Jakarta– Meskipun diguyur hujan, Hizbut Tahrir Indonesia tetap gelar aksi menuntut pembebasan Juru Bicara HT Pakistan Naveed Butt yang diculik rezim Zardari-Gillani, Kamis (31/5) siang di depan Kedutaan Besar Pakistan, Mega Kuningan, Jakarta.
“Penculikan Naveed Butt merupakan tindakan biadab dan tidak punya dasar hukum sama sekali!” pekik Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto di hadapan sekitar 300 massa yang basah kuyup.
Ismail menyatakan Naveed Butt adalah seorang aktifis dakwah dan pejuang Islam dan bukan seorang kriminal. “Tidak ada catatan sedikitpun, ia telah melakukan tindakan kejahatan. Oleh karena itu, ia harus segera dibebaskan tanpa syarat!” pekiknya kemudian disambut takbir massa.
Di samping menuntut pembebasan rekannya, Ismail pun desak militer Pakistan untuk mencabut loyalitasnya dari rezim antek Amerika menjadi hanya loyal kepada Islam demi keridhaan Allah semata.
“Sekaranglah saatnya untuk memberikan nusrah (pertolongan) bagi Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafah, yang akan menegakkan syariah secara kaffah, menghentikan para pengkhianat dan menghukum siapa saja yang telah melakukan pengkhianatan dan kejahatan!” tegasnya.
Amerika Paranoid
Jum’at (11/5) pukul 12.30 Naveed sedang menjemput anak-anaknya dari sekolah pulang ke rumah. Sebelum sampai pintu gerbang rumah, para pegawai dinas rahasia menyergapnya dan memasukkannya ke mobil van Suzuki, mobil yang biasa digunakan oleh dinas intelijen Pakistan, ISI.
Saksi mata mengatakan bahwa salah satu mobil intelijen memotong jalan mobil Naveed dan dari mobil itu keluar delapan sampai sepuluh orang yang memakai seragam hitam-hitam bertuliskan “Keamanan -Security-”. Mereka didampingi oleh petugas resmi intelijen berpakaian seragam resmi Shalwaar Kameez warna putih polos.
Kejadian itu membuat anak-anak Naveed yang berumur dua sampai 10 tahun ketakutan dan lari ke rumah sambil menangis.
Sejak 2003, pemerintah melarang keberadaan HT di negeri Muslim terbesar kedua di dunia tersebut lantaran HT mendapat kepercayaan masyarakat secara luas dan cepat, termasuk dari para tokoh masyarakat. Lepas dari semua itu, di sana tidak ada seorang Muslimpun yang tidak menghendaki satu Daulah Islam dengan satu pemimpin dari pada 57 negara.
Karena ketakutan sangat dari Amerika terhadap penerimaan luas terhadap ide ini, maka Amerika mendektekan kepada rezim untuk melarang Hizbut Tahrir.[] (Mediaumat.com-Joko Prasetyo)