administratif) sebab Dar al-Khilafah adalah pusat instansi negara. Sebagaimana berbagai instansi swasta dan masyarakat umum mengusung ar-Râyah dan mereka kibarkan di atas instansi dan rumah-rumah mereka, khususnya pada berbagai peringatan hari raya, saat meraih kemenangan dan sebagainya.
Wahai Kaum Muslimin: di dalam pergerakan Anda, makwa Anda wajib mengusung ar-Râyah ini tanpa takut di jalan Allah kepada celaan orang-orang yang suka mencela, dan tidak terpengaruh dengan klaim-klaim yang disebarkan oleh para penyesat di tengah Anda dengan ucapan bahwa ar-Râyah ini menjadi simbol kepada Khilafah dan bahwa ini memicu kemarahan barat kafir! Maka hendaknya Anda picu (kemarahan) mereka dan Anda hancurkan punggung mereka. Perang mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin telah sampai pada tingkat memicu kemarahan setiap muslim yang benar dan mukhlis … Sesungguhnya hukum asalnya adalah kita matikan kaum kafir penjajah karena kemarahan mereka dan bukannya kita terima kemarahan mereka kepada kita, apalagi menerima permusuhan dan serangan mereka terhadap kita, kemudian kita takut memicu kemarahan mereka! Akan tetapi yang benar adalah kita balas mereka berlipat ganda dan kita katakan kepada mereka dengan keras :
}قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ{
Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. (QS Ali Imran [3]: 119)
Kami paham bahwa kafir penjajah tidak kuasa mendengar kata al-Khilafah. Lalu bagaimana jika Khilafah mengetuk pintu mereka dengan penuh kemuliaan pada hari yang tidak lama lagi akan datang, dari sisi yang tidak mereka perkirakan, atas izin Allah sebagaimana yang terjadi pada kelompok-kelomok mereka dahulu:
}وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ{
dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS al-Hasyr [59]: 2)
24 Jumadul Akhir 1433 H
15 Mei 2012 M
Hizbut Tahrir
maaf,panji disini maksudnya apa ya?