13 Juni 2012
Oleh Dr. Abdul Wahid
(Ketua Komite Eksekutif Hizbut Tahrir Inggris)
Seorang Menteri Luar Negeri Inggris haruslah seorang politisi yang istimewa. Dia haruslah seorang pewaris Lord Palmerston [“Inggris tidak memiliki teman, hanya kepentingan”], Arthur Balfour [orang yang menjual Palestina], dan Lord Curzon [orang yang menghina Daulah Usmani].
Cara William Hague dalam menangani revolusi di Suriah menunjukkan bahwa dia secara khusus cocok untuk peran ini – karena sudah terlalu jelas bahwa masa lima belas bulan alasan bagi Assad untuk mengulur-ulur waktu, maupun pembicaraan saat ini tentang semua pilihan yang mungkin dilakukan, termasuk intervensi, semuanya adalah dalam rangka memastikan bahwa masa depan Suriah sesuai dengan kepentingan-kepentingan Barat; dan menghalangi rasa lapar yang dimiliki rakyat terhadap Islam.
Tetapi untuk saat ini, kita harus mengajukan rencana ini secara licik atas nama negara Inggris.
Bagi mereka yang tidak mengerti diplomasi, 1700 kata dari pernyataan Hague kepada House of Commons tentang Suriah pada hari Senin 11 Juni 2012 dapat disimpulkan dalam kalimat berikut:
Setelah lima belas bulan tidak melakukan apa-apa, Barat mungkin perlu untuk campur tangan, karena mereka takut terhadap pemberontakan rakyat akan mengalahkan rezim, dan bahwa hal itu bukan bagi kepentingan Inggris.
Persetujuan yang terlambat bagi perlunya intervensi dari luar – setelah lima belas bulan pertumpahan darah, dimana sekitar 15.000 orang telah dibunuh oleh rezim Suriah, setengah juta orang mengungsi, pemerkosaan, penyiksaan dan pembunuhan berdarah dingin terhadap anak-anak – menandai pergeseran definitif baik oleh Inggris maupun Amerika Serikat dari sikap awal mereka bahwa Suriah tidaklah sama dengan Libya, dan sekarang akhirnya terungkap bahwa intervensi militer memang merupakan sebuah pilihan di Suriah. Pakistan tidak melakukan perang terhadap rakyatnya sendiri sebelum invasi NATO atas Afghanistan menyebarkan perang ke arah timur.
Hanya seminggu lalu, Hague, Perdana Menteri Inggris David Cameron, serta Ratu Inggris sendiri, minum anggur dan makan malam bersama Perdana Menteri Srilangka, Mahinda Rajapaksa, sementara di belakangnya terjadi protes besar-besaran warga Tamil di Inggris. Rajapakse – yang merupakan sekutu setia Inggris – mengakhiri gencatan senjata yang rapuh dalam perang saudara di Sri Lanka dan menerapkan kebijakan bumi hangus terhadap musuhnya, LTTE, dengan membasmi segala sesuatu yang ditemui, termasuk membunuh 20.000 warga sipil, dan memimpin sebuah rezim yang menyiksa dan menganiaya lawan-lawannya.
Tidak, Hague dan rekan-rekan Amerika nya tidak khawatir tentang pembunuhan massal dan perang saudara (jangan kita lupakan upaya Amerika di Amerika Tengah untuk mendorong perang saudara untuk tujuan mereka sendiri).
Hague juga mengatakan, dalam pernyataanya tanggal 11 Juni 2012 di Parlemen, bahwa “kebebasan bukan hanya suatu hak yang sah bagi semua bangsa di kawasan itu, kebebasan adalah landasan dari perdamaian, stabilitas dan kemakmuran.”
Namun, hal ini tampaknya tidak berlaku bagi penduduk Bahrain, dimana pemberontakan yang mereka lakukan dihancurkan oleh pihak lain yang setia kepada Inggris, yakni Hamad bin Isa Al Khalifa, penguasa Bahrain, yang juga diundang untuk makan malam bersama Ratu saat perayaan ulang tahun Ratu Inggris.
Rencana-rencana Kofi Annan, yang didukung Barat, telah memberikan waktu dan ruang bagi rezim itu untuk melakukan kekejaman terburuk sejak dimulainya pemberontakan. Idenya adalah untuk memberikan waktu bagi para tokoh oposisi – yang kebanyakan tidak bersatu – untuk menjadi pemerintahan di masa datang, yang akan sesuai dengan kepentingan-kepentingan Barat; yang akan menggantikan Assad, yang kekuasaannya dipandang tidak bisa dilanjutkan untuk jangka panjang.
Inisiatif Annan terbaru adalah dengan mendorong perubahan meniru yang terjadi di Yaman – di mana sang penguasa dan antek-anteknya disingkirkan, tapi sisa-sisa rezim lama tetap berkuasa, sehingga pertimbangannya adalah mempertahankan status quo Barat. Hillary Clinton, yang sebelumnya menentang mempersenjatai pihak oposisi karena adanya unsur Al Qaeeda [suatu hal yang tidak pernah terjadi di Suriah hingga saat itu], sekarang malah menyebutkan Al Qaeeda lagi sebagai pembenaran dilakukannya intervensi. Sebab hal yang kaum Muslim paling ingat tentang Balkan adalah pada saat mereka akan mengatur dan mempersenjatai diri untuk melawan serangan orang-orang Serbia – kemudian PBB turun tangan dan memberlakukan embargo senjata, mengikat tangan-tangan mereka (kaum Muslim), dan akhirnya memungkinkan terjadinya pembantaian seperti yang terjadi di Srebrenica. Inggris, Prancis, Rusia dan Presiden Clinton sendiri semuanya menentang permohonan untuk membatalkan embargo senjata itu- yang diawasi oleh PBB, yang kemudian menjadi Kepala Penjaga Perdamaian PBB, Kofi Annan.
Untuk alasan ini, dan banyak untuk alasan lainnya, Annan – yang dipandang sebagai seorang diplomat, adalah seorang diplomat di Barat yang kurang efektif – dan juga dipandang dengan kecurigaan mendalam di dunia Muslim.
Hague dan Clinton sangat menyadari keberanian rakyat Suriah – yang telah mengorbankan hidup mereka dan kehidupan anak-anak mereka untuk membebaskan diri dari rezim diktator yang brutal – yang jika dibiarkan sendiri mereka akan menerapkan jenis pemerintah yang akan membahayakan kepentingan Barat .
Inilah yang telah mereka pelajari di Mesir & Tunisia, di mana mereka berjuang [sejauh ini telah berhasil] untuk mempertahankan cengkraman mereka pada berbagai peristiwa. Laporan media menggambarkan bagaimana pemerintahan interim teknokratis – yang disukai oleh Barat dan saat ini sedang melakukan negosiasi kontrak dengan perusahaan-perusahaan barat – adalah benar-benar orang yang keluar dari barisan rakyat yang menyerukan Islam dan pembebasan Palestina.
Ini akan menjadi skenario yang tidak dapat diterima di Suriah bagi Inggris dan Amerika – yang kepentingannya bukanlah ekonomis, seperti di Libya – melainkan kepentingan yang amat strategis.
Ini akan menjadi alasan untuk dilakukannya intervensi Barat. Mereka peduli bagaimana mempertahankan cengkraman mereka pada Suriah yang telah mereka kuasai – dan mereka serahkan di bawah pengaruh diantara negara-negara Prancis, Inggris dan Amerika – sejak tahun 1918.
Itulah permainan Hague & Clinton yang sedang dimainkan. Dan itulah mengapa tidak ada orang terhormat yang harus mendukung rencana-rencana mereka – meskipun saya mendesak setiap orang untuk mendukung revolusi yang berani dan mulia ini. (RZ)
Sumber: www.newcivilisation.com